[Film and Me] #8 - Warung Kopi adalah Tempat Paling Produktif di Aceh

in #indonesia7 years ago

Dimana kira-kira tempat yang bebas dari formalitas di Aceh dan masih produktif? Warung Kopi


Film Dokumenter karya @marxause

Tahun 2014, kami sebagai sutradara film dokumenter mendapat undangan screening film kami di Universitas Kebangsaan Malaysia. Agenda screening tersebut merupakan rangkaian acara peringatan 10 tahun tsunami di Aceh yang diadakan oleh mahasiswa Aceh, BAKADMA (Badan Kebajikan Mahasiswa Aceh) di UKM, Bangi, Malaysia. Di hari H peringatan tsunami, panitia mengadakan diskusi panel yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Aceh termasuk senator Fachrurrazi. Saya termasuk peserta diskusi yang tidak seluruhnya mengikuti diskusi yang alot tersebut karena tertidur setelah semalaman membantu mempersiapkan video refleksi tsunami. Tetapi saya terbangun ketika seorang ibu (kandidat doktor) bertanya kepada panelis. Kira-kira yang saya ingat, pertanyaannya begini, "Bagaimana nasib generasi muda di Aceh jika kerjaannya menghabiskan waktu di warung kopi daripada di perpustakaan?" Sontak diskusipun menjadi panas, seperti panasnya sanger yang disajikan di warung kopi.

kopi1.jpg

Suasana diskusi panel di UKM Bangi, Malaysia

Warung kopi mengusung gagasan kesetaraan

Bicara warung kopi, adalah bicara keberagaman. Saya sendiri adalah penghuni tetap warung kopi sekaligus pengunjung tetap perpustakaan. Warung kopi adalah rumah kedua bagi saya. Karena kebutuhan akan jaringan internet untuk mendukung "pekerjaan" dan tentu saja untuk menikmati kopi yang katanya awal sebuah inspirasi. Semua kasta sosial akan terlihat setara jika berada di warung kopi. Jadi jika aktifis dengan semangatnya mengkampanyekan kesetaraan, warung kopi dengan santainya membawa ide tersebut dalam kesehariannya. Saya pernah beberapa kali menemukan kejadian ini di warung kopi di Sigli. Sekali ketika, Bapak Tarmizi Karim kebetulan singgah di Taufik Kopi dan masuk kedalam bersama para rombongan. Beliau kemudian menyalami kami satu per satu, dan keadaan kembali seperti biasa, semua kembali kepada pembahasan masing-masing. Nampak jelas kesetaraan sosial saat itu.

Benarkah berlama-lama di warung kopi hanya menyia-nyiakan waktu?

Jujur saja, saya membutuhkan waktu ± 10 jam untuk menyelesaikan "pekerjaan" di warung kopi. Kadang itu saja tidak cukup. Apa saja pekerjaan tersebut? mungkin Pak Rektor sebuah Universitas di Aceh yang mengeluarkan statement bahwa pemuda yang menghabiskan waktu di warung kopi bagaikan bom waktu bagi Aceh, harus duduk ngopi bersama kami di warung kopi. Beliau akan melihat apa saja pekerjaan yang dilakukan di warung kopi. Mungkin saja beliau bisa mengarang sebuah buku atau menerbitkan jurnal yang menceritakan tentang dinamika warung kopi.

Sebuah festival film di Aceh muncul dari segelas sanger di Black Jack Coffee

Kopi.jpg

Aceh Film Festival di warung kopi

Desember nanti, akan digelar Aceh Film Festival yang ke tiga. Setelah sukses di dua tahun sebelumnya, kini AFF hadir dengan tampilan baru sebagai pesta film. Gagasan Aceh Film Festival pertama kali muncul di meja warung kopi. Sebuah ajang apresiasi untuk insan film di Aceh khususnya juga Indonesia umumnya, Aceh Film Festival hadir dari segelas sanger di warung kopi Black Jack. Para pencetus ini adalah penikmat kopi dan pelanggan Black Jack Coffee. Saya rasa, masih banyak ide dan kreatifitas di Aceh yang muncul pertama dari duduk-duduk di warung kopi. Begitu pula, banyak film dokumenter dan fiksi di Aceh hadir dari sekedar candaan di warung kopi.

Jadi untuk Pak Rektor dan Ibu kandidat doktor, santai saja. Bom waktu Aceh justru orang-orang yang serius seperti kalian

Agar tidak salah dalam mengeluarkan statement, ada baiknya kita melakukan tabayyun. Karena beberapa pelanggan warung kopi adalah mereka yang produktif, bukan pengangguran. Bahkan gaji mereka lebih besar dari kepala dinas di Aceh. Mari kita nonton sebuah film, tentang kejadian kesalahpahaman akibat mengeluarkan pendapat tanpa bertabayyun


Film karya @suhiel

Mohon maaf dan terima kasih

Film is my passion.png

Sort:  

Saat ini warkop langgananku adalah warkop 'gukguk' di Kedah hahahaa.... bekerja di warkop, selain di kantor terasa menyenangkan dibandingkan di rumah, semangatnya beda. kalau di rumah pasti teubeuo-beuo teuh.

Bagaimana dengan kecepatan internetnya di "gukguk"? apakah ada wifi.id?

cepat...... nggak pake wifi id di situ

Tak setuju jg kl pernyataan sang rektor menyamaratakan. Tp sisi lain mkin ada benarnya. Tergantung personal nya. Kalau aku lihat sih sama aja dgn kota kota lain. Disini kan mau kongkow dimana selain warkop? Sedangkan di kota lain banyak pilihan. Kl aku pribadi lebih suka berproduksi dgn aktifitas bergerak, misalnya di sanggar, dilapangan atau di perjalanan.. Hehe

Beda orang, beda maunya ya bang. intinya jangan memaksakan kehendak sendiri kepada orang lain