Kapas, pohon potensial yang terabaikan

Saat melintasi sebuah perkampungan, ada pemandangan yang menarik minat saya untuk mengambil fotonya, bukan pemandangan yang indah sih, cuma pohon kapas. Saya melihat pohon-pohon kapas tersebut banyak sekali buahnya. Banyak buahnya yang sudah kering di atas pohon dan mengeluarkan kapas, ada juga buah-buah yang masih matang, buahnya sudah keras tapi belum kering.

Saya menyayangkan nasib pohon-pohon kapas ini, dibiarkan hidup begitu saja seperti pohon liar tanpa dimanfaatkan buah kapasnya. Padahal potensi penjualannya bagus. Semua orang tahu jika serat kapas yang dihasilkan dari buah pohon kapas sangat berperan penting di dalam industri tekstil. Serat tersebut bisa dipintal menjadi benang dan ditenun menjadi kain. Biasanya, kain dan benang yang berbahan kapas disebut dengan kain/benang katun. Nah, melihat potensi kapas di industri tekstil, tentu sangat disayangkan jika pohon-pohon kapas tersebut diabaikan begitu saja tanpa dimanfaatkan buahnya.

Saat saya kecil dulu, buah kapas masih dipergunakan oleh masyarakat untuk membuat kasur atau pun sekedar dijadikan santapan santai, tetapi sekarang saya tidak lagi melihat orang-orang memanfaatkannya. Mungkin hal ini disebabkan oleh banyaknya persediaan kasur di pasar yang dijual dengan harga yang terjangkau, tinggal beli dan pakai, sehingga masyarakat lebih memilih membeli kasur baru ketimbang merakit kasur sendiri dari buah kapas. Untuk makanan, saya juga tidak pernah lagi melihat orang memakan buah kapas, termasuk saya.

Saya ingat, dulu saya sering memakan buah kapas yang masih muda, buahnya dikupas, dipotong-potong lalu dimakan dengan sambal asam. Sambalnya dibuat dari Asam, sambalnya diberi gula dan cabe rawit. Perpaduan rasa buah kapas muda kelat dengan sambal asam manis pedas mampu membuat saya ketagihan. Tetapi sekarang saya tak pernah memakannya lagi karena di kampung saya tidak terdapat lagi pohon kapas, sudah ditebang.