Cerpen : Mamak dan kakak Ikut Heran

in #steempress6 years ago


Begitu kelas selesai di hari itu. Setiap kami bersiap-siap untuk pulang. Seperti biasanya kami pulang jalan kaki ke rumah masing-masing karena murid yang bersekolah di sekolah kami hanyalah anak-anak sekitaran sekolah. Tidak terlalu jauh dari rumah.

Pertanyaan Pak Budi tadi pagi adalah pertanyaan yang meski kami selesaikan. Meski saya sudah berkhayal-khayal untuk mencari jawaban namun tetap saja belum terjawabkan.

Tiba-tiba saja saya teringat dengan kejadian tadi di kelas ketika Pak Budi tidak mengizinkan Mukidi untuk menjawab. Kenapa ya, Pak Budi tidak memberi kesempatan untuk tidak menjawab? Seperti itulah mulanya saya juga ikut penasaran seperti kawan-kawan sekelas lainnya.

Namun, tiba-tiba saja saya teringat dengan penjelasan tentang mimpi Mukidi di hari pertama dia memperkenalkan diri dan membuat seisi kelas tercengat oleh penjelasannya. Akhirnya saya menemukan jawaban terkait Pak Budi tidak member kesemapatan Mukidi untuk menjelaskan siapa dia di sepuluh tahun ke depan. Ternyata Mukidi sudah menjelaskannya di dari perkenalan tersebut. Oh iya, jangan-jangan memang Pak Budi terinspirasi dari Mukidi lagi sehingga membuat beliau ikut-ikutan seperti cara berpikir Mukidi?

Eh bagi kalian yang baru membaca cerita ini dan timbul beribu pertanyaan memang Apa yang Mukidi jelaskan terkait mimpinya? Atau memang Apa yang Pak Budi tanyakan kepada murid-murid kelas? Maka, silahkan membaca cerita-cerita sebelumnya jika berkenan. Karena itu sudah saya ceritakan di cerita-cerita sebelumnya. Ini adalah lanjutan kejadian-kejadian sebelumnya.

Setelah sampai di rumah, saya lansung saja tak sabaran untuk bertanyan kepada ayah. “ayah di mana mak?” tanyaku kepada mama.

Mamak Wanita Luar Biasa



Mamak seperti heran tiba-tiba begitu saya pulang sekolah langsung bertanya keberadaan ayah. Biasanya juga begitu sampai kerumah dapur adalah tempat yang paling utama untuk di tuju. Makanya mamak selalu iseng untuk bercanda “ Memang sudah berapa hari tidak makan Alif”. Maklumin saja mak, habis udah lapar dari tadi” jawabku singkah sambil nyengir tak jelas.

Ohhh jadi karena lapar sehingga yang memberi makapun ikut terlupakan ya? Mamak menyindir karena mamak selalu menasehati untuk selalu mengutamakan shalat dari pada apapun selainnya. “Iya mak, selesa ini juga langsung shalat kok” biasanya begitulah jawabku untuk membela diri.

Mamak memang wanita yang luar biasa. Tidak ada duanya di dunia ini. Tapi, sayangnya kita sering melupakan jasa-jasanya. Baru juga kita sudah menjadi sarjana, kita sudah sok paling pandai, sok intelek dan sebagainya. Sudah menganggap mamak kita adalah wanita yang tidak berwawasan luas. Berpikiran sempit dan sebagainya. Belum lagi kita sering sok sibuk dengan aktivitas kita masing-masing. Sok menjadi pribadi yang sibuk sekali. Seakan-akan kita lah orang yang paling sibuk. Kesibukan kita melebihi kesibukan presiden sekalipun. Sehingga waktu untuk bercerita-cerita kepada orang tuapun sering kita abaikan. Bahkan barang kali tidak pernah ada kesempatan. Padahal kita tahu, bahwa begitu bahagianya seorang mamak dan ayah ketika mendengar mimpi-mimpi besar anaknya. Tidak ada hal yang paling membuat orang tua bahagia kecuali melihat anak-anaknya tumbuh dewasa dan bahagia. Bercakap-cakap tentang bagaimana aktivitas-aktivitas kita sudah sangat membahagiakan. Tapi, sayang seribu sayang. Kita terlalu sibuk sehingga orang tua pun sering kita abaikan.

Hidup Untuk Kita



Ketahuilah, bahwa setelah kita di lahirkan orang tua itu tidak lagi hidup untuk dirinya. Mereka hidup untuk kita. Mereka memastikan tumbuh besar tanpa kekurangan sesuatu apapun. Bahkan mereka rela kerja banting tulang untuk apa? Hanya untuk kita. Dan bahkan ketika kita meminta untuk membantunya, kadang kala mereka menolaknya. Apa karena mereka tidak membutuhkan bantuan dari kita? Tentu bukan, karena mereka tidak ingin anak-anak mereka capek seperti mereka. Jikapun di izinkan pasti hanya pekerjaan-pekerjaan ringan yang di suruhnya. Ya tuhan. Begitu tidak berterima kasihnya kami kepada orang tua kami.

“Ayah sedang di kebun. Kan ayah jam segini masih di kebun baru sore hari nanti pulang” jawab mamak singkat yang sedang memasak ikan di dapur.

Memang untuk apa ayah? Tambahnya

Mau bertanya mak, siapa saya 10 tahun kedepan? Jawabku.

Mamakpun berhenti dari memasaknya sambil menatapku penuh keheranan.

Kakak yang dari tadi sedang sibuk membawa masakan untuk makan siang ke atas meja ikut terhera-heran dengan pertanyaanku.

Apa? Tanya kakak

Saya juga terheran melihat kakak yang mematung sambil menatapku dan ibu juga demikian di dapur?

Saya bertanya kepada diri sendiri? Kenapa Mak, Kak?

Note : Bagaimana kelanjutan ceritanya akan saya ceritakan di postingan selanjutnya. Harap bersabar. Hehe macam ada yang membaca saja ini. Tidak masalah setidaknya sudah saya beritahukan. Tidak ada yang membaca juga tidak masalah.


Posted from my blog with Steempresshttps://asrusteem.000webhostapp.com/2018/12/cerpen-mamak-dan-kakak-ikut-heran