CINTA VINI VICI

in #fiction7 years ago

KALO sekarang Vini Vici belon punya gebetan, itu bukan berarti mereka nggak normal. Mereka normal-normal aja. Hanya aja, mereka belon dapat cowok yang sreg aja. Keduanya udah pernah ditembak cowok (ditembak dengan cinta, bukan dengan senjata). Tapi ya itu tadi, kalo nggak berkenan di hati buat apa dipaksain. Ntar malah bikin masalah. Mendingan mereka konsen dulu sama sekolah dan kegiatan mading. Soalnya mereka yakin, keterampilanlah yang membuat mereka gampang nyari kerja kalo udah tamat kuliah nanti (meski sekarang kuliah aja belon). Kalo ngandelin ijazah, jangan harap. Semua orang sekarang punya ijazah, baik asli maupun aspal (asli tapi palsu).


Source

“Kalo ada keahlian, bukan kalian yang nyari kerja. Tapi kerja yang nyari kalian,” kata Papa Vici.

“Kalo punya utang, maka debt collector yang nyari kita ya, Pa?” sambung Vici tersenyum.

Meski ditanggapi dengan bercanda, tapi Vici mengingat betul pesan Papa itu dan mengamalkannya. Sebab, tau aja tanpa diamalkan ya nggak berarti apa-apa. Sama aja kayak orang tau ngerokok itu berbahaya, tapi tetap aja ngerokok.

Bermula dari hobi, kemudian pergulatan Vini Vici dengan jurnalistik jadi berlanjut. Mereka jadi nggak sempat mikirin pacaran, sampe ada seorang lesbi yang mau nyebar gosip bahwa mereka pasangan lesbi. Syukurnya, rencana itu gagal.

Tapi setelah kejadian itu, Vini Vici jadi mikir juga tentang cowok.

“Kayaknya, kita emang harus punya pacar. Biar nggak ada tuduhan macam-macam,” ujar Vini.

“Pacaran itu jangan karena dorongan orang lain. Ntar kamu nggak selektif lagi. Asal main embat aja.”

“Ya tetap selektif dong. Masak biri-biri juga dipacarin.”

“Kalo gitu, oke. Kita nyari cowok. Tapi harus dua-duanya dapat. Ntar kalo kamu pacaran aku nggak, repot lagi. Satu hal yang mesti diingat, pacar kita tuh harus ngerti kesibukan kita. Dia harus punya minat yang sama, biar ngomongnya nyambung.”

Vini setuju. Tapi mereka juga sependapat bahwa cinta itu nggak sama kayak mie. Kalo mie kan ada yang instan, cinta nggak. Meski keduanya percaya fall in love at the first sight, tapi pada prinsipnya cinta itu butuh proses. Nggak bisa ujug-ujug.


Course

Sejak itu, Vini Vici lebih peka terhadap hubungan pertemanan dengan siapa pun. Selama ini, mereka tenggelam dengan berbagai kegiatan hingga cuek dengan perhatian yang ada. Padahal, bukannya nggak cowok yang naksir. Khusus buat Vini, bukan cuma Vidi dan Aji aja. Tapi cowok di sekolah juga ada.

Namun cowok di sekolah nggak mampu menggetarkan hati Vini. Yang membuat Vini benar-benar tertarik, ada seorang cowok yang baru dikenali di rumahnya sendiri. Dia teman kuliahnya Mas Wandi. Cowok itu tinggi sekitar 175 cm. Berkulit sawo matang. Beda dengan kulit Vidi yang sawo busuk. Rambutnya lurus. Yang dikagumi Vini adalah hidungnya yang proporsional. Artinya, cocok dengan wajah. Mancung tapi nggak melebar ke kiri kana. Bagian lain yang dikagumi adalah mata elangnya, dan alisnya yang nyaris bersambung. Ada rambut-rambut kecil di bagian tengah.

Komplit banget untuk menyandang predikat cowok macho!

Waktu dikenalin Mas Wandi sekitar dua bulan lalu, Vini nggak terlalu perhatian sama cowok itu. Mereka bersalaman, saling nyebut nama, trus Vini sempat lupa sama cowok itu. Satu dua kali cowok itu masih datang ke rumah bareng Mas Wandi. Vini hanya bertegur sapa, nggak pernah ikutan gabung dengan mereka yang ngobrol bertiga dengan Mbak Siska. Namun, belakangan, cowok itu semakin memberi perhatian ke Vini hingga mereka sering bersama. Bahkan, dia sempat nganterin Vini ke rumah Vici. Vidi yang lagi duduk di teras sempat nanyain siapa yang nganterin Vini barusan. Ketika dijawab temannya Mas Wandi, Vidi diam aja.

Kini, Vini kian akrab dengan cowok itu. Hanya nunggu waktunya aja untuk jadian. Peluru udah penuh di dalam magazen. Senjata udah dikokang. Tinggal menekan pelatuknya aja. Dooor!! Vini langsung terkapar.

Vici juga mulai akrab dengan seorang cowok. Dia masih kuliah di Institut Kesenian Jakarta, tapi nyambi kerja di sebuah production house. Gayanya emang nyeni banget. Ke mana-mana pake kaos oblong dan celana jins butut. Rambutnya rada gondrong dan jarang kena sisir, paling pake jari doang. Padahal, cowok itu ganteng juga kalo mau lebih rapi. Tingginya sekitar 175 cm, berkulit sawo matang, hidung mancung, mata elang, dan alis yang nyaris bersambung.

Komplit banget untuk menyandang predikat cowok macho!

Tapi seperti yang dikhawatirkan sejak awal, Vini Vici agak jarang berduaan sejak akrab dengan cowok masing-masing. Paling hanya jumpa di sekolah atau rapat soal mading. Dan rapat mading bukan lagi saat-saat yang menyenangkan setelah kasus Vivi Undercover itu. Meski menyatakan siap mundur setelah skandal jepit tersebut terungkap, Luna masih tetap dipercaya sebagai pemred. Di luar kekurangannya, Vini Vici harus mengakui cewek itu memang sangat berbakat di bidang jurnalistik. Jaringannya dengan wartawan beneran juga luas. Mungkin karena Luna emang gaul banget.

Malam Minggu, untuk pertama kali mereka ngabisin dengan cowok masing-masing. Meski belon jadian, tapi mereka jalan bareng. Vini dan calon cowoknya nonton selepas Maghrib, trus cowok itu pamit pulang lebih awal. Sedangkan Vici, telat dijemput dan hanya diajak ngumpul-ngumpul bareng teman-teman calon cowoknya di Taman Ismail Marzuki.

Hari Minggu, Vini Vici sepakat berjumpa dan saling berbagi cerita tentang kencan masing-masing. Tentang calon cowok masing-masing.

“Kami nonton. Lumayan romantis sih, sayangnya dia harus cepat pulang karena mau jemput mamanya.”

“Aku justru telat dijemput. Nggak nonton. Cuma diajak ngobrol-ngrobrol di TIM. Tapi asyik juga buat nambah kawan dan pengalaman. Jumpa dengan seniman-seniman yang selama ini aku dengar namanya aja.”

“Kalian udah jadian?”

Vici menggeleng.

“Aku juga.”

“Tapi dia cowok idealku, Vin. Tinggi, hidung mancung, mata elang, dan alis nyaris bersambung.”

“Aku juga. Dia tinggi, hidung mancung, mata elang, dan alis nyaris bersambung.”

“Kok sama?” tatap Vici heran.

Kali ini giliran Vini yang menggeleng.

“Jangan-jangan…” Vici mulai cemas. “Kamu punya fotonya? Coba aku liat…” dia menerima hape yang diangsurkan Vini. Membuka fitur galeri, dan meliat foto terbaru yang disimpan dalam memory card. Nggak terlalu tajam sih fotonya karena kamera itu berkapasitas hanya 1,3 megapixel. Tapi Vici tetap bisa ngeliat wajah cowok itu dengan jelas.

“Vin…!” Ia berseru kaget. “Ini calon cowokmu?!” matanya melotot kayak pemain sinetron. Bedanya, pemain sinetron itu dibuat-buat hingga keliatan konyol. Kalo Vici kaget beneran.

“Iya. Kenapa?”

“Ini Mas Yoga!” ujar Vici.

“Itu Mas Yogi!” kata Vini.

Keduanya diam sekian lama. Tubuh mereka masih di situ, di atas sofa ruang tamu. Tapi pikirannya mereka mengembara entah ke mana. Sampai kemudian Vini tersadar kembali.

“Kita naksir cowok yang sama, ya?” tanya cewek itu dengan suara pelan. Ia berharap Vini menggeleng, tapi sahabatnya itu malah menyahut.

“Kayaknya cowok itu ngerjain kita. Samaku dia ngaku kuliah di IKJ, sama kamu kuliah di UI. Samaku dia ngaku bernama Yoga, sama kamu Yogi. Cuma beda satu huruf. Dia udah berhasil ngerjain kita tadi malam.”

Vini terdiam lagi. Pikirannya ngelantur. Ingat Mas Yogi, Mas Wandi, Mbak Siska, lalu ingat Vidi, Aji, trus melayang ke Luna.

“Apa ini ulahnya Luna. Dia mau balas dendam sama kita, lantas bayarin orang buat ngerjain kita?”

“Bisa ya, bisa nggak. Tapi kita harus balik ngerjain Yogi atau Yoga itu. Hari ini kita ajak dia ke sebuah kafe. Trus, kita bantai di sana!”

“Setuju!” sahut Vini semangat sambil meninju telapak tangannya.

Sementara Vici ngeliat sekali lagi wajah cowok di dalam hape Vini itu. Memang cowok yang tersenyum di dalam hape itu keliatan lebih rapi dan nggak gondrong. Tapi Vici tau Yoga dan Yogi adalah orang yang sama.

Awas!! Geram cewek itu dalam hati. Tunggu pembalasan Si Pitung!



Source


Vini vici hadir lebih cepat di sebuah kafe di sebuah mal yang nggak jauh dari rumah Vici. Mereka datang bareng, tapi sengaja hanya Vini yang nunggu di kafe. Sementara Vici bersembunyi di tempat lain, agar Mas Yogi alias Mas Yoga nggak bisa berkutik saat di-skak mat nanti.

“Kamu tenang aja, jangan tegang,” nasehat Vici sebelum menghilang.

“Tau aja kalo orang lagi tegang.”

Vini duduk menunggu dan berusaha untuk tenang. Lumayan lama juga hingga membuatnya jadi tegang lagi. Vici sempat kembali ke meja dan nenggak minumannya Vini. Trus dia ngilang lagi entah ke mana.

Nggak lama kemudian, cowok yang mereka tunggu-tunggu datang. Bukan satu orang, tapi dua. Tingginya sama, wajah juga mirip. Keliatan jelas kalo mereka kembar monozigot kendati yang satu rapi, dan yang lainnya agak gondrong serta sedikit berantakan penampilannya.

Mereka emang kakak-beradik.

“Udah lama nunggu?” tanya cowok rapi.

“Mana Vici?” tanya cowok gondrong.

Sebelum Vini menjawab, Vici udah muncul di tengah-tengah mereka. Dia berseru keras saking surpraisnya ngeliat Mas Yoga dan Mas Yogi muncul. Kedua cewek itu nampak hepi banget saat menyadari kenyataan tersebut. Senyum dan tawa nggak lepas-lepas dari bibir mereka hingga Yoga dan Yogi menatap mereka bingung.

“Ada apa, sih?” tanya Yoga dan Yogi kompakan. Suara mereka kayak penyanyi duet.

“Nanti kami ceritain…” sahut Vici sambil menutup mulutnya dengan tangan kanan. Sementara tangan kirinya mengenggam tangan Vini keras. Mereka tertawa bersama. Nggak kebayang gimana kalo Mas Yoga atau Mas Yogi datang sendiri. Siapa yang duluan muncul, dialah yang akan jadi korban dampratan Vini dan Vici.

Mas Yoga dan Mas Yogi tersenyum lebar ngeliat kelakuan Vini Vici. Biarlah mereka menyelesaikan tawa dulu, karena setelah itu Mas Yoga dan Mas Yogi juga punya cerita juga. Tentang diri mereka masing-masing dan perasaan mereka masing-masing.

Di luar kafe, Vidi dan Aji ngeliat semua adegan itu. Mereka masih menimbang-nimbang apakah harus ikutan masuk ke kafe atau nggak.[]

Badge_@ayi.png

Design by @jodipamungkas

DQmNuF3L71zzxAyJB7Lk37yBqjBRo2uafTAudFDLzsoRV5L.gif

Sort:  

Ceritanya ok, tp plotnya kurang menggigit.. Maaf brother cuma menanggapi aja.. Hehe

Mantap bg @ayijufridar. Sukses selalu ya bang

Saleum sukses @zamzamiali. Saleum buat Steemians di Aceh Timur. Terima kasih.

Sama-sama bg @ayijufridar. Wa'alaikumsalam warahmatullah.

Sekali kali bang @ajiyjufridar tulis tentang anak Steemit. Hehehe....

Saya bahagia semakin banyak mahasiswa kita yang produktif di Steemit Pak @dsatria. Bahkan sudah ada yang langsung mendahului kita seperti @arie.steem. Maksudnya, mendahului levelnya.

Ceritanya sangat menarik untuk diikuti, saya tunggu kelanjutannya dan mudah-mudahan suatu saat saya juga bisa menulis cerita fiction ..
Terimakasih sudah berbagi, bg @ayijufridar

Ini kisah yang terakhir di serial Vini Vidi Vici @harferri. Tapi kisah fiksi lainnya akan terus lahir, insya Allah. Saya tunggu postingan fiksinya. Pat posisi nyoe? Pu na di Taufik Kupi? Sang teungoh sibok ngon Bro @novale di sampeng dan Gure @heriadi di keu, hehehehe....

hahahaha butoi that bg, dan na tambahan personil tgk @miftahuddin ngon tgk @amryksr nyo bak saboh meja, kamo na d taufik geudong, ujeun hana mrapat keunan :)

Ide dan cerita hebat selalu lahir dari penulis hebat seperti master @ayijufridar. Meunyo kheun bahasa awaknyo "nice post"

Hahahahahaha. Pokok jih nyoe ka "nice post" dan "amazing" kaabeh peukara. Thanks so much @novale.

You're wellcome brother

Mantap bang @ayijufridar ceritanya... ngomong-ngomong ngapain ya... Vidi dan Aji ngeliat semua adegan itu dari luar...

Terima kasih @heriafriadiaka. Vidi dan Aji memang naksir juga dengan Vini, ada di postingan sebelumnya.

Anak Ibu Kota banget pak ceritanya. hehehe @ayijufridar

Memang kisah ABG di Jakarta, @fildzaramadhani. Selamat bergabung di Steemit, ya... Saya tunggu postingannya.

Terima Kasih Pak @ayijufridar. Insyaallah saya dan teman-teman akan rajin membuat postingan. hehehe

Saya mengikuti posting anda, cerita anda sangat menarik..

Terima kasih Doto @yusrizalhasbi. Sangat tersanjung saya Abu Doto bilang begitu, hehehehe...

Jujur saya katakan posting Bang @ayijufridar, @teukukemalfasya, @zainalbakri dan @masriadi selalu tak terlewatkan untuk saya baca. Bagi saya literasi setiap tulisan menarik, bahasa lugas dan sangat menarik... Good job Sir...

Sangat menarik pak, saya tunggu lanjutannya pak @ayijufridar, hehehe