Why We Need to Write | Kenapa Kita Harus Menulis |

in #writing7 years ago

My second meeting with Aceh Writing Forum (FAMe) Chapter Lhokseumawe discusses the idea and how to develop it into a novel. However, we (me and the participants) open up a wider and more basic discussion material, which is why to write?

Everyone has their own motivation in writing, ranging from ideal to pragmatic motivations, such as expecting material, or a combination of both.

FAMe_03.jpg

However, there are some interesting messages about writing motivation. The Indonesian poet throughout the ages, Pramoedya Ananta Toer (1925 - 2006), mentions "One can be clever as high as the heavens, but as long as he does not write, he will disappear in society and from history. Writing is working for immortality. "The value of history will decrease when it can not be confirmed in literary form. Debate on a topic becomes difficult if only rely on oral references.

A message in Latin is also so strong:

Vox audita perit, littera scripta manet (The sound will disappear, but the writing will always be remembered).

Many philosophical values of the Acehnese people flowed and wasted in the coffee shop because of the strong speech culture that is not offset by writing culture.

One of Benjamin Franklin's powerful messages regarding writing is:

Eitherwrite something worth reading or do something worth writing.

A study of Michael Skeide from the Max Planck Institute for Human Cognitive and Brains Sciences in Leipzig, Germany, mentions human brain cell tissue is cut off every day. However, the brain tissue can be updated & improved in an easy way, namely learning to read and write. When filling the Crossword Puzzle (TTS in Bahasa) mentioned one method of preventing Alzheimer's disease.

Writing is not just merging letter by letter into words, then word for word into sentences, and sentence by sentence into paragraphs. Not just technical work to produce a decent writing. As Pramoedya said, writing does work for eternity, albeit eternally in the midst of the fineness of the world.

The material problem in writing is a necessity. A nutritious, healthy and healthy writing, glowing beautifully like a diamond, will certainly be worth all the time.[]

FAMe_01.jpg

FAMe_02.jpg

Mengapa Kita Harus Menulis?

PERTEMUAN kedua saya dengan Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Lhokseumawe membahas tentang ide dan cara mengembangkannya menjadi sebuah novel. Namun, kami (saya dan para peserta) membuka materi diskusi yang lebih lebar dan sangat mendasar, yakni mengapa harus menulis?

Setiap orang memiliki motivasi tersendiri dalam menulis, mulai dari motivasi ideal sampai yang bersifat pragmatis, seperti mengharapkan materi, atau gabungan keduanya.

FAMe_04.jpg

Namun, ada beberapa pesan menarik mengenai motivasi menulis. Sastrawan Indonesia sepanjang zaman, Pramoedya Ananta Toer (1925 – 2006), menyebutkan “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Nilai sejarah akan berkurang ketika tidak bisa dikonfirmasi dalam bentuk literasi. Perdebatan mengenai suatu topik pun menjadi sulit jika hanya mengandalkan referensi lisan.

Sebuah pesan dalam bahasa Latin juga begitu kuat:

Vox audita perit, littera scripta manet (Suara akan hilang, tapi tulisan akan selalu dikenang).

Banyak nilai filosofi masyarakat Aceh mengalir dan terbuang di warung kopi karena kuatnya budaya tutur yang tidak diimbangi budaya tulis.

Salah satu pesan yang kuat dari Benjamin Franklin menyangkut tentang menulis adalah:

Eitherwrite something worth reading or do something worth writing.

Sebuah penelitian Michael Skeide dari Max Planck Institute for Human Cognitive and Brains Sciences di Leipzig, Jerman, menyebutkan jaringan sel otak manusia terputus setiap hari. Namun, jaringan otak tersebut dapat diperbaharui & ditingkatkan dengan cara mudah, yaitu belajar membaca dan menulis. Bila mengisi Teka Teki Silang (TTS) disebutkan salah satu metode mencegah penyakit alzheimer.

Menulis memang bukan sekadar menggabungkan huruf demi huruf menjadi kata, lalu kata demi kata menjadi kalimat, dan kalimat demi kalimat menjadi paragraf. Bukan sekadar bekerja secara teknis untuk menghasilkan sebuah tulisan yang layak. Seperti kata Pramoedya, menulis memang bekerja untuk keabadian, meski abadi di tengah kefanaan dunia.

Masalah materi dalam menulis adalah sebuah keniscayaan. Sebuauh tulisan yang bergizi, sehat dan menyehatkan, berkilau dengan indahnya laksana berlian, tentu akan beharga sepanjang masa.[]


FAMe_05.jpg

FAMe_06.jpg

Photos by FAMe and Doc Akmal Elhanif

Badge_@ayi.png

Design by @jodipamungkas

DQmNuF3L71zzxAyJB7Lk37yBqjBRo2uafTAudFDLzsoRV5L.gif

Sort:  

Saya menulis karena Allah menulis bang @ayijufridar.

Terima kasih atas masukan Sista @mariskalubis yang luar biasa.

iya..iya...betu2 :)

wah kegiatannya semakin menarik nih :)

Saya menulis karena ingin terus merawat ingatan. Saya suka lupa soalnya :)

@ayijufridar

You know, I never quite thought about writing from this perspective. We write for immortality. Those were some deep words!
We write to preserve our names. Even where sounds are forgotten, writing lasts.
Writing indeed has lasted for as long as we can remember. It's the foundation on which current works on every field of life has been built

Nice write!

@penauthor