Fiction1: Diary Biru Naya
PAGI NAN CERAH, saat matahari menyapa dengan sinar keemasan. Sisa-sisa embun masih menempel di pucuk-pucuk daun dan mahkota bunga. Di bulan Novemver cuacana Taiwan benar-benar tidak bersahabat. Terkadang panas, dingin, dan juga hujan. Setelah mempersiapkan keperluan yang akan dibawa, Naya bergegas meninggalkan teman-temannya yang masih bermalas-malsan di kamar masing-masing.
“Amira, wait for me at Taipei Main Station! I am on the bus now.”
Karena sibuk bercakap-cakap di telepone, hingga tak sadar bus yang ditumpanginya telah sampai di station yang dituju. Hingga pak sopir berteriak mengingatkan “Tujuan Taipei Main Station telah sampai.”
Dengan tergesa Naya menyambar tas warna hitam di sampingnya. Tas yang didalamnya berisikan laptop, module, dan botol panas yang berisikan kopi, tak lupa juga terselip buku diary. Dibalut baju berwarna biru, dan hijab biru, dipadu celana hitam, membuat gadis berkaki jenjang tersebut semakin cantik. Dengan langkah ringan dan senyum mengembang, Naya menghampiri sahabatnya yang telah menunggu dan melambaikan tangan.
“Hai, Apa kabar, Nona cantik?” sambut Amira dengan memeluk hangat sahabatnya tersebut.
“Baik, Nona ayu,” sahut Naya dibarengi kerlingan mata menggoda.
Keduanya pun saling berpelukan erat, sebagai tanda kebersamaan yang sudah seperti kelurga. Kemudian keduanya berjalan bersama, menuju tempat kuliah, yang tidak jauh dari Taipei Station. Kampung halaman bagi para tenaga kerja Indonesia yang berada di Taiwan.
"Nay, semalam Mr. Dosen memberi tugas loh, pasti elu belum ngerjain kan?”
“Loh, kog elu gak ngomong sih, Ra. Kalau ada tugas?”
“Lah, gimana gue mau ngomong? Elu main matiin telepone begitu aja. Padahal waktu itu gue mau jelasin.”
“Ya udah, kalau begitu gue nyontek ya? Hehehe”
“Huh ... Kapan sih gue bisa bilang ‘gak’ sama elo?”
Dengan cekatan Naya membuka laptop hitam yang ia jinjing, tetapi seketika itu juga gadis tersebut berteriak histeris.
“Oh my God. My bag ...”
“What happened, Nay?” tanya Amira penasaran.
Dengan panik Naya terus memgaduk isi tas hitam tersebut, dan benar saja, barang-barang yang ia persiapkan dari rumah tidak dijumpainya. Botol kopi panas, module, dan laptop putih kesayangannya semua berganti dengan barang-barang yang Naya sendiri tidak tahu siapa pemiliknya.
“Owh ... I was so careless.”
Sepanjang kelas Naya hanya diam, dia terus merutuki kecerobohan yang telah ia lakukan. Bagaimana ia akan mengembalikan kebahagiaan keluarganya? Sedangkan untuk menjaga sebuah tas keperluannya sendiri Naya tidak mampu. Sambil termangu ia terus mencoba mengingat kembali, siapakah penumpang di dalam bus tadi yang juga membawa tas hitam. Tetapi semua sia-sia, Naya tidak dapat mengingat dengan pasti, karena tadi ia sibuk bercanda di telepone dengan Amira. Yang dia ingat tadi sempat ia menginjak kaki seseorang ketika hendak menggesakkan kartu bus ke mesin untuk membayar.
Waktu istirahat tiba, semua mahasiswa Sastra Inggris semester akhir ini bergegas untuk mengambil jatah pientang, ada juga yang mengambil air wudhu, untuk melakukan salat Dzuhur.
“Woi, bengong aja. Gak ngambil jatah lunch, Nay? Tanya Amira, sambil bersungut mengunyah makanan dalam mulut.
“Gak nafsu makam gue,” jawab Naya datar.
“Uda makan dulu! Nanti sama-sama kita cari siapa siempunya tas hitam itu. Siapa tahu ada alamat dan nama pemilik di dalamnya.”
Naya bergeming. Gadis itu kemudian bangkit seraya berpamitan, “Ra, gue ke toilet dulu.”
Amira yang tengah menyangga nasi kotak hanya menganga, matanya menatap punggung sahabatnya, yang kemudian hilang di sebuah belokan.
Setelah membereskan hijab, Naya bergeg meninggalkan ruangan istirahat, saat mata menangkap sekelebat bayangan, yang tadi sempat dilihatnya ketika di dalam bus.
“Mas, eh ..., Pak. Eh ..., Kakak. Wait a minute please!” teriak Naya terbata-bata.
Sosok lelaki yang dipanggilnya berhenti. Naya pun segera menghampirinya dengan berlari-lari kecil, ia tak mau kehilangan jejak pria tersebut.
“Anda memanggil saya?” tanya pria itu heran.
“Iya. I-y-a .... Maaf, Kak. Sepertinya tas hitam kita tertukar. Memang bentuknya persis, tetapi isinya berbeda,” jelas Naya dengan rasa takut, jikalau pria itu tiba-tiba murka.
“Jadi kamu pemilik buku diary itu?”
Naya seketika terbelalak. Mimik wajahnya tiba-tiba tak bersahabat. Tatapannya nanar, seperti menyimpan amarah.
“Kenapa dengan lancang Anda membuka diary itu?” tukasnya ketus.
“Maafkan saya sebelumnya, bukan saya bermaksud lancang. Tadi saya sempat syog, karena file materi bahan mengajar, semua ada di dalam laptop itu. Untuknya beberapa file masih ada yang tersimpan di memory handpone. Sehingga bisa digunakan penyelamat untuk mengajar. Saya pun mencari tahu siapa pemilik tas laptop tersebut. Yang saya temui hanya diary tersebut. Setelah saya tahu kamu merupakan salah satu mahasiswa di sini, pikiran saya tenang. Artinya tas beserta isinya masih aman dan pasti kembali lagi.”
Naya terdiam, gadis itu seolah tak ada keberanian untuk menatap wajah sososk lelaki tampan di hadapannya yang ternyata salah satu dosen di universitas tempat bersekolah. Saya kesal, bersalah, dan malu, berkecamuk di dalam benaknya. Ia nampak begitu dungu di hadapan seseorang yang telah membaca diary miliknya. Karena secara tidak langsung pria tersebut mengetahui tentang siapa Naya sebenarnya. Yang selama ini tak ada makhluk lain yang mengetahui.
“Maafkan saya, Pak.”
“Sudahlah. Mari ikut saya ke kantor, untuk mengambil tasmu.”
Jam istirahat telah usia, semua mahasiswa kembali masuk ke kelas masing-masing, untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Naya yang telah mendapatkan kembali tasnya sedikit lega. Setidaknya ia tidak begitu bodoh, karena kuliah tidak membawa apa pun. Beberapa mahasiswa tengah bercakap-cakap, tetapi suara mereka langsung diam serentak, seiring terdengarnya suara langkah sepatu mendekat. Dengan serempak mahasiswa menyapa dosen yang datang, “Good afternoon, Mr Cavin.”
“Good afternon everyone. How are you today?”
Kanaya menyenggol siku sahabatnya, sikapnya tiba-tiba gelisah dan salah tingkah. Ternyata pria yang tadi sempat membaca diary kesayangannya adalah dosen yang mengajarnya di semester sekarang. Dan itu membuatnya semakin tidak nyaman.
“Ra, emang dia dosen kita ya?”
“Iya, Naya. Dia Mr Cavin. Dosen mata kuliah Transleter lima.”
“Jadi dia dosen yang kemarin waktu pertama ngajar gue gak masuk kelas?”
“Iye, betul, Nona cantik. Emang kenapa ya?” tanya Amira penasaran.
Kanaya hanya bisa terdiam ia mengigit bibir. Reaksi apa yang harus ia tunjukan pada sang dosen yang telah menjadi korban kecerobohannya. Sedangkan di muka kelas, sorot mata tajam itu seolah menghujam di ulu hati yang paling dalam. Tatapan yang mengandung arti dan sejuta misteri yang sulit diterka, melebihi sulitnya ilmu kimia dan rumus mate-matika.
Posted from my blog with SteemPress : https://aksaradiallova.org/2018/07/13/diary-biru-naya/
nunggu diary selanjutnya 😄
Diary ungu...kris😅😅😅
Get More Upvote - FREE
steem.link/sbd
Get 0.1 Steem free on signup !
Wahhh cerita yang menarik.
Posted using Partiko Android
Terima kasih @coretan.aksara
Mash tahap belajar
Sama sama. Setiap kita harus terus belajar. Gk boleh berhenti belajar.
Posted using Partiko Android
Kenapa harus Naya, mengingatkan saya pada gadis jelita yang selalu memanggil "ayah" dengan mesranya. 😓😓
Karena Namanya Kanaya @masbudy
Jadi panggilannya Naya.
Diarynya Kecil, sekecil memory otakku utk menyimpan kenangan pahit.hehehe
Posted using Partiko Android
Kenangan pahit sebagai cambuk semangat mba..
Pasti mb@ ...Aq jg bgtu
Posted using Partiko Android
WARNING - The message you received from @mrglowz is a CONFIRMED SCAM!
DO NOT FOLLOW any instruction and DO NOT CLICK on any link in the comment!
For more information about this scam, read this post:
https://steemit.com/steemit/@arcange/anti-phishing-war-the-crooks-continue-their-bashing-campaign
If you find my work to protect you and the community valuable, please consider to upvote this warning or to vote for my witness.
Mantap nih...
Ditunggu kelanjutannya ya
Terima kasih Bang @tusroni...
Semoga bisa menyuguhkan lagi...
Alhamdulillah tasnya ketemu 🎒🤗
Terima kasih sdh berkenan baca Mba..
enak gaya ceritanya mengalir jadi ikut terarus bacanya
Terima kasih Mba @ranesa...
Atas apresiasinya
Ditunggu kelanjutannya Teh :)