Setenang Paulinho
Lelaki kekar itu tidak mendapatkan perlakuan baik dari berbagai kalangan ketika ia diperkenalkan sebagai pemain anyar FC Barcelona beberapa bulan silam. Semakin buruk ketika orang-orang tahu bahwa penjualan jersey atas namanya di hari perkenalan hanya laku satu. Hanya satu.
Tak pernah-pernah ada pemain belian Barcelona yang bernasib seburuk itu. Belum surut habis ini malu, terbongkar pula rahasia bahwa baju yang kabarnya laku satu itu pun sebenarnya tidak laku. Jersey itu diberikan gratis kepada penggemar tim sepakbola Catalan yang kebetulan tiba di perkenalannya. Sangat buruk.
Para Cules (fans FC Barcelona) tengah dirundung luka berat sebab Neymar yang dicintai malah memutuskan pergi ke tim kaya raya, PSG. Semua serba tiba-tiba. Dia telah dianggap seorang pahlawan di sana, namun malah meninggalkan jejak buruk di akhir masa.
Manajemen klub serta merta menjanjikan akan membeli Paulo Dybala dari Juventus sebagai penggantinya. Selain itu, Coutinho juga diiming-imingi akan mendarat di Camp Nou dari Liverpool, tim Britania Raya. Namun gayung tak bersambut, tali putus, timba jatuh ke laut. Dua pemain incaran gagal dibeli. Kegagalan tersebut lagi-lagi menjadi momok untuk menghina penandatanganan Paulinho. Media-media sosial berbasis bola membuat joke, Paulinho = Paulo Dybala+Cautinho.
Barangkali itu menjadi hari-hari yang membuat pemain asal Brazil itu tak enak tidur. Dia dianggap sebagai pembelian tak berguna klub. Jatuh semangat? Tentu saja bisa jadi dirasakannya.
Kekalahan beruntun dari rival abadi, Real Madrid di awal musim membuat para Cules banyak menuntut. Manajemen klub goyang, permainan tim kacau. Paulinho, lagi-lagi dia yang disorot. Untuk apa membeli pemain yang di Tottenham Hotspur saja tidak berkembang? Hijrah ke klub Guangzhou Evergrande, China. Pemain liga China? Hanya pemain buangan Eropa yang main di sana. Dan Barcelona sebagai klub papan atas dunia mau membelinya? Usianya juga sudah tak muda. Salah besar rasanya.
Mungkin juga Paulinho membaca kabar-kabar tersebut. Hatinya tak berhenti berdegub. Sebagian jiwanya kecut, sebagian lagi ia kumpulkan semangat yang cukup untuk membuat para pembencinya tutup mulut.
"Tutup mata, mulut dan telingamu, anak muda. Biarkan kakimu yang berbicara!"
Barangkali itu yang ia dikte ke hatinya.
Hari itu tiba. Paulinho dimainkan dua menit terakhir, sebagai cadangan menggantikan Iniesta. Permainannya tenang. Bermain hanya sebentar belum bisa membuat publik yakin pada apa yang ia tampilkan. Namun kemudian ia mulai beringas. Performa, gol dan assist-nya ketika Barcelona melawan Eibar dan Getafe mulai membuatnya dianggap benih bernas. Begitu cepat ia menunjukkan kualitasnya, begitu lekas ia berkata dengan penampilannya, "jangan pernah menganggap siapa pun sepele sebelum kau melihat apa yang dilakukan. Sebab terlalu menghina akan membuatmu malu melempar pujian. Pada hatimu sudah kagum tak alang kepalang!"
Postingan yang sangat memotivasi bg @gulistan..Good post..👍👍
Sepertinya pemikiran kita searah bg @gulistan , sama-sama membela barcelona namun tetap melihat sisi lain dari banyak pemain yang ada.
good post ...