Pengalaman Pahit Rekan Kerja Orang Sunda
Mereka sedang berdiskusi dengan anaknya
Ternyata bukan pilihan yang mudah, rasanya seperti menenggelamkan diri dalam laut lepas. Sepi dan sendiri, tapi tak kunjung mencapai dasar laut.
Tulisan ini bukan untuk kebencian terhadap suatu suku atau rasis. Tapi tulisan ini murni pengalaman penulis alami di tempat kerja dengan rekan kerja di dominasi orang orang sunda atau lebih tepatnya oknum dari daerah itu.
Dua tahun lalu aku memutuskan ke Malaysia untuk mencari pengalaman dan penghasilan ekonomi yang lebih daripada di negara asal dan wilayahku bahkan gajinya sangat snagat di bawah UMR, di tambah aku yang barus saja lulus dari perguruan tinggi.
Di Malaysia aku bekerja di bidang Hospitality perhotelan. Awalnya aku bekerja di Thistle Hotel Johor Bahru, sebuah hotel bintang lima yang punya banyak cabang di berbagai negara. Lebih dari 7 bulan di sana aku pindah ke hotel lainnya KSL Hotel juga juga di wilayah yang sama.
Karena aku tipikal orang ingin hidup bebas, sering kali berpindah pindah kerjaan sampai kemudian di tahun yang sama juga pindah ke Ibukota Malasysia yaitu Kuala Lumpur. Di sini pun aku bekerja di Pudu Plaza Hotel. Selang beberapa bulan di sana aju juga mengakhiri kerja karena pembayaran gaji lambat bida di hold sampai tanggal 10 tiap bulannya padahal normal gaji di Malaysia paling lambat tanggal 5-7 hari bulan.
Usai keluar di Hotel Pudu itu aku balik lagi ke Johor bahru untuk cari kerjaan baru. Hingga ketemu lah sebuah restoran melalui perantara temanku. Disinilah kisahnya dimulai.
Masuklah aku di Restoran Agus namanya. Sebuah restoran kerja sama antara orang Indonesia dan Cina Malaysia sebagai ownernya. Awalnya aku kurang suka kerja di restoran, tapi karena tak punya pilihan lain dari pada nganggur aku putuskan fight di restoran ini.
Pekerjanya di dominasi oleh orang sunda. Bahkan ketua restorannya pun di komandoi oleh mereka di semua cabangnya. Mungkin karena faktor sudah lama bekerja dan paham banyak hal mengenai seluk beluk restoran.
Dan mereka semua tenyata punya ikatan kekeluargaan satu dan lainnya, misalnya di bagian dapur abangnya, bagian counter sepupunya dan waiter anaknya. Jadi semuanya ada ikatan. Juga di cabang lain restoran juga begitu. Dengan keluarga sunda lainnya.
Hanya aku satu-satunya orang aceh yang bekerja disitu, sisanya orang madura dan Myanmar. Di awal masuk disana aku bekerja sebagai waiter sekaligus Counter kadang juga memegang kerjaan lainnya yang berat.
Dengan durasi kerja lebih dari 13 jam energi benar benar di kuras disini. Karena aku karyawan baru seringkali jadi objek perintah mereka. Di suruh ini itu padahal belum lagi menuntaskan satu kerjaan sedang dia dan anaknya tak melakukan apapun.
Pedih kali kehidupn disini sellau di fitnah di ceritakan Yang tak baik dengan bos tentang hal hal yang sama sekali tak dilakukan.
Pernah suatu waktu aku kebelet buang air karena perut sudah mules gak bisa di tahan, aku memutuskan ke toilet untuk buang air. Mereka langsung kecarian saya " mana Iwan, mana Iwan" teriakan mereka terdengar sampai ke ruangan toliet itu.
Ke esokan harinya datang si owner Cina dan tadi memanggil ku untuk berbicara 4 mata. Disana aku di marah marahin di tuduh ke toilet berlama lama berjam jam main hanphone di toilet. Pada tuduhan yang sama sekali ngawur.
Dengan dalih dia memantau melalui cctv. Aku terus membantahnya dan meminta bukti cctv yang ternyata tidak ada. Karena CCTV nya adalah geng mereka yang di percaya untuk menjadi sumber informasi.
Padahal aku pantau dengan jelas melalui jam yang di tanganku kurang dari 10 menit ke toilet saat itu. Ternyata laporan dari mereka sangat berlebihan dan mengada ada.
Tak sampai di situ. Di lain waktu aku di tugaskan untuk bergantian menjaga counter dengan anaknya ketua restoran yang sunda tadi. Bila dia sedang sibuk aku lah gantinya bila aku sibuk begitu juga sebaliknya.
Karena counter adalah berkaitan dengan keuangan dan pembayaran customer maka apabila ada kesalahan maka kitalah yang di carinya.
Namun anehnya bila ada jumlah uang yang kurang atau problem lainnya mereka akan mencari kambing hitam untuk menyalahkan orang lain yang jelas-jelas mereka pelakunya.
Seringkali aku di panggil dan di WhatsApp setiap ada soalan. Seiring berjalan waktu aku mulai menjauh dari counter dan keuangan karena si anak ketua tadi yang seringkali kuncinya di kantongin sama dia kemana dia pergi bahkan saat customer hendak bayar harus menunggu dia datang.
Aku kemudian lebih fokus pada waiter dan hantar orderan saja demi meminimalisir ketersinggungan dengan orang orang. Tetap juga permasalahan tak berakhir. Si bapak dan anaknya ini seringkali teriak teriak kasar memanggil untuk orderan segera di antar sedangkan kita sedang tengah melayani customer dan lainnya.
Di luar jam kerja pun kadang mereka masih membicarakan kita dengan bahasa mereka yang sedikit banyak kita bisa pahami.
Selalu saja ada masalah saban hari, dengan satu page ini mungkin tak cukup ruang untuk di ceritakan. Mungkin lain waktu aku akan ulas dengan tahapan-tahapan yang lebih detail lagi.
Disini benar benar Tanpa istirahat dalam tubuhku dan tanpa kedamaian dalam jiwaku, kepalaku akan meledak dalam semenit, tetapi aku mencoba bertahan.
Sekarang sudah setahun aku bekerja disini dengan segala ketidaknyamanan nya. Bahkan 2 bulan lalu aku sudah ajukan resign ke ownernya. Tapi masih juga di zalimi. Untuk resign aku di minta harus membayar dua ribu ringgit malaysia atau tujuh juta rupiah lebih.
Tapi demi sebuah kebebasan dan ketenangan pikiran aku tunaikna permitaannya. Di ujung tahun 2024 nantik aku akan kembali ke Indonesia dan kampung halamanku.
Muhammad Irwan
Mount, Austin Johor Bahru, 21 Oktober 2024