TAPAK TILAS GUNUNG SEULAWAH AGAM PART 1
"Orang-orang seperti kita tidak pantas mati ditempat tidur" (Soe Hok Gie)
Benar saja ucapan Soe Hok Gie,sampai-sampai aktivis tersebut tidur dalam ke abadian di Gunung Semeru.
dinginnya malam tak menyurutkan kami untuk memulai pendakian ke Puncak Seulawah Agam yang memiliki ketinggian 1.810 MDPL.
kami memulai perjalanan dari kota Lhokseumawe hari jumat 09 November 2018 tepat pukul 11.00 WIB saat itu. tim ini berangkat dengan dua puluh orang yang terdiri dari sepuluh orang pendaki cantik dan sisanya pendaki ganteng yang di beri nama Komunitas Anak Pecinta Alam Aceh (KAPAK ACEH) yang hampir semua anggotanya didominasi mahasiswa Fakultas Teknik. saya adalah pelengkap dari 19 orang menjadi 20 orang supaya komplit perjalan tim pada saat itu.
ini adalah perdana sekali saya mendaki Seulawah Agam, Bahkan sebelumnya saya tidak tahu kalo gunung ini ada jalur pendakiannya. rasa syukur dan terimakasih saya kepada KAPAK Aceh yang telah memberi kesempatan emas ini. dan saya bersyukur pada tuhan yang telah menjawab impian saya satu lagi atas kerinduan saya pada gunung.
perjalanan kali ini sebenarnya tidak mudah,mungkin semua kita tahu kalo bulan November merupakan bulan klimaknya musim hujan dan ini kurang cocok untuk pendakian. sepanjang perjalanan dari Kota Lhokseumawe menuju Saree, Aceh Besar tidak henti-hentinya diguyur hujan bahkan Sampai di pintu Rimba pukul delapan malam kita masih berbasah-basahan.
meski begitu, hujan tak bisa jadi alasan untuk menghambat rindu kami pada gunung, rindu kami pada alam dan rindu kami pada ciptaan tuhan.
sesampai di pintu rimba pukul 08.00 WIB kita diarahkan sama guide kami namanya biasa dipanggil Bang Tulen untuk segera menggelar tenda, karena kita akan bermalam disini untuk menyiapkan energi untuk segera memulai pendakian esok harinya.
disini kita disibukkan bagian tugas masing-masing ada yang menyiapkan makan malam, ada yang pasang tenda ada yang menyalakan api unggun. dan bagian ini saya salah satunya. ya, menyalakan api unggun di gunung memang sulit, sepanjang sejarah pendakian saya. menyalakan api unggun selalu bikin otak crowded. bagaimana tidak, disini kita bergelut dengan asap-asap plastik dan karet harap-harap apinya segera menyala.nyatanya napas pun terengah-engah meniup api yang tak kunjung nyala. Daki gunung memang bikin capek,tidak nyaman, harus menghadapi hal-hal seperti diatas tapi kenapa sih gunung selalu membuat orang rindu, justeru itulah istimewanya gunung dan hutan uang dan kekayaan tak lagi seberarti dikota, canda dan tawa juga tidak lagi sepura-pura di kota begitu juga persahabatan tidak lagi sepalsu dikota.
kata juang Astra jingga "puncak gunung itu seperti cita-cita saat kita memulai perjalanan kita harus berdoa sebelum melangkah, diperjalanan kita siapa diri kita yang sesungguhnya dalam perjalanan menuju puncak. dan misalkan kita gagal bukan berarti perjalanan kita sia-sia.kita belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik".
Besambung part 2
Oleh : Muhammad Irwan (Student entrepreneur, Traveler & Writer)