Polemik Pemondokan Remaja Aceh di Rumah Pejabat Eropa

in #story5 years ago

Pemindahan dua remaja Aceh yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Belanda di Residen Priangan, Jawa Barat menimbulkan polemik, hingga Snouck Hurgronje harus turun tangan.

Snouck Hurgronje mempertanyakan hal itu kepada Direktur Pengajaran, Ibadan dan Kerajinan Pemerintah Kolonial Belanda melalui suratnya dari Betawi tanggal 14 April 1905. Ia mempertanyakan apakah pemindahan Tuanku Ibrahim dan Teungku Pakèh ke rumah pemondokan berbangsa Eropa akan berguna? Ia meragukan hal itu.

taman sari jaman belande5.jpg
Taman Sari Kota Banda Aceh zaman kolonial Sumber

Snouck Hurgronje beranggapan bahwa pemindahan itu sebetulnya sama sekali tidak perlu, andaikan Direktur Sekolah Pendidikan telah memberikan lebih banyak bimbingan dan memberikan dukungan yang lebih kuat kepada guru pribumi Partadiredja dalam memenuhi tugasnya sebagai pendidik.

Satu bukti baru yang memperkuat pendapat tersebut ialah, kenyataan bahwa segera sesudah pemindahan para remaja tersebut kepada guru berbangsa Eropa, Tuan Maassen, para pengiring bersuku Aceh yang selalu mempersulit dan menghalangi tugas para pendidik, sebagian dikirim kembali ke Aceh, sebagian lagi telah dipisahkan dari kedua remaja itu.

Guru pribumi Partadiredja sejak semula selalu mengeluh tentang pekerjaannya yang dipersulit oleh para pelayan yang tidak berguna untuk apa pun. Berdasarkan hal ini, seharusnya kata Snouck Hurgronje sudah sejak lama perlu diambil tindakan. Karena tindakan itu, Tuan Maassen sejak semula dibebaskan dari perjuangan sehari-hari melawan pengaruh-pengaruh yang merugikan dan yang tidak dapat dinetralisasi. Terhadap pengaruh ini, Partadiredja selama hampir dua tahun disuruh melakukan perjuangan yang melelahkan dan sia-sia.

Keputusan mengenai pemindahan itu rupanya telah diadakan oleh Residen Priangan, setelah meminta izin kepada Gubernur Aceh. Adapun Gubernur Aceh tidak menahan izinnya untuk usul-usul seperti itu. Sebab, ia akan sulit menilai keadaan setempat di Bandung secara lebih baik dari pada residen. Namun, residen itu sebenarnya memang tidak banyak atau sama sekali tidak ada hubungannya dengan para remaja pribumi yang sedang dididik di Bandung. Maka, ia terpaksa menuruti apa yang oleh Direktur Sekolah Pendidikan digambarkan sebagai sesuatu yang perlu. Sebaliknya, residen tersebut dalam hal ini sekali-sekali dapat meminta nasihat Inspektur Pengajaran Pribumi. Namun, pejabat ini pun biasanya, seperti juga Direktur Sekolah, tidak dapat menilai mengenai para remaja yang datang dari luar Jawa, cara pendidikan mana yang paling diinginkan bagi orang-orang tertentu sehubungan dengan masa lampau dan kira-kira berhubungan dengan masa depannya.

Contoh-contoh seperti tindakan-tindakan tak berguna yang dahulu pernah dilakukan untuk pendidikan para putra Sultan Riau, serta usul yang diajukan oleh Residen Priangan setelah bermusyawarah dengan Inspektur Pengajaran Pribumi agar diadakan pendidikan atau biaya pemerintah bagi seorang putra mendiang tokoh buangan Banjarmasin, Hidayat, menunjukkan kurangnya prinsip dan esprit de suite (pemikiran yang terarah).

taman depan mesjid raya jaman belande.jpg
Taman depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh tempo dulu Sumber

Snouck Hurgronje menyarankan seharusnya orang yang ditunjuk dari pihak pemerintah menjabat fungsi wali terhadap para remaja yang dididik jauh dari kampung halamannya. Wali itu menetapkan, bagaimana dan di mana para remaja itu harus dipondokkan? Dengan cara apa pendidikannya di rumah akan dibimbing? Singkatnya, segala sesuatu yang biasanya ditetapkan oleh orangtua dan wali, yaitu jika mereka menitipkan anak-anak mereka kepada guru yang menetap di tempat lain. Tanpa itu, setiap kali orang akan mengalami kekecewaan seperti yang terjadi pada para putra Sultan Riau; untuk mereka telah dibelanjakan banyak uang tanpa ada gunanya, baik oleh ayah mereka maupun oleh Pemerintah Pusat. Hal ini sebetulnya hanya disebabkan tidak ada seorang pun yang memegang pimpinan pokok.

Karena dahulu Gubernur Aceh meminta perantaraan Snouck Hurgronje untuk mengurus pendidikan Tuanku Ibrahim dan Teungku Pakeh, dan karena semua tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk kepentingan itu telah dijalankan atas nasihatnya, maka Snouck Hurgronje menganggap bahwa pimpinan selanjutnya untuk urusan ini, sama juga diserahkan kepadanya.

Snouck Hurgronje mengaku sangat terkejut oleh fakta yang disampaikan kepadanya hanya oleh guru pribumi Partadiredja, yaitu mengenai pemindahan para remaja tersebut. Snouck Hurgronje juga menancam menghentikan campur tangannya dengan urusan tersebut, kecuali kalau Pemerintah Pusat menugaskannya untuk pengawasan atas pendidikan para remaja yang berasal dari daerah luar Jawa, yang untuk menerima pengajaran itu, Pemerintah Pusat, atau dengan bantuan pihaknya, menempatkan mereka di Bandung.

“Tentu saja, sementara itu, saya, bersama para pembesar pengajaran dan, jika perlu, bersama dengan Residen Priangan pula, akan bermusyawarah. Dan andaikan perlu, kepada kepala pemerintah keresidenan diperintahkan agar membantu saya dalam pelaksanaan tindakan yang dianggap perlu. Andaikan Pemerintah Pusat menyatakan bahwa ada pengaturan lain yang lebih berguna, maka pertama-tama hendaknya direkomendasikan kepada pihaknya agar pimpinan atas urusan yang sangat penting ini diletakkan dalam satu tangan. Jelasnya, dalam tangan seseorang yang akan mampu membawa pendidikan, dalam arti kata yang lebih luas, dari para putra kepala pribumi ke arah yang diinginkan. Sementara itu, hendaknya diperhitungkan beberapa ciri khas dari daerah asal mereka,” tulis Snouck Hurgronje.