Guru Orang Ketiga Setelah Ayah dan Ibu

Tanggal 2 mei 2018 terlewati beberapa hari, namun momentum peringatan hari pendidikan nasional masih terasa, lebih-lebih yang berprofesi di bidang pendidikan.

Regulasi yang di keluarkan oleh lembaga pendidikan tak pernah berhenti, namun bukan sebuah jaminan meningkatnya hasil dan mutu yang di capai oleh dunia pendidikan.
Kian hari dunia pendidikan seakan kehilangan jati diri, sungguh berbeda dengan penerapan pendidikan masa lalu. Dulu tak pernah ada seorang guru yang harus mendekam dalam penjara karena di adukan oleh orang tua siswa, dulu guru sangat dihormati oleh muridnya, bahkan sampai hayatnya masih ada rasa hormat dari muridnya.
Lalu bagaimana dengan kondisi saat ini. Kini banyak guru yang harus berurusan dengan pihak berwajib hanya karena menjewer kuping siswanya yang nakal atau membandel. Kemudian rasa hormat siswa sangat naif kepada gurunya, di saat ia masih berstatus muridnya. Bisa di bayangkan jikalau ia sudah menjadi mantan murid. Rasa hormat dan takzim sama sekali tak ada lagi. Beginilah hasil lulusan sekarang akibat penyesuaian regulasi sesuai dengan perkembangan jaman.
Kemudian disisi lain gurupun kadangkala tak siap dengan situasi yang ada saat ini, kelemahan tersebut bisa jadi faktor status mungkin salah satu. Beban administrasi yang begitu banyak menjadikan guru tak efetif dalam menjalankan tugasnya. Bila dikondisikan sistim pendidikan memang kita ingin kembali seperti yang dilu. Dengan guru sederhana, tetapi menghasilkan kualitas lulusan yang mendunia. Lulusan yang penuh dengan pengetahuan, terisi dengan akhlak yang mulia, yang menempatkan gurunya pada sisi yang seharusnya.