Pidie, Asal Kupiah Meukutop Aceh
Melihat warnanya saja sudah tak asing lagi dengan ciri khas daerah paling ujung barat Indonesia. Setiap saat diselenggarakannya festival dan hari kebesaran daerah Kupiah (topi) khas Aceh yang terkenal karena dipakai oleh dua pahlawan Nasional Indonesia, yaitu Teuku Umar dan Panglima Polem adalah lambang pakaian kebesaran Aceh, orang-orang menyebutnya Kupiah Meukutop.
Dari mana asal usul nama tersebut, hasil penulusaran Cerita Pidie, di Desa Tungkop, Kecamatan Indra Jaya, Kabupaten Pidie, dimana satu-satunya daerah yang paling terkenal penghasil kerajinan tangan yang mendistribusikan Kupiah tersebut keseluruah Indonesia, mengatakan asal usulnya bernama Kupiah Tungkop, hal itu karena penutup kepala khas Aceh tersebut diambil dari nama Desa (Gampong) pengrajin atau pembuat Kupiah tersebut yaitu Tungkop.
Seiring perkembangan masa dan waktu, namanya berubah menjadi Kupiah Meukutop, siapa dan mengapa nama tersebut ada masih menjadi tanda tanya semua. Tapi perlu diketahui Kupiah Tungkop atau Meukutop adalah kupiah yang dipakai oleh para Umara (raja) dan para bangsawan Aceh sejak dulu kala.
Foto : Zian Mustaqin
Rumah adat Aceh tersebut berdiri tegak berhimpitan, dilihat sekilas seperti saling menjaga, lokasinya berada di Gampong Rawa Tungkop, Kemukiman Garot Tungkop, Kecamatan Indra Jaya, Kabupaten Pidie, Aceh. Dibawahnya beberapa wanita dengan berbagai usia duduk diatas alas yang dibuat khusus. Mulut mereka saling bercakap, sesekali mereka tertawa tapi tangan mereka terus bergerak merajut kain yang berwarna warni ala Bob Marley.
Mereka adalah kelompok kerajinan tangan Tungkop Indah, sebuah kelompok kerajinan tangan membuat Kupiah Tungkop atau sekarang ini, dinamai dengan Kupiah Meukutop, beranggotakan 50 personil, kelompok tersebut merupakan distributor Kupiah Tungkop untuk seluruh Aceh yang sering dipakai juga diluar Aceh pada acara-acara resmi.
Ketua kelompok tungkop indah, Fatmawati, kepada Cerita Pidie, mengatakan sebenarnya kupiah tersebut memiliki nama Kupiah Tungkop, sesuai dengan tempat pembuatannya sejak dulu di Aceh, dia mengaku tidak tahu asal namanya berbah menjadi Meukutop, yang sering disebut oleh orang-orang dewasa ini.
Foto : Zian Mustaqin
“Namanya bukan Meukutop pak, ini namanya Kupiah (penutup kepala) Tungkop, karena asalnya dari sini, nama Desa kami. Saya tidak tahu darimana asal menjadi Meukutop,” Terang wanita berumur 55 tahun tersebut.
Dia mengaku sudah menjadi pengrajin sejak kecil, hal itu dikarenakan kerajinan tangan kupiah tungkop sudah menjadi pekerjaan sehari-hari warga disitu. “Rata-rata disini warga khsusnya wanita, bisa membuat kupiah ini pak, karena ini kerjaan sudah seperti turun temurun, jika ada waktu luang kita disini merajut kupiah, apalagi yang sudah berumur, saban hari mengerjakan ini, tentunya setelah melakukan pekerjaan wajib mereka dirumah,” Jelas Fatmawati.
Untuk pembuatannya, memerlukan waktu yang lama hingga 15 hari, dalam pembuatannya juga bertahap-tahap sehingga membentuk beberapa kelompok, diantaranya kelompok Keumarang atau pembentukan dasar, kelompok Peukap atau pembentukan setengah jadi dan kelompok Boh Daloen atau pembentukan sampai jadi, rinci Fatma kepada Cerita Pidie.
Seorang pengrajin merajut Kupiah Tungkop di Gampong Rawa Tungkop, Kecamatan Indra Jaya, Kabupaten Pidie. Kupiah Tungkop tersebut dihargai Rp. 200 ribu - Rp 400 riu per unitnya. Foto/Zian Mustaqin
Sementara itu, dia mengungkapkan mendistribusikannya kepada pemilik-pemilik souvenir yang berada di semua Kabupaten dan Kota yang ada di Aceh. selain itu, dia juga mengaku ada juga pemilik souvenir yang mengatakan pesanan mereka untuk dijual keluar daerah, bahkan ada juga sejumlah TKI asal Aceh yang memesan untuk dibawa keluar negeri.
Dia mengaku kelompoknya tidak ada souvenir khusus pendistribusian, biasanya orang yang membutuhkan kupiah dan kerajinan tangan lain langsung datang ketempat mereka. Untuk Kupiah Tungkop, biasanya sekali pengambilan sebanyak 15 sampai 20 unit, sedangkan untuk perkupiahnya dihargai sebesar Rp. 200 ribu untuk segala ukuran, jelasnya lagi.
Dia mengungkapkan, kerajinan tangan milik kelompoknya merupakan yang sering dipakai dan diminati oleh Pemerintah Aceh dan Pidie, setiap ada festival baik dalam ataupun luar Aceh, pemerintah selalu menggunakan kerajinan tangan milik mereka. Terkadang Fatma mengaku heran, dia sangat jarang melihat warga menggunakan Kupiah Tungkop, tetapi pemesanan barang tersebut tidak pernah berhenti dipasaran.
“Kupiah Tungkop kami sering dipakai oleh Pemerintah jika ada pameran dan festival, biasanya pemesanan palinga banyak saat adanya acara baik didalam daerah dan luar daerah. Saya heran, saya jarang melihat orang Aceh pakai kupiah tersebut, tapi pesanannya selalu ada,” Pungkasnya.
Kami berharap Pemerintah Pidie dan Aceh dapat mengembangkan dan mempertahankan adat istiadat Aceh, khususnya lagi kerajinan tangan khas Aceh. Selain untuk menambah perekonomian pengrajin, mejaga jati diri Aceh merupakan hal yang utama, harapnya.
Penulis dan Foto : Zian Mustaqin
Posted from my blog with SteemPress : http://ceritapidie.com/pidie-asal-kupiah-meukutop-aceh/
Halo @jeulamei, postinganmu semakin bagus! Garuda telah memberi penghargaan dengan voting 100 %. Gunakan tag indonesia dan garudakita untuk memudahkan Garuda menemukan tulisanmu.Tetap menghadirkan konten kreatif ya, Steem On!