Televisi Sebagai Catatan Harian Kehidupan Manusia Modern

in #indonesia6 years ago

image

Saya ingin menceritakan bagaimana TV (Televisi) menjadi semacam buku harian kehidupan manusia modern.Buku yang ditulis dengan sangat terang benderang, hingga menyebabkan orang tertahan rasa ingin tahunya, sebelum mereka menonton TV. Dengan kata lain, TV telah menjadi magnet yang cukup kuat untuk melakukan berbagai proganda kepada seluruh lapisan masyarakat. Untuk tidak dikatakan bodoh atau tidak gaul, orang harus melihat dan menanti setiap informasi yang ditawarkan oleh TV. Sehingga kehidupan manusia tidak lengkap, jika belum ada TV dalam sendi lingkungan yang dia diami. Orang bangun pagi, lalu minum kopi, lalu mendengar berita dan sampai dia terus tidur kembali, orang harus dan wajib untuk menonton TV. Pertanyaannya adalah bagaimana nasib kita yang tidak menonton TV. Apakah kita kekurangan informasi atau tidak maju atau bahkan dikatakan kolot alias ketinggalan zaman.

image

Postingan ini pada gilirannya bukan ingin memberikan sebuah peringatan akan dampak TV, namun ingin mengajak pembaca untuk melakukan tamasya intelektual, apakah kita perlu menanti setiap informasi dari TV atau jangan-jangan kita sedang mempertuhankan TV. Bayangkan, jika anda tidak nonton TV, apakah hidup anda tidak pernah berwarna. TV dengan demikian telah menjadi bagian dari budaya masyarakat. TV kemudian juga menjadi anutan yang harus ditingkatkan intensitas dampaknya. Orang belum dikatakan terkenal, jika belum memasukkan diri mereka dalam kotak TV. Perangkat demi perangkat harus disiapkan dan mental juga harus dilatih, bagi siapa saja yang ingin masuk ke kotak ini.
Dalam hal seperti kekalutan ini, orang dipaksa saraf dan emosi mereka untuk terkenal melalui kotak ajaib tersebut. Sebab dengan masuk TV, orang sudah dikenal dan akan mudah sekali untuk meningkatkan materi. Demikian pula sebaliknya, orang juga akan menjadi takut dan bersalah, jika kesalahannya sudah dimasukkan ke dalam TV. Orang yang sudah bertahun-tahun terkenal dalam sebuah komunitas, bisa hilang wibawa dan kharismanya, jika salah satu kesalahannya dipublikasikan melalui TV. Orang yang tidak pernah ingin masuk TV dan hidup secara bersahaja, juga bisa menjadi orang penting jika sudah masuk TV. Demikian kuatnya magnet TV, hingga tidak ada yang sanggup melawan kepentingan dunia per-TV-an.

Orang yang punya uang banyak juga sibuk bagaimana mencari cara untuk memiliki TV sendiri. Sebab, dia bisa mengontrol isu dan masalah yang sedang berkembang di tengah masyarakat. Orang yang sudah mampu menguasai media cetak, juga tidak sanggup menahan diri untuk tidak memiliki stasiun TV. Makanya, orang yang tidak punya pengaruh, biasanya akan berkawan, baik itu melalui uang atau cara apapun, untuk bisa mempengaruhi sang Pemilik TV. Lebih dari itu, memberikan satu kekuatan yang cukup kuat untuk membuat orang yang mengelolanya menjadi cukup penting di kancah kehidupan sosial, ekonomi, agama, politik, dan budaya. Orang yang memiliki TV adalah pemilik satu bangsa atau Negara.
Bahkan, negara yang memiliki TV juga harus menyiarkan berita mereka ke negara lain, sebagai bagian dari propaganda atau sosialisasi nilai-nilai yang dikembangkan oleh negara tersebut. Orang yang berada dibelahan dunia lain, juga ‘dipaksa’ untuk melihat dan memikirkan berita di negara lain. Akhirnya, kepanikan global juga bisa disebabkan oleh propaganda TV. Bahkan TV juga bisa dijadikan sebagai bagian dari perang urat syaraf masing-masing Negara untuk membenarkan tindakan-tindakan bangsanya terhadap bangsa lain. TV juga bisa menjadi saksi kekejaman bangsa lain kepada bangsa lain, untuk kita saksikan. Akhirnya, TV juga bisa memproduksi kemarahan yang meledak, hingga kita harus turun ke jalan untuk melakukan protes. TV juga bisa menjadi semacam virus mematikan bagi siapa saja di dunia ini yang dikatakan sebagai musuh bersama. Demikianlah TV menjadi semacam kekuatan baru yang bisa menggilas dan menginjak siapa saja yang hendak menontonnya.

image

TV juga bisa menjadi penyebab perang dan berhentinya satu peperangan. TV juga bisa menjadi penyebab rusaknya rumah tangga beberapa individu. TV juga bisa menjadi sebab retaknya nilai-nilai kebangsaan yang dirajut oleh satu negara. TV juga bisa menjadi sebab matinya nilai-nilai kepahlawanan bagi satu kelompok masyarakat. TV juga bisa menjadi sebab runtuhnya moral dengan kebebasan yang ditawarkan oleh TV. Tetapi kadang kala, TV juga bisa melakukan hal-hal sebaliknya, seperti yang sudah disebutkan.

Berangkat dari kenyataan di atas, maka perlu satu cara atau pendidikan bagaimana melihat TV sebagai bagian kepentingan pribadi, kelompok, dan negara. Artinya, untuk menonton TV diperlukan satu perangkat yang cukup sehat untuk menyaring setiap informasi yang ditawarkan oleh TV.Misalnya, satu acara agama, bisa saja iklannya tentang hal yang tidak dianjurkan oleh agama.

image

TV kita anggap sebagai teks, walaupun dia adalah visual (gambar). TV kita jadikan sebagai objek, bukan subjek dalam kehidupan kita. Kita berhak untuk tidak menonton TV, namun kita belum punya kekuatan dalam pikiran kita untuk menonton TV. Sebab, tingkat pendidikan masyarakat belum sama tarafnya, dalam menilai dan mengamati satu produksi tontonan yang diperlihatkan oleh TV. Makanya, sinetron diperuntukkan untuk orang yang sibuk mencari tahu bagaimana nasib aktor utama dan ujung kehidupan yang jahat. Kita dipaksa untuk duduk setiap jam menanti bagaimana akhir sebuah cerita. Walaupun cerita dibalik layar adalah para pemain tetap sebagai manusia biasa yang ada nafsu dan akal pikiran serta hati nurani. Aktor dipaksakan karena uang untuk berbuat sesuatu yang seolah-olah bukan diri mereka.

Demikian pula, jika masyarakatnya suka pada tema-tema agama, maka aktor dipaksakan atas nama penghasilan, untuk berpenampilan secara agamis dalam sinetron tersebut. Namun, dia belum tentu berpenampilan agamis jika dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula, seorang kawan dipaksakan bermusuhan dengan orang lain, dalam sebuah talkshow demi sebuah isu yang sedang berkembang dalam masyarakat. Mereka dipaksakan berdebat atas nama kebebasan berpendapat. Setelah itu, mereka mendapat bayaran atas acara tersebut dan kembali ke rumah dengan mobil mewah mereka. Sedangkan penonton dipaksakan untuk menganalisa sendiri hasil talkshow tersebut. Belum lagi acara reality show yang membuat pening kepala penonton, dimana gossip dan fitnah adalah komoditi yang paling baik untuk disuguhkan kepada penonton. Berita yang ‘didengarkan’ menjadi berita yang ‘nyata’ jika sudah diulas dalam acara gossip. Berita yang hanya ‘satu centi meter’ menjadi ‘ satukilometer’ jika sudah masuk ke dalam acara gosip. Rumah tangga yang hanya retak sedikit, menjadi patah kerena sudah dimasukan ke dalam acara gosip. Yang paling untung adalah para pembuat berita ini, pengacara, dan si pembawa acara gosip ini. Sebab mereka akan membawa informasi yang bersifat gosip kepada masyarakat. Bahkan, di luar negeri, acara gosip sudah dipandu oleh ahli-ahli gosip dari media cetak. Setiap ada acara gosip, wajah mereka tampil seperti pengulas acara sepak bola. Mereka memberikan panduan kepada penonton, bagaimana melihat si artis yang sudah menjadi objek gosip.

image

Artinya, sekali lagi, TV harus dilihat sebagai buku yang dibaca atau lebih tepat, TV harus dipandang sebagai sebuah ensiklopedi, dimana ada entri-entri yang harus dibaca secara perlahan-lahan dan dipelajari secara seksama. Untuk tidak mengatakan pendidikan menonton TV, rasionalisasi dari visualisasi TV yang boleh jadi dapat dianggap sebagai visual antropologi, sebuah disiplin ilmu yang mengupas hal-hal yang bersifat visual dari kacamata antropologi.

Sebab, laju arus modernisasi telah mewajibkan manusia untuk siap berpacu dengan kemajuan teknologi dalam bidang informasi. Sejauh ini, informasi yang didapatkan memang sudah beralih dari informasi baca dan dengar menjadi informasi visual. Karena itu, jika dulu perang disiarkan melalui radio, sekarang perang dapat disajikan dengan gambar visual, lengkap dengan wajah korban, bom yang berterbangan, manusia yang lari pontang panting. Dulu orang diaduk-aduk saraf dan emosi mereka melalui suara pembaca berita, sekarang informasi perang bisa dilengkapi dengan berbagai informasi jumlah korban dan wajah mereka, para serdadu yang ketakutan, pesan pemimpin perang kepada penduduk bangsa mereka. Semua menjadi sebuah ‘keindahan tersendiri’ ketika menonton perang di TV. Para pakar bisa mengomentari dengan gamblang dengan latar meriam dan bom yang meledak. Untuk tidak mengatakan berlebihan, TV juga harus disandingkan dengan internet, dimana manusia di seluruh dunia bisa melihat sendiri bagaimana perang ini disajikan. Mereka yang bisa meliput perang, bahkan dihadiahi berbagai penghargaan, atas keberanian mereka menghadirkan gambar perang di rumah tangga. Mereka yang pandai dalam bahasa, juga dihadiahi berbagai pujian, karena bisa memutar balikkan fakta dan bahasa untuk mengaduk-aduk pemirsa. Inilah kekuatan TV dalam sebuah peperangan.

Coin Marketplace

STEEM 0.27
TRX 0.11
JST 0.031
BTC 67731.65
ETH 3780.34
USDT 1.00
SBD 3.51