Tiga Kali Tanpa Orang Tercinta

in #story7 years ago (edited)

image
[ Ucapan selamat dari keluarga di Yogyakarta. Foto: @kemul ]


Merupakan bagian Paling bahagia dan juga mungkin paling haru, yang saya rangkum dalam @kitablempap kali ini. Tulisan ini semata untuk memonumentasikan sebuah perasaan dari cerita yang belum hilang dari ingatan. Agar kelak ia pun tidak mudah terlupakan.

Sebelum cerita ini saya tulis, ada baiknya saya ucapkan terimakasih kepada yang telah menyampaikan kata selamat dan doa kesuksesan, baik secara langsung maupun lewat teknologi penghubung, pada wisuda saya yang ketiga kalinya ini.

Ya, ini adalah ketiga kalinya saya memakai daster wisuda dan toga hitam. Pertama sekali menggunakan seragam seperti ini adalah saat wisuda Diploma 3 Program Studi Desain Komunikasi Visual konsentrasi ilmu periklanan pada tahun 2007, di kampus Politeknik Seni (Poliseni) Yogyakarta.

Seragam bertoga yang kedua saya gunakan pada saat menyelesaikan kuliah Srata 1 pada kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Program Studi Desain Komunikasi Visual, yaitu pada tahun 2014, setelah kuliah hampir tujuh tahun. Terbilang lama memang, apalagi untuk kasus kuliah lanjutan (dari D 3), karena pada saat itu, saya kuliah sambil bekerja mencari uang. Terbilang sebanyak tiga kali saya mengambil cuti berselang seling, karena tidak mampu melakukan pembayaran.

Sedangkan seragam bertoga yang ketiga adalah yang saya gunakan kali ini, yaitu dalam rangka mendapatkan gelar Magister Seni bidang Pengkajian Desain Komunikasi Visual, setelah menjalani perkuliahan selama kurang lebih tiga tahun di kampus Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Kuliah ini juga terbilang berat, bukan karena proses perkuliahannya, tapi karena biayanya yang mahal. Apalagi saya kuliah dengan biaya mandiri.

image
[ Berfoto bersama keluarga di Yogyakarta. Foto: @kemul ]

Tidak banyak yang tahu memang, bahwa dalam menempuh pendidikan pada bidang Desain Komunikasi Visual ini, saya bahkan tidak memiliki peralatan tempur sama sekali. Orang-orang mungkin akan bertanya, bagaimana mungkin saya bisa kuliah pada bidang ini tanpa memiliki komputer ataupun kamera yang menjadi kebutuhan vitalnya. Karena pun yang pertama ditanya ketika hendak masuk jurusan ini adalah memiliki peralatan-peralatan tersebut. Tapi bukankah pertanyaan tersebut sudah tidak penting sekarang? Karena saya sudah tiga kali diwisuda pada bidang ini.

Memang, untuk sampai ke tahap ini tidak begitu mudah, butuh banyak keringat, pikiran dan juga ketabahan. Berbagai kisah pun telah lahir dari perjalanan ini, yang mungkin itu akan saya ceritakan juga dalam @kitablempap suatu saat. Saya juga akan menuliskan, bahwa sebuah semangat, seberanian dan juga jiwa persaudaraan tidak bisa dibendung oleh kekuatan apapun.

Singkatnya, diwisuda untuk yang ketiga kalinya ini, saya masih tetap tanpa didampingi oleh orang tua atau pun keluarga terdekat. Bukan apa-apa, tidak ditemani keluarga inti seperti kebanyakan wisudawan dan wisudawati lainnya itu tentu saja dengan kuatnya alasan, karena selain orang tua perempuan (saya panggil Mak) saya tinggal sendiri, karena Abu telah lama meninggal, juga karena kondisi fisik dan ekonomi yang tidak memungkinkan untuk beliau ikut menemani saya di kota pendidikan ini.

Saya tidak mungkin mengeluh, apalagi harus meratapi itu dengan tangisan. Ini memang bukan keluhan atau kesedihan, dalam kamus @lempap pun anda tidak akan menemui kata-kata berkasta rendah tersebut. Soal menemani wisuda, jika pun orang tua atau saudara ingin datang, saya pasti akan melarangnya dengan bermacam godaan manis. Mungkin bagi orang lain ini terlihat menyedihkan, tapi tidak bagi saya yang dari sejak dari Abu meninggal sudah terbiasa bertarung sendiri, termasuk dalam hal ekonomi dan bidang pendidikan.

Abu meninggal persis pada saat saya masih berada di Sekolah Dasar pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), dan hampir tidak meninggalkan harta benda apapun, selain rumah dan beberapa petak tanah yang tidak habis dijual untuk membiayai pengobatannya di rumah sakit. Namun kami beruntung, bahwa keluarga kami sangat kompak, saling mendukung dan menghargai satu sama lain. Termasuk menghargai pilihan saya untuk hijrah ke Yogyakarta mengejar cita-cita menjadi seorang seniman.

Sejak kecil, saya adalah yang paling dekat dengan ibu, karena saat kecil saya terbiasa sakit-sakitan. Jiwa seni yang melekat pada saya kemungkinan besar berasal dari kedekatan saya pada sang Ibu. Maka jangan heran pula, jika saya juga mewarisi jiwa koki, karena terbiasa di dapur menemani beliau meracik bumbu.

image
[ Berfoto bersama Mak saya di Aceh. Difoto oleh seorang kawan pada 2015 ]

Dalam tradisi keluarga, terbilang hanya saya yang tidak mendalami ilmu agama hingga ke jenjang meyakinkan, selain abang saya yang sok mafia dan lama di Malaysia itu, yang Sekolah Dasar pun tidak ditamatkannya. Namun mendingan, walaupun demikian, saya pernah berada di Pesantren selama lebih kurang satu setengah tahun, sebelum akhirnya memilih hengkang.

Melanjutkan pendidikan formal hingga ke Yogyakarta adalah suatu kenekatan dan juga sebuah usaha penebusan, atas hengkangnya saya dari bangku Pesantren, apalagi bila sukses berjuang hingga mendapatkan gelar Magister, pasti akan lebih meyakinkan, bahwa saya tidak main-main dalam menentukan pilihan, walaupun harus berjuang keras di kampung orang.

Persoalan intelektual itu memang lain cerita, karena ia tidak bisa diwakili oleh toga. Pun intelektual bukanlah tentang apa yang kita dapatkan, namun apa yang kita berikan untuk orang lain. Di sinilah pentingnya membangun ideologi belajar, karena tanpa itu, kita hanya makhluk dungu, yang kuliah hanya untuk fashion show. Maka jika Jogja merekamnya, telah saya ciptakan beberapa terobosan untuk membangun ideologi belajar itu. Salah satunya adalah Gerakan Surah Buku (GSB).

image
[ Ekspresi kebahagiaan. Foto: @kemul ]

Akhirnya, walaupun keluarga inti saya tidak bisa hadir di hari wisuda dan hari pelepasan, karena terkendala berbagai hambatan, namun saya tidak serta merta dibuat sedih oleh Tuhan, karena telah dikirimkan puluhan keluarga lainnya untuk ikut menemani dan ikut merayakan.

Apalagi, di hari tersebut saya juga mendapatkan seikat bunga istimewa, dari @asmaulhusnaarif terkasih dan tersayang, seorang wanita idaman yang ingin segera saya persunting, yang juga berharap bisa berada paling dekat dan ikut berfoto bersama saya di hari bahagia ini, walaupun pada kenyataannya hanya bisa menitipkan seikat bunga untuk yang kedua kalinya, melalui orang yang sama pula, yaitu melalui Lola Shintya, sahabat dekatnya.

image
[ Berfoto bersama keluarga di Yogyakarta. Foto: @kemul ]

Sungguh, saya ingin berjanji, bahwa jika saya diizinkan menggunakan toga sekali lagi, saya akan hadirkan orang-orang tercinta saya itu untuk berada di samping kiri dan kanan saya, menikmati detik demi detik senyum sumringah saya, dan semoga saya dan mereka panjang umurnya.! Aamiin!

image
[ Mewakili calon wisudawan dan orang tuanya, menyampaikan kritik, saran dan salam perpisahan pada pengelola kampus Pascasarja ISI Yogyakarta di hari pelepasan. Foto diambil oleh Gigih Alfajar Novra Wulanda, seorang sahabat yang juga wisudawan ]

Sort:  

lon tuan harus lon comment peu teuma?!
Perang kita belum usai..! Anda memilih ikut bertempur atau menjadi penonton?! Aku rasa @kitablempap ngak goyang buat jadi pemain.. Mari pulang.. marilah pulang..!! :)

Hhhhhh..selamat menunggu wisuda bro @misbahjuli, semua dari kita sedang memainkan perangnya masing-masing..he

Hhhh..Trimakasih @cakudin..salam kopi hitam!!

MasyaAllah, saya gak pernah tau seberat ini perjuangan bg lempap. Inspirasi buat saya agar nekat ambil pilihan saat ini.
Barakallah bg atas wisuda nya.

Ini bukan perjuangan yang berat @astinaria, namun hanya proses biasa. Karena tuhan tidak memberi ujian melebihi dari kesanggupan kita. Maka selagi sanggup, bergeraklah. Trimakasih atas ucapannya ya..salam bahagia selalu.

Selamat @kitablempap
Segera persunting itu wanita, jangan sampai wisuda selanjutnya dia kirim undangan pesta utk kau.

Hhhhhh..Trimakasih bang @rezaacoi, siyyaap!!!..he

Kali ini cerita presiden lempap pun jadi mengharukan. Inspirasi untuk kita semua. Sukses presiden lempap

Trimakasih rakan @winansar, sukses dan semangat selalu ya..aamin.

Sebuah kisah perjalanan hidup yang bisa dicontoh oleh yang lain. Cita-cita itu sepenuhnya milik kita bukan orang lain.
Selamat atas gelar masternya, dan segera lamar gadis idamannya...hehhe

Aamiin..Trimakasih bang @yoesrizalrusli, siyyaap!!.he

Mak abg cantik. eh :D selamat atas wisuda yang ketiga kalinya. Terharu bacanya

Luar biasa sekali mas perjuangannya, salut saya..
Dulu sempet juga kepikiran buat masuk DKV ISI, eh tapi malah nyasar ke kampus lain hehe...
Sukses terus karir kedepannya ya mas!

Trimakasih mas @centrofauzi. Oh begitu. Tuhan mamang lbh tahu apa yg kita butuhkan mas. Sukses juga ya..amin.

persembahkan hasil karya itu untuk mereka aja kang.. salam kenal

Siyap.! Semuanya memang untuk mereka kang, salam kenal juga.