My Superhero
Sinopsis
Rendra mulai merasa mencintai Karina, pegawainya sendiri setelah keduanya menghabisi malam yang panas. Masalahnya, Karina berbeda. Ia hanya merespon baik perlakuan Rendra dikala ia mabuk. Apakah perasaan Karina akan berubah? Atau justru sebaliknya?
Cinta Satu Malam (I)
BAB 1 - CINTA SATU MALAM
“Hah! Apa yang terjadi!” gumam Karina dalam hati.
Sepertinya jantung Karina sudah bersiap untuk melompat, setelah sadar bahwa tubuhnya hanya terbalut selimut berwarna hitam yang membingkai ranjang besar itu. Diraba tubuhnya sendiri seraya memastikan jika memang tidak ada sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya dari balik selimut.
Tubuhnya tiba-tiba gemetar setelah melihat seorang pria sedang tertelap tidur di sampingnya dengan bertelanjang dada.
“Apa yang sudah kulakukan?!” geram Karina pada dirinya sendiri.
Karina mengangkat selimut yang menutupi tubuh bagian bawah pria itu. Dia ingin memastikan apa yang sedang bergulir di pikirannya.
“Oh, shitt!” Jerit Karina dalam hati.
Pria di sampingnya juga tertidur dengan nafas teratur tanpa busana, layaknya bayi yang baru saja di lahirkan ke dunia.
Kisah one night stand ini dimulai setelah makan malam bersama kliennya selesai. Harusnya perjamuan itu berakhir setelah makan malam. Menurut rencana yang sudah dibuatnya juga, Karina harusnya mengantarkan kliennya menuju hotel tempat kliennya menginap selama berada di Jakarta, lalu dia akan pulang kerumah kontrakkannya di daerah Cikini.
Tapi rencana itu hanya menjadi sebuah rencana semata tanpa ada realita. Demi membuat klien dari perusahaannya senang, Karina setuju untuk ikut pergi minum bersama setelah makan malam. Kontrak ratusan juta yang akan segera datang tidak bisa disia-siakan begitu saja. Ini klien besar yang siap bekerja sama untuk memasarkan produk kosmetik perusahaannya ke luar negeri, jadi tidak boleh ada cela, apalagi membuat kecewa. Belum lagi, karena bos besar dari perusahaanya juga ikut dalam acara perjamuan itu, sudah pasti Karina tidak bisa menolaknya.
“Kita minum sebentar saja,” bisik si bos saat itu.
Karina mengangguk setuju tanpa bisa beralasan apapun lagi.
Dengan mobil Alphard berwarna silver, mereka pergi menuju salah satu bar yang berada di kawasan Kuningan. Klien asal Amerika yang katanya harus kembali ke negaranya esok hari tampak bersemangat menghabiskan malam terakhir di Indonesia.
“I like this place,” kata si bos kepada kliennya.
“It must be nice,” kata klien asal Amerika itu menanggapi.
Karina yang terkenal mampu berbicara dalam banyak bahasa memang acap kali dibawa untuk membantu menemani beberapa klien penting dari luar negeri. Selain karena wajahnya yang cantik dan sikapnya yang ramah, Karina juga mampu menempatkan diri dalam situasi apapun sehingga tak ayal jika dia di jadikan andalan di dalam timnya.
Sebuah lift yang berjalan cukup lambat membawa mereka bertiga menuju lantai dua puluh tiga gedung Tugu di Kuningan. Karina langsung mendekati seorang pelayan wanita yang mendatanginya dengan senyum sopan.
“Selamat datang. Untuk berapa orang?” sapa wanita itu pada Karina.
“Tiga orang. Saya minta meja di luar ya. Smoking room.”
“Baik, Bu. Silakan,”
Karina mempersilahkan klien dan bos nya untuk mengikuti langkahnya, sedangkan Karina sendiri mengikuti langkah wanita itu.
Karina sudah mencari tahu sebelumnya jika kliennya adalah perokok aktif, karenanya dia meminta meja yang bisa di gunakan sebagai tempat merokok.
Pemandangan kota Jakarta di malam hari membuat suasana malam makin menarik. Tapi sosok lain juga berhasil mencuri perhatian Karina malam itu. Rendra, pemilik perusahaan Group Belle Cosmetic yang terkenal angkuh ternyata mampu tertawa geli mendengar lelucon kuno yang dia lontarkan dengan asal.
“True friends don’t judge each other. They judge other people… together,” kata Karina ketika mereka bertiga sedang membahas soal persahabatan.
“I agree on that,” ucap Rendra sambil tertawa geli.
“And true friend didn't eat each other, they eat other people… together,” timpa klien asal Amerika itu sambil ikut tertawa.
Sorotan mata Rendra yang terus mengikuti setiap gerak gerik Karina, membuat banyak tanda tanya di hati Karina. Dia senang sekaligus risih dengan tatapan yang sulit diartikan itu. Tetapi Karina hanya bisa tersenyum semanis mungkin menanggapinya. Jabatan mereka yang terlampau jauh mengurungkan niatnya untuk bertanya apalagi memaksa.
Sebotol red wine dari tahun 2012 dengan namanya yang panjang dan sulit diucapkan dipesan untuk menghangatkan acara berbincang di malam tanpa purnama. Tidak ada bulan maupun bintang yang bisa terlihat dengan mata telanjang dari bar yang terletak di bagian roof top gedung itu. Tetapi entah karena obrolannya yang menarik atau memang karena suasana malam yang luar biasa, sebotol wine ternyata masih kurang untuk mengiringi malam yang panjang.
“Pesankan satu botol lagi,” kata Rendra menyuruh Karina untuk memesan satu botol wine lagi ketika botol wine sebelumnya sudah habis.
“Baik, Pak,” jawab Karina, sigap.
Sayangnya, minuman alkohol tidak terlalu berteman baik dengan Karina. Karina bisa berubah di luar kendali jika minum terlalu banyak. Hasratnya tiba-tiba bisa meledak setelah menenggak minuman berfermentasi yang di jual dengan harga mahal itu. Hormon wanita dewasa yang merindukan belaian dan kasih sayang akan muncul ke permukaan tanpa permisi, dan mulai menggoda laki-laki dengan senyum manjanya.
“Rumah kamu di mana?” tanya Rendra pada Karina setelah selesai mengantarkan klien mereka kembali ke hotel.
“Di hatimu,” kata Karina manja.
Rendra tertawa geli melihat kelakuan salah satu karyawan di perusahaannya itu. Matanya masih tidak bisa lepas dari senyum manis yang membingkai bibir wanita itu. Rendra juga merasa sudah terpenjara dalam mata Karina yang bulat menggoda.
“Kita pergi ke tempatku saja, ya,” bisik Rendra pada Karina yang duduk di sebelahnya.
Sopir yang membawa mobil milik perusahaan Rendra itu melirik pada kaca spion sebentar, sebelum dia kembali mengamati jalanan Jakarta yang sudah mulai sepi.
“Hmm... apa yang akan kita lakukan di tempatmu?” tanya Karina setengah sadar.
“Apa saja,” kata Rendra berbisik di telinga Karina.
Sengaja Rendra menurunkan volume suaranya agar sopir itu tidak mendengar ucapannya.
“Contohnya?”
Rendra mengaitkan tangannya di pinggang Karina lalu menarik tubuh wanita itu agar lebih dekat dengan tubuhnya. Dikecupnya bibir bagian bawah milik Karina.
“Seperti ini,” kata Rendra setelah mencium bibir Karina yang kemerahan.
Karina mendorong tubuh Rendra perlahan. “Kamu pikir aku wanita seperti apa?”
“Memang kau wanita seperti apa?”
Karina tersenyum manis. “Wanita yang akan membuatmu tergila-gila.”
“Oh ya? Aku meragukan itu. Aku bukan orang yang mudah jatuh hati pada wanita, apalagi sampai tergila-gila.”
“Itu karena kamu belum tahu pesonaku.”
Sambil tertatih, Rendra membawa Karina menuju apartemennya. Sebenarnya dia bisa saja menyuruh sekretarisnya untuk mencari tahu di mana Karina tinggal atau mungkin melihat alamat rumah Karina dari kartu tanda penduduk yang dibawanya. Tapi, Rendra mengabaikan semua kemungkinan itu dan memutuskan untuk membawa wanita itu ke apartemennya.
Rasa sepi yang menggelayuti batinnya seakan memudar setelah melihat senyum itu. Dia tidak ingin rasa sepi itu kembali lagi saat membiarkan wanita itu pulang ke rumahnya. Rendra ingin menghabiskan malam ini dengan menyimpan kenangan dari senyum itu sebanyak-banyaknya. Malam ini akan ia habiskan untuk menikmati senyum indah itu. Hingga kelak, jika wanita itu kembali ke rumahnya, maka sisa kenangannya masih bersisa di dalam sukma.
Mata Karina terasa berkunang-kunang. Penglihatannya kabur tetapi rasa haus terasa jelas di tenggorokannyaa.
“Aku haus,” kata Karina pada Rendra yang sedang membantunya duduk di atas kursi yang berada di dapurnya.
Dibukanya tutup botol air mineral dengan kualitas tinggi itu oleh Rendra.
“Ini,” kata Rendra seraya memberikan botol air minum yang terbuat dari kaca.
Karina menarik lengan Rendra setelah menghilangkan dahaganya dengan setengah botol air mineral yang Rendra berikan sebelumnya. Sambil terhuyung, Karina mencoba berdiri dari duduknya dan menghadap Rendra yang sedang mengamatinya. Karina melingkarkan tangannya ke pundak Rendra yang jauh lebih tinggi darinya. Rendra merangkul pinggang Karina yang mungil, mendekatkan tubuh wanita dengan tinggi 160 senti itu ke dalam pelukannya.
“Boleh aku menciummu?” bisik Karina.
Rendra tersenyum kecil. Dia langsung mencium bibir Karina tanpa menjawab pertanyaan wanita itu. Bibir mereka saling mengecup dan tangan mereka saling merangkul satu sama lain.
Karina melepaskan ciumannya. Meski mabuk, Karina masih bisa berpikir bahwa tidak selayaknya dia mencium pemilik tempatnya bekerja itu. Tapi Rendra masih ingin mengecap bibir itu lagi. Dia tidak ingin menyudahinya sampai di sini saja.
“Rasanya ini tidak benar,” kata Karina yang masih setengah tersadar.
“Tidak usah pikirkan soal benar dan salah. Kita hanya perlu menikmati malam ini,” kata Rendra sambil mencoba mencium bibir Karina lagi.
Karina tidak bisa menghindari bibir Rendra yang terus mengecupnya dengan mesra. Kemudian Rendra melepaskan ciumannya. Tangannya mengangkat tubuh Karina dan mendudukkanya di atas meja makan. Tinggi mereka yang tampak sejajar membuat wajah Karina yang cantik tampak lebih jelas di matanya. Deru nafas Rendra membuat bulu kuduk di tengkuk Karina berdiri. Mereka saling berpandangan dengan pikiran yang tersimpan.
Tangan Rendra yang halus terasa nyaman saat mengelus pipi Karina yang mulus. Karina terbuai dengan sentuhan Rendra yang mesra. Didaratkannya lagi sebuah ciuman di bibir Karina yang tebal di bagian bawah tetapi tipis di bagian atasnya. Rendra melumat bibir Karina seperti coklat yang lama-lama meleleh di mulutnya.
“Aku ingin tidur denganmu,” bisik Rendra lembut di telinga Karina.
Sejenak Karina terdiam, mencerna kalimat Rendra dengan kesadarannya yang belum sempurna.
“Tidur?”
Rendra tersenyum kecil. “Aku ingin bercinta denganmu.”
Karina mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha melihat wajah Rendra lebih jelas lagi.
“Aku belum pernah melakukannya.”
“Benarkah?!” tanya Rendra sedikit terkejut.
Anggukan Karina menjawab pertanyaan Rendra.
“It’s ok. Santai aja. Kita akan melakukannya dengan lembut,” rayu Rendra sambil mengusap paha Karina. “Bagaimana, boleh aku melakukannya?” pinta Rendra
Karina mengangguk sambil mengedipkan matanya tanda setuju sekaligus memancing penasaran. “Pertanyaannya, apakah kamu mampu?”
Rendra membuka kancing kemejanya bagian atas. Seperti balita yang baru di ajarkan ibunya, tangan Karina mengikuti tangan Rendra yang sedang membuka kancing kemejanya.
Dibukanya satu persatu kancing kemeja milik Rendra. Dada Rendra yang bidang menggoda batin Karina. Ini dada sungguhan, bukan hanya sekadar khayalan dalam impian yang biasa dibayangkannya setiap malam. Ditaruhnya dengan asal kemeja berwarna biru milik Rendra itu. Rendra menarik rok yang di pakai Karina hingga paha putih Karina terlihat jelas di bawah cahaya lampu yang menyinari meja makan itu. Dengan langkah pasti, Rendra menggendong wanita bertubuh kecil itu dan berjalan ke kamarnya di lantai dua.
Sesekali Karina mengecup kembali bibir Rendra sambil memainkan tangannya di poni rambut Rendra yang menutupi hampir seluruh keningnya. Direbahkannya Karina di atas ranjang king size rancangan dari Italia itu. Dengan lembut, Rendra menyingkirkan helaian rambut Karina yang menutupi wajah. Rambut Karina yang panjang menutupi bantal yang terbuat dari bulu angsa.
Dikecupnya lagi bibir Karina dengan cepat. Rendra tidak ingin membuang waktu percuma. Rendra tidak perduli dan ingin menjadi serakah malam ini. Dia tidak hanya ingin menikmati senyum wanita itu, dia juga ingin menikmati bibirnya, tubuhnya dan memiliki wanita itu seutuhnya.
Rendra memainkan bibirnya di leher Karina beberapa lama. Mengecup wanita itu sambil memeluknya dengan erat. Karina ingin menikmati semuanya tanpa berpikir apa yang harus dilakukannya. Semuanya berjalan begitu saja walaupun Karina tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Dia hanya mengikuti dan menikmati setiap kecupan yang didaratkan bibir Rendra ke tubuhnya.
Sambil memberikan senyum yang penuh hasrat, tangan Rendra mulai menyentuh dada Karina dan berniat membuka kancing kemeja milik wanita itu. Karina menahan jemari Rendra yang sudah menyentuh kancing bajunya.
“Jangan…” kata Karina pelan. Tapi tak yakin jika itu memang kehendaknya. Karena ia malah membiarkan Rendra menguakkan pakaiannya lebih lebar.
Sejenak Karina masih ragu, untuk tetap melanjutkan atau menyudahinya sampai di saat itu saja. Dia tidak mampu mengendalikan tubuhnya sendiri. Nurani dan hasratnya tidak mau berjalan seiringan. Mereka tidak selaras seperti biasanya. Pengaruh alkohol telah membuat tubuh dan nuraninya jadi berseberangan. Dia merasa sudah berusaha untuk menolak tapi tubuhnya tidak juga bergerak, bahkan untuk satu inci pun. Tubuhnya menikmati pengalaman pertama itu tanpa perduli dengan sang nurani yang ingin pergi.
“Nggak apa-apa” kata Rendra sembari memberikan senyum yang menawan.
Wajah Rendra yang tampan, dibingkai dengan senyum yang menawan, berhasil mengaburkan akal pikiran Karina. Rendra meraih tangan Karina yang telah menahan keinginannya. Diciumnya jari jemari Karina dengan hangat.
“Aku ingin menikmati malam ini bersamamu,” kata Rendra, merayu Karina yang mulai ragu.
Tanpa gentar, Rendra mencobanya lagi. Kembali tangannya menyentuh dada Karina dan mencoba membuka kancing kemeja berwarna putih dengan aksen berwarna hitam di bagian kerahnya. Karina yang masih terpaku pada ketampanan Rendra, tidak sadar jika kancing kemejanya sudah mulai dibuka.
Hawa dingin yang menyergap dada Karina saat kemejanya terbuka, membuat bius yang Rendra tebarkan terhempas tiba-tiba. Karina menutupi dadanya yang terbuka dengan tangannya. Dia merasa malu sekaligus menginginkan. Tidak pernah ada laki-laki yang melihat tubuhnya sampai seperti ini.
Karina mulai gelisah saat Rendra menatap tubuhnya yang tersembunyi di balik kemeja kerjanya. Tapi lalu Rendra meraih lagi tangan Karina yang masih tidak lepas menutupi tubuhnya sendiri.
“Nggak usah malu. Tubuhmu, secantik wajahmu,” rayu Rendra lagi.
“Aku tidak malu,” jawab Karina menantang,”Hanya meyakinkan diriku bahwa kamu adalah lelaki yang tepat.”
Terpaksa Rendra harus memutar otaknya supaya kemesraan yang ingin dikecapnya tetap berjalan sesuai dengan keinginannya dan tidak berakhir hanya dengan sia-sia belaka. Dikecup lagi bibir Karina oleh Rendra dengan sedikit membabi buta agar wanita itu sibuk membalasnya. Rendra tidak ingin ditolak. Bagaimana pun caranya, dia ingin menyelesaikan apa yang sudah dimulainya. Sikap malu-malu tapi membalas yang Karina tunjukkan, justru membuat gairahnya makin tinggi. Dia semakin ingin memiliki wanita yang mengaku belum pernah tersentuh lelaki itu.
Disingkirkan tangan Karina yang masih menutupi tubuh bagian atasnya. Tetapi Karina tidak lantas mengikuti perintah tanpa kata-kata itu. Kemudian Rendra mengambil jalan lain dengan terus menerus mengecup bibir Karina tanpa henti agar wanita itu terlupa pada dunia. Hingga wanita itu tidak lagi merasa ragu apalagi mampu menolaknya. Saat pikiran Karina teralihkan pada ciuman bos yang juga pemilik dari perusahaan tempatnya bekerja, tangan Rendra melancarkan keahliannya dengan menyingkirkan halangan yang menghambat aksinya. Dan Karina, kemudian menyerah saat Rendra melucuti semua pakaiannya.
Setelah puas menyentuh dan mengecup setiap sudut tubuh Karina dengan rapat, Rendra kembali menatap mata Karina yang masih setengah sadar. Dia ingin segera melanjutkan hasratnya. Dia berniat mengembalikan kata-kata Karina yang dengan percaya diri mengatakan dapat membuatnya tergila-gila.
Tidak ada wanita yang sanggup membuatku tergila-gila, pikir Rendra dalam hati.
Sekarang Rendra, yang ingin membuat wanita itu tergila-gila pada kehebatannya. Dia ingin membuat Karina mengingat malam ini sebagai malam spesial yang tidak akan terlupa. Tetapi sekali lagi Karina mencoba menolaknya. Dirapatkan kedua belah kakinya, kala kulit Rendra sudah melebur dengan kulitnya.
“Percayalah, kamu akan sangat menikmatinya,” bisik Rendra di telinga Karina.
Karina menggeleng perlahan “Tapi aku….” kata-katanya tidak sesuai keinginan hatinya. Ia balas mencengkeram lengan Rendra dengan penuh hasrat. Dalam hatinya ia juga ingin menunjukkan bahwa ia wanita yang layak dimiliki Rendra.
“Nggak ada yang perlu ditakuti,” jawab Rendra, pantang menyerah.
Sebuah senyum kembali diberikan Rendra pada Karina yang menampakkan rasa takutnya di wajah dan bukan hanya di bibirnya. Rendra mengusap lembut kening Karina yang berkerut, mencoba mencairkan rasa takut yang sedang membeku di batinnya.
“Tenang saja,” kata Rendra sembari terus mengusap lembut kening Karina.
Setelah dirasanya Karina sudah lebih tenang, Rendra kembali melanjutkan niatnya. Dia tidak mau malam ini jadi kegagalan yang harus dikenangnya di hari kemudian. Harga dirinya dipertaruhkan jika karyawannya ini berani menolaknya. Kali ini Rendra menggenggam erat lengan Karina, dia sudah bersiap jikalau Karina melakukan penolakan lagi padanya.
Napas Rendra naik turun menikmati malam yang sudah lama tidak rengkuhnya. Eskpresi cemas Karina perlahan memudar, berganti menjadi menikmati irama tubuh Rendra. Rendra melakukannya dengan lembut, lalu menghentak, lalu lembut kembali, sampai Karina terhanyut dan terbawa dalam pusaran gairah.
“Aku akan membuatmu mengenang malam ini,” kata Rendra, sambil membelai mesra wanita di hadapannya, yang sebentar melenguh, sebentar mendesah, sebentar menahan pekikan, berbaur dalam hasrat memuncak.
“Lanjutkan…” desah Karina di antara deru napasnya. Kalimatnya meracau. “Teruskan… Jangan berhenti…. Aku siap….”
Rendra menghapus peluh Karina yang menumpuk di kening dengan lengannya yang perkasa. Karina hanya bisa diam, memandangi Rendra yang memberikannya senyum penuh bangga.
“Kamu bukan hanya angkuh!” Karina mengerang sambil memejamkan mata. “Tapi juga egois!” tangan Karina mendekap tubuh Rendra lebih kencang.
“Dan aku tidak perlu minta maaf untuk itu, kan?” tanya Rendra pada wanita yang melekat erat pada tubuhnya. “Karena kamu menyukainya.”
Berdua mereka mendaki puncak hasrat, saling mengejar dan memacu. Karina balas memagut, balas mencengkeram, balas merengkuh. Menjadi lawan yang seimbang bagi harimau yang lapar.
Keduanya melebur dalam hentakan irama yang selaras, hingga akhirnya lahar itu pecah meluap dari kawahnya. Dan keduanya seperti terdampar bersama di tempat yang tenang, indah dan hangat.
Karina mengerjapkan matanya perlahan, mencoba mengembalikan kesadarannya yang masih pergi entah kemana. Dia masih berada di ambang pertanyaan, apakah yang sudah terjadi ini hanya ada dalam mimpi malamnya atau memang benar terjadi. Karina mencoba melepaskan tanganya dari genggaman Rendra yang kuat. Perlahan dia menyentuh wajah pria yang berada tepat di hadapannya untuk memastikan bahwa pria ini memang benar-benar sudah merenggut kehormatan yang telah dijaganya selama ini.
Dengan lembut, Rendra mengecup tangan Karina yang sedang menelusuri wajah hingga ke bibirnya.
“Terima kasih,” bisik Rendra, sembari mengecup kening Karina. “Selamat mimpi indah.”
Didekapnya wanita itu dengan kehangatan tubuhnya hingga Karina tertidur tanpa disadarinya. Rendra merasa terpuaskan malam itu. Dia berhasil menuntaskan hasrat dan memenuhi keinginanya. Untuk sementara, dia tidak ingin memikirkan hal lain lagi. Tubuhnya yang kelelahan memaksanya untuk ikut lelap dalam tidur yang nyaman, sembari memeluk tubuh wanita yang menemani malamnya.
The force is with you! You got a 11.88% upvote from @steemyoda courtesy of @mrsimple!
Congratulations @mrsimple! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Congratulations @mrsimple! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!