Dan Puluhan Kilo Jambu Madu Berulat
Apakabar rekan steemians?
Edited by Canva
SAYA sudah dua hari tanpa menyapa semua makhluk di kebun kecil. Setelah selesai mengantar anak-anak sekolah, saya membeli dua bungkus nasi. Ada adik ipar dan suaminya yang berencana berangkat pulang hari ini. Pukul sembilan pagi, mereka berangkat. Setelah ,emhamtar hingga ke jalan utama, saya langsung balik arah. Lalu meneruskan rencana awal.
Setelah memberi makan ayam dan menyiram cabai-cabai, saya baru beralih ke pohon jambu madu yang sedang berbuah. Cukup lebat. Sampai-sampai dahannya menyentuh tanah. Masalahnya tidak seringan itu. Masalah terberat adalah, cukup banyak buah yang masih muda jatuh. Tergeletak di sekitaran batang.
Melihat kondisi ini, saya pun segera mengumpulkan buah busuk itu. Saya tempatkan di satu tempat. Bertumpuk. Seandainya kita timbang, mungkin saja ada puluhan kilogram. Tapi ada daya, semua sudah begitu adanya. berbuah, jatuh milik tanah. Sebagian dimakan burung, atau kalong di malam hari. Sedihnya.
Sejauh ini belum ada solusi yang jitu. Buah-buah yang lebat itu pun harus jatuh lebih cepat. Sedangkan sebagian lainnya dalam kondisi tidak sehat. Kulitnya sudah mulai menguning. Pertanda sudah mulai berpenghuni. Ada ulat kecil di dalamnya. Kondisi ini tentu sangat menyedihkan. Sejauh ini belum ada penanganan yang tepat. Yang baru saya lakukan adalah membuat perangkap buah.
Sepertinya, cara ini belum efektif. Harus ada pola lain yang harus dilakukan, agar buahnya tidak mudah rontok. Saya sendiri sadar, untuk membuat jambu madu ini berukuran seperti yang beredar di pasar, harus kontinyue perawatan. "Lebih kurang seperti merawat bayi juga..," Begitu aksioma saya kepada para pecinta jambu yang punya koleksi tanaman ini di pekarangan rumah nya.
Saya juga belum punya pengalaman untuk hal ini. Belum punya ilmu merawat tanaman jambu madu. Pasti ada cara untuk membuat jambu-jambu ini bermutu. Bukan sekadar berbuah lebat. Namun, buahnya juga besar-besar. Mengingat itu, saya berencana mencari informasinya di youtube. Atau kemungkinan mencari mereka yang berpengalaman dalam mengurus hal begini.
Sebenarnya ini menjadi masalah serius bagi petani buah. Mereka sudah pasti punya solusi itu hal begini. Karena saya hanya penggemar tani, tentu belum punya solusi tepat. Sekarang saya masih memperbanyak jambu buah dengan cara cangkok. Sejauh ini sudah ada lima batang yang mulai tumbuh bagus.
Karena sudah jadwal jemput anak pulang sekolah, saya pun menuntaskan semua urusan di sini. Saya sudah cukup senang, banyak tumpukan jambu busuk yang bakal menjadi pupuk. Rencananya, tumpukan jambu ini akan timbun dengan tanah humus, agar dia cepat membusuk. Selesai menjemput anak-anak, saya bergegas ke Bank Aceh di Ulee Kareng.
Saat berangkat saya melihat jam sudah pukul 12.36 Wib. Tanpa menunggu lagi, saya langsung ke sana. Tidak banyak antrian di ruang tunggu. Setelah mengambil nomor antrian, mengisi slip penarikan. Sejurus kemudian, tabungan berpindah tangan.
Sebelum pulang, saya singgah di kios penjual sandal. Milik seorang teman. Saya sudah lama tidak ke sini. Awalnya, saya tak ada rencana. Tadi, saat melintasi jalan ke Bank Aceh, saya lihat dia ada di kios. Sedang serius ngobrol dengan temannya. Setelah pulang, baru saya singgah. Lalu membeli sandal serta satu sepatu. Ini bukan sepatu bermerek. Tapi, karena sepatu ini bakal sering dibawa ke tempat becek, maka dibeli yang tanpa merek.
Setelah azan Zuhur berkumandang, baru saya pulang. Menunaikan shalat dan menikmati makan siang. Tanpa jeda istirahat, saya langsung menyiapkan bahan-nbahan untuk dikirim ke redaktur yang sudah sejak pagi meminta dikirim laporan. Sebelum pukul 14.20 Wib semua tuntas. Sebab, lima menit ke depan, kami harus segera berangkat lagi. Mengantar les ke Beurawe.
Saya pun menunggu mereka pulang le satu jam lagi. Saya memilih ke Sentra Kupi Lambhuk. Di warung ini sudah ada rekan kerja yang menunggu. Satu jam membahas banyak hal. Karena sudah jadwal jemputan, akhirnya kami berpisah setelah menyelesaikan semua transaksinya. Cuaca cukup mendung. Khawatir kebasahan, kami pun bergegas pulang, tanpa singgah di mana pun.
Baru saat tiba di Masjid Al Mukhlisin, Mireuek -- tempat biasanya Ghazi dan Gulfam -- mengaji. Kami mampir ke sini. Menunaikan shalat Ashar. Melihat cuaca yang nyaris gerimis, kami langsung pulang. Alhamdulillah, hujan tidak turun sampai malam tiba. Terima kasih sudah membaca postingan ini.
Sayang sekali ya jambunya banyak yang rontok dan busuk. Mudah-mudahan segera ada solusinya supaya hasilnya bisa dinikmati dengan maksimal. Tanaman yang lain aman kan?
Jadi ingat pohon Jambu madu yang saya titipkan di rumah adik di Ketapang, hanya bertahan hidup kurang dari 10 tahun, sempat beberapa kali panen memuaskan tetapi kemudian meranggas mati, meski sudah dirawat semaksimal mungkin. sepertinya Jambu memang salah satu tanaman yang mudah rontok cuma karena angin sedikit kencang dan paling diminati lalat buah karena dagingnya empuk dan manis.
Benar, dalam kondisi hujan, angin dan cuaca buruk lainnya, praktis dia memang bikin busuk... Semoga ke depan akan ada solusi yang membahagiakan...
Buah jambu air memang primadona bagi burung, kalong, ulat dan lalat buah. Usaha untuk meningkatkan produktivitas buah dilakukan. Namun, Tuhan terlalu adil membagi buah yang di rawat dengan makhluk lain untuk menikmati buah jambu air.
Ucapan "bersedekah" memang patut disandarkan. Semoga, masih diberikan nikmat yang berlipat. Aamiin✨🔥
Benar, barangkali itu sudah hukum alam ya, sehingga ketika musim buah, semua makhluk akan mandapat jatah masing-masing. Terima kasih sudah singgah di postingan ini...