Lauk Pauk Bakoy Hingga Hujan Awet di Akhir Pekan
Assalamualaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh
Edited by Canva
The Diary Game
23 November 2024
23 November 2024
PAGI tiba basah. Malamnya hujan terus mengguyur. Alhamdulillah sebelum pagi datang, dia berhenti. Sehingga mengantar anak sekolah tidak merepotkan. Selesai ritual pagi, saya segera mencari tempat untuk melimpirkan diri bersama secangkir teh panas. Lokasi kali ini lebih dekat dengan sekolah anak. Atlanta Premium Cafe.
Dari penabalan nama, sepertinya sang pemilik pecinta salah satu klub Serie A. Pasalnya, di sana ada klub bernama Atlanta. Tapi entahlah, benar atau tidak belum ada jawabannya. Saya fokus pada tugas-tugas pribadi yang belum kelar. Bukan semata-mata menikmati seduhan teh. Tentu saja, sambil kerja. Sambil nyelam minum air, kata orang.
Mengingat ada tugas lain, saya bertahan di sini hampir dua jam lebih. Tidak menunggu jadwal pulang sekolah. Baru pukul 11.30 saya menjemput si bungsu pulang sekolah. Sebelum tiba di rumah, ibunya memberi kabar untuk ke Bakoy. Membeli lauk pauk untuk makan siang.
"Kenapa kita beli ke Bakoy, mamak tidak bisa masak ya," celoteh Gulfam.
"Mamak banyak kerjaan. Banyak kain yang harus digosok," saya memberi penjelasan.
Tiba di Rumah Makan Rujak U Groh Bakoy suasana belum padat. Cuma ada beberapa pengunjung yang senang menunggu pesanan. Seorang koki sedang serius memisahkan daging dan sayur dalam gulai kambing. Saya pesan satu porsi cue, ayam goreng dan telur dadar khas Bakoy.
"Abang tunggu dulu ya, ayamnya belum digoreng," titah dia.
Kami pun berteduh di bawah rumah panggung. Rumah Makan Rujak U Groh Bakoy memang cukup khas. Berada di areal persawahan, Bakoy, Aceh Besar. Memberi suasana teduh dan menyegarkan. Ditopang dengan rumah panggung dan menu makanan yang menjadi dambaan pecinta kuliner.
Ini bukan pertama kami singgah di sini. Biasanya, saat iftar (buka puasa) bersama atau di sulung ingin makan Kuah Cue. Puluhan menit kemudian, pesanan kelar. Setelah membayar kami pun berangkat pulang. Di bawah bayang-bayang mendung hitam. Baru separoh perjalanan, gerimis jatuh lembut. Kami pun langsung ngebut.
Baru sejenak menarik nafas setelah sesaat tiba di rumah, hujan sudah mengguyur. Sudah 20 menit belum ada tanda-tanda reda. Di bawah guyuran hujan, saya pun menjemput abang Gazhie ke sekolah. Di sana, dia juga baru kelar main hujan. Bajunya sebagian basah. Tiba di rumah, dia segera bersalin baju rumahan. Supaya tidak masuk angin.
Hujan masih awet. Terkadang turun deras, lima menit jeda sejenak. Lalu turun lagi. Begitu seterusnya. Sore hari selepas Ashar, baru berhenti sejenak. Di sela-sela itu saya pun memantau tanaman yang tak perlu disiram lagi.
Sebelum jadwal magrib tiba, saya sudah membereskan beberapa masalah di tanaman. Seperti beberapa pot yang terendam air, ada penampungan yang merembes. Meski baru di siram hujan, saya tetap menyiram cabai-cabai yang sedang berbuah. Apalagi mereka ditanam dalam karung bekas, tentu air yang tadi diserap sudah tembus tanah.
Yang tak kalah penting tentu saja dua compost bag yang teronggok basah. Salah satu terbuka. Seperti saya lupa menutupnya beberapa hari lalu. Beruntung, di dalamnya pupuk kompos belum bisa dipanen. Masih butuh waktu beberapa saat lagi untuk membuat dia lebih matang sebelum panen.
Melihat masih ada waktu beberapa menit lagi, momen hujan ini saya pakai untuk mencuci spanduk besar yang selama ini tergelatak di tanah. Agak merepotkan memang, sebab, terlalu panjang dan lebar. Apalagi dicuci sendiri. Tapi, semuanya bisa tuntas sebelum azan berkumandang.
Terima kasih sudah membaca postingan saya.
*****
Regards
*****
25/11/2024
Terima kasih atas verifikasinya...