Pertama Kali Ke Rumah Sakit Zainal Abidin Lanjutan Cerita Part 3
okeee guysss lanjut cerita part 3 Amel dibawa ke rumah sakit Cut Mutia rasanya lebih menyeramkan dari rumah sakit sebelumnya. Jaraknya yang harus naik bukit dan bukit lumayan melelahkan. Amel yang juga harus berada di IGD dalam kurun waktu yang cukup lama karena harus menunggu ketersediaan kamar. Setelah menunggu beberapa lama dan berbicara dengan pihak administrasi akhirnya Amel dimasukkan ke kamar kelas 1, dan itu ada sedikit keributan guys maklumlah ya rumah sakit.
Amel langsung di rontsen padahal sudah ada hasil rontsen dari Rumah Sakit Kasih Ibu. Tapi tetep aja dilakukan rontsen ulang. kami kira malam itu akan dilaksanakan operasi rupanya karena malam Sabtu jadi libur dan Amel tidak dikategorikan sebagai emergency atau tidak mengancam nyawa. Setelahnya Amel didorong ke ruangan lumayan serem guys tapi ya gimana Ya namanya juga rumah sakit. Keesokan harinya kami berharap operasi berjalan di hari Minggu namun tetap tidak bisa dilaksanakan dokter hanya masuk dan memeriksa kondisi Amel. Amel memang sudah divonis patah tulang dan harus segera dilakukan operasi pasang pen atau pasang besi di bahunya. Awalnya Amel sudah ditetapkan operasi Senin di pagi hari namun ternyata malam seninnya HB atau sel darah merah kurang dan harus transfusi darah. Keesokan harinya Amel Sudah siap-siap untuk operasi kemudian dokter datang lagi dan mengecek ulang keadaan Amel, rupanya ada satu yang ganjal dan bermasalah yaitu tangan Amel yang gak bisa digerakin dan gak ada rasa. Itu tandanya sudah terkomplikasi dengan saraf.
Meskipun dioperasi tulangnya tetap saja tidak akan ada rasa di tangannya atau kembali berfungsi dengan baik. Ya di hari yang melelahkan itu datanglah dokter saraf yang mengguncang keluarga kami kami terkejut karena ternyata masalahnya lumayan parah Ada kemungkinan atau resiko yang besar yang harus dihadapinya dan di rumah sakit Cut Meutia tidak mampu ditangani. Beliau memberikan dua opsi rujukan yang pertama ke Medan yang kedua ke Banda Aceh. Kami seluruh keluarga nangis karena bayangan kami itu sudah sangat menyeramkan dan harapan untuk sembuh pun tidak terlalu besar, ya mau bagaimana lagi kami pun menyetujuinya dan memilih rumah sakit Banda Aceh Zainal Abidin.
Untuk pertama kalinya dalam hidup gue naik mobil ambulans dengan suara Miu Miu. yah kacau deh pokoknya udah mau putus asa, yahh mau gimana ya harus tetap dilewatin. 6 jam perjalanan tibalah kami di Rumah sakit Zainal Abidin guys. Ninda Mama sama Pak Wa gas menurunkan Amel dari dorongan mobil ambulans menuju ke IGD.
Rupanya di sana Semua orang punya masalah masing-masing dengan jenis penyakit yang berbeda-beda. Ada yang sesak nafas, ada yang minta pulang sama anaknya, ada yang duduk termenung, ada juga orang tua yang sudah tidak bisa lagi bangun, dan ada juga orang tua yang dijaga sama anak yang masih sekolah.
Benar kata orang dinding rumah sakit menjadi saksi pendengar doa-doa tulus dari setiap yang mengunjunginya. Mereka semua punya harapan untuk sembuh dan kembali bergegas dari tempat itu.
Tidak hanya pasien dan keluarga saja yang kelelahan namun para tenaga ahli juga sangat kelelahan. Ada yang duduk sekedar memejamkan matanya kemudian ketika dipanggil mereka bergegas lari. Ada yang harus mengurus setiap administrasi dan duduk berjam-jam serta menahan lelah juga rasa kantuknya. bagaimana cara para ahli medis menjalani hidup jika keseharian menghadapi dan berusaha membantu menyembuhkan luka dan menyelamatkan nyawa orang lain. Mungkin ini alasannya Ninda ga di ijinin kuliah dibidang kesehatan sama Allah, Ternyata Ninda ga mampu, liat orang itu kerja aja pingsan apalagi kalo Ninda yang ngngejalanin. Awalnya Ninda merasa kesal dengan dokter-dokter yang menyebalkan itu, tapi mereka juga manusia yang bisa saja lelah, bisa saja salah. Nah sampai disini dulu yaa guys kita lanjut part terakhir deh heheheh
salam hangat @nananrazila
Terima kasih banyak Alfa team, telah mendukung postingan Nindaa
Thank you for publishing a post on the Hot News Community, make sure you :
Verified by : @fantvwiki