Media Breafing WALHI Tolak IPPKH PLTA Tampur 1 di Aceh
Jakarta, 5/10/2022. PT. Kamirzu membangun mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur – 1 dengan kapasitas produksi 443 MW, di Desa Lesten, Kabupaten Gayo Lues. PT. Kamirzu yang merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) akan menggunakan area seluas ± 4.407 ha, yang terdiri dari Hutan Lindung (HL) 1.729 ha, Hutan Produksi (HP) 2.401 ha, dan Area Penggunaan Lain (APL) 277 ha.
Memenuhi hajat mega proyek dimaksud, kemudian Gubernur Aceh menerbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), melalui surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 tentang Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Dalam Rangka Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur-I (443 MW) Seluas ± 4.407 Ha Atas Nama PT. KAMIRZU di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh tanggal 09 Juni 2017.
Atas penerbitan IPPKH tersebut, pada 11 Maret 2019, WALHI menggugat Gubernur Aceh ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Banda Aceh, dengan nomor gugatan 7/G/LH/2019/PTUN.BNA, tanggal 11 Maret 2019. Secara umum ada sebelas alasan gugatan, yaitu; Gubernur Aceh melampaui kewenangan dalam pemberian izin, PT. Kamirzu tidak menyelesaikan kewajiban hukum yang dibebankan dalam izin, cacat yuridis dalam penerbitan izin, tidak adanya rekomendasi dari Bupati Aceh Timur, tanggal penerbitan izin tidak rasional, izin berada dalam kawasan zona patahan aktif gempa Sumatera, izin berada dalam kawasan ekosistem leuser (KEL), menjadi ancaman terhadap satwa kunci, ancaman terhadap sumber air, dan izin bertentangan dengan azas perundang-undangan, yaitu azas kepastian hukum, dan azas larangan sewenang-wenang.
Dalam sidang tingkat pertama, WALHI Aceh mengajukan berbagai bukti dokumen, saksi fakta dan saksi ahli, serta hasil sidang lapangan, Pengadilan TUN Banda Aceh mengabulkan gugatan WALHI untuk seluruhnya. Yaitu menyatakan batal dan/atau tidak sah Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 tentang Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur-I (443 MW) Seluas ± 4.407 Ha Atas Nama PT. KAMIRZU di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh, beserta perubahannya. Mewajibkan pihak Tergugat untuk mencabut objek sengketa beserta perubahannya, membayar biaya perkara secara tanggung ranteng.
Dalam pertimbangan majelis hakim, Gubernur Aceh hanya memiliki kewenangan menerbitkan IPPKH paling banyak 5 hektar. Selain pertimbangan tersebut, majelis hakim juga menyampaikan penerbitan izin dalam KEL juga bertentangan dengan Pasal 150 Undang-undang Pemerintahan Aceh. Atas putusan tersebut, Gubernur Aceh menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan dengan nomor registrasi 264/B/2019 PT.TUN MDN. Dalam putusan banding pada 7 Januari 2020, majelis hakim kembali memenangkan WALHI dengan menguatkan putusan PTUN Banda Aceh. Kemudian Gubernur Aceh mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, putusan kasasi juga memenangkan WALHI. PT. Kamirzu selaku Tergugat II mengajukan Peninjaun Kembali (PK) ke Mahkamah Agung, dalam amar putusan yang diterbitkan pada 19 Agustus 2021 Mahkamah Agung menolak PK yang diajukan oleh PT. Kamirzu. Artinya, gugatan ini telah memiliki putusan inkrah memenangkan WALHI.
Sampai tahun 2022 WALHI selaku penggugat belum mendapatkan informasi terkait pelaksanaan eksekusi putusan dimaksud. Justru mendapatkan kabar bahwa PT. Kamirzu mengurus IPPKH baru di KLHK, juga diduga sedang melakukan kegiatan survey lanjutan dilapangan.
Berdasarkan kondisi tersebut, WALHI Aceh membangun konsolidasi masyarakat sipil Aceh dalam bentuk pernyataan sikap bersama yang ditujukan kepada Presiden RI, Menteri LHK, Gubernur Aceh, dan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh, dikirimkan melalui surat WALHI Aceh nomor: 108/DE/WALHI Aceh/IX/2022, tanggal 5 September 2022. Pernyataan sikap bersama tersebut memuat:
Mendesak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh untuk segera melakukan eksekusi putusan Mahkamah Agung No. 270 K/TUN/LH/2020.
Mendesak Gubernur Aceh untuk mencabut Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 tentang Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Dalam Rangka Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur-I (443 MW) Seluas ± 4.407 Ha Atas Nama PT. KAMIRZU di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh tanggal 09 Juni 2017. Sebagaimana isi putusan kasasi Mahkamah Agung No. 270 K/TUN/LH/2020.
Mendesak Gubernur Aceh untuk tidak memanfaatkan area eks IPPKH PLTA Tampur 1 untuk kegiatan serpa atau kegiatan lain yang dapat mengganggu/merubah fungsi ekosistem.
Mendesak Gubernur Aceh untuk menerbitkan kebijakan sesuai peraturan perundang-undangan sebagai upaya perlindungan dan pelestarian areal eks IPPKH PLTA Tampur 1 di Kabupaten Gayo Lues.
Mendesak Presiden Republik Indonesia, c/q Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak menerbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) pada areal eks IPPKH PLTA Tampur 1 untuk kegiatan serupa atau kegiatan lain yang dapat mengganggu/merubah fungsi ekosistem. Untuk itu, WALHI Aceh menganggap penting terbangun konsolidasi tingkat nasional sebagai upaya advokasi bersama dalam menjaga kelangsungan lingkungan hidup di Aceh.
Bagi WALHI, PLTA Tampur 1 tidak hanya unprosedural dalam memperoleh perizinan. Namun secara substansi lokasi pembangunan proyek menjadi ancaman serius terhadap kelangsungan lingkungan hidup dan ekosistem penting. Jadi, tidak ada alasan bagi pemerintah Indonesia untuk membenarkan proyek itu berjalan. Fakta hukum di pengadilan dan ancaman ekologi masa depan, sudah menjadi alasan yang cukup bagi siapun untuk menolak kehadiran mega proyek PLTA Tampur 1 di Aceh. Termasuk bagi pemerintah, untuk menghilangkan PLTA Tampur 1 dalam daftar RUPTL PLN.
Aceh pada posisi surplus energi, tidak ada kepentingan rakyat dalam proyek ini. Patut diduga, proyek ini hanya kepentingan bisnis asing untuk industry ekstraktif yang justru menjadi pemicu memperparah kondisi ekologi, khususnya dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Aceh, yang merupakan paru – paru dunia.
Untuk itu, WALHI menolak penerbitan izin baru PLTA Tampur 1 di Aceh. Mendesak Presiden RI atas nama kepentingan lingkungan hidup untuk menghentikan dan menghapus PLTA Tampur 1 dalam daftar RUPTL PLN.
Terima kasih pak @nasir83 telah berbagi Konten yang sangat menarik di komunitas Steem Environment! mingkin ada beberapa kesamaan kata yang perlu anda perbaiki dalam tulisan ini / menempelkan sumber asli untuk memenuhi kriteria sebagai konten eksklusif.