Senyuman tersangka koruptor, mungkinkah itu pelecehan hukum?
Hampir setiap kali ketika KPK berhasil menjerat para pelaku koruptor, ada sebuah pemandangan yang tidak seperti seharusnya. Yang seharusnya mereka tertunduk malu, bahkan harus menutupi wajahnya karena telah melukai hati rakyat.
Tetapi justru yang terjadi sebaliknya, mereka sedikitpun rasanya seperti sedang tidak melakukan sebuah kesalahan. Mereka tersebut seraya melambaikan tangan kepada sejumlah awak media.
Itu seperti seorang yang sedang baru saja memenangkan laga pada sebuah cabang olahraga. Gembira, senyum, dan lambaian tangan kepada suporter.
Ada banyak arti dibalik senyum para pejabat koruptor tersebut. Mungkin sebagian mendefinisikannya sebagai sikap yang menunjukan kepublik bahwa meski ketahuan mencuri uang rakyat dengan nominal yang tidak sedikit tetapi mereka tidak pernah merasa malu.
Atau juga senyuman itu dapat diartikan sebagai sebuah pelecehan terhadap produk hukum yang selama ini tidak pernah membuat para terpidana kasus korupsi jera atau babak belur.
Juga sebagai orang mengartikan senyuman tersangka koruptor ke media tersebut adalah sebatas topeng untuk menutupi rasa malunya. Dan berusaha tetap tegar dengan segala "tuduhan" yang dialamatkan kepadanya.
Sehingga ia harus tersenyum tipis. Seolah dirinya sedang difitnah atau dituduhkan pada sebuah perkara yang tidak jelas asal usulnya. Parahnya sampai ketika pengadilan Tipikor memutuskan pidana mereka tetap saja tersenyum bagaikan tidak bersalah.
Apapun penilaian terhadap mereka, bagi saya itu adalah pelecehan pada produk hukum. Mengapa? Karena "bajingan" itu merasa dirinya tidak akan pernah jera meski divonis puluhan tahun. Toh mereka dapat dengan leluasanya hidup disana.
Bahkan seperti yang terjadi pada lapas suka miskin beberapa waktu yang lalu. Beberapa pidana korupsi berani menyuap kalapas untuk kemudian mendapatkan fasilitas mewah bak hotel bintang lima.
Dan beberapa kasus yang akhir ini terjadi juga sangat mencoreng wajah republik ini. Ditengah gencarnya KPK membersihkan aparatur negara dari biang korupsi. Malah di Kota malang ada sejumlah 41 orang tersangka korupsi yang juga ikut diringkus oleh KPK.
Itu adalah sebuah bukti bahwa koruptor tidak pernah jera di republik ini. Bahkan pidana yang dilayangkan kepada mereka pun terkesan seperti sebagai sebuah formalitas belaka.
Bagaimana tidak, dari kesekian kalinya terpidana korupsi tidak pernah jera bermain dengan sistem hukum. Seingat saya dari sejak dulu kasus Gayus Tambunan seharusnya menjadi pelajaran untuk peningkatan kedisiplinan setiap lapas tapi justru kasus semacam itu terjadi berulangkali. Sama sekali "bajingan" itu tidak pernah jera dalam perangkapnya.