Terkadang, usia bukan tolak ukur kedewasaan seseorang
Secara umum, setiap orang yang telah berusia diatas 17 tahun sudah dikategorikan sebagai seseorang yang dewasa. Hal ini dibuktikan pada beberapa acara tv, dan film-film. Jika filem tersebut termasuk kategori dewasa, maka lazimnya bertuliskan (17+) atau sebaliknya, jika sebuah film atau acara tv yang termasuk kategori tontonan anak-anak maka biasanya bertuliskan BO alias Bimbingan orang tua.
Dibeberapa negara, seperti Australia, seseorang dianggap dewasa setelah berusia 18 tahun ke atas. Sementara di Amerika serikat, anak yang dikategorikan dewasa ketika usia menginjak 21+. Namun dalam hal ini, saya tidak sedang membandingkan kedewasaan seseorang dari sudut usia. Tetapi justru melihat kematangan dan kedewasaan seseorang dari sikap dan prilakunya sehari-hari.
Mengapa? Karena dari beberapa orang yang pernah saya temui, telah berusia jauh dari usia seseorang yang dianggap dewasa, namun masih berperilaku seperti anak-anak. Sifat kanak-kanak yang menempel pada orang dewasa secara usia ini sering disebut Childish. Sebuah kosa kata yang memuat pesan negatif pada seseorang yang dianggap telah dewasa namun berperan dan berprilaku layaknya anak-anak, baik secara fisik maupun mental.
Seseorang yang telah dewasa versi saya juga tidak dapat diukur dari tebalnya kumis dan panjangnya jenggot. Karena beberapa kasus yang pernah saya temui. Sudah berkumis, bahkan di kartu identitas penduduk bertuliskan usia telah menembus angka 25. Bahkan telah memiliki dua orang anak. Lucunya, di usia seperti itu, justeru masih meminta belanja keluarganya pada orang tua. Bahkan ada yang merengek meminta dibelikan sepeda motor, jika itu tidak dikabulkan, mengancam minggat dari rumah.
Sebenarnya ini tidak lucu, tapi sebuah kondisi yang menyedihkan sekaligus memprihatinkan. Bagaimana tidak, di umur yang sejatinya telah mampu berpikir dan bersikap secara merdeka namun masih mempertontonkan sikap yang seharusnya ada pada anak-anak. Orang semacam ini umumnya tidak memiliki rasa tanggung jawab dan tidak bersedia bekerja keras.
Orang semacam ini sangat banyak ditemui di era modern ini. Bukannya malu jika ada yang mengetahui karakter dan sifatnya semacam itu. Tapi malah bangga, seolah itu adalah sikap mulia yang harus terus dijaga dan dipupuk sepanjang masa. Padahal jenggot dan kumisnya, sudah mulai memutih, namun masih berteriak, merengek seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.
Mari menelisik makna dewasa sejati
Seperti yang telah saya sebutkan diatas. Dewasa tidak sepenuhnya dapat dilihat dari tingkat usia seseorang, melainkan dari kematangan proses berfikir dan bagaimana dia berprilaku. Dewasa adalah mereka yang tidak lagi anak-anak, baik secara usia, fisik, mental dan sikap.
Orang dewasa sejati adalah mereka yang bertindak secara logis, berfikir secara mandiri, bahkan mampu mengendalikan diri ketika diri hendak disulut emosi. Jika kita lihat dari definisi dewasa sejati, saat ini jumlah mereka sangat terbatas. Bahkan sikap itu sangat jarang dimiliki oleh para politikus kita. Jadi menurut saya, jika ada politikus yang bersikap dibalik sikap orang dewasa. Ia adalah politikus anak-anak.
Sikap dewasa ini terbentuk dari sebuah proses dalam menjalani hidup. Seiring dengan bertambahnya usia, tentu Ia belajar memahami bagaimana sebenarnya hidup. Sehingga membentuk sebuah sikap, tanggung jawab, pekerja keras, tidak gampang mengeluh, tidak merengek ketika di hantam sebuah masalah.
Namun meski bagaimana pun, manusia tidak ada yang sempurna. Begitulah kodratnya manusia di bumi. Semua penuh dengan ketidak sempurnaan. Namun adalah tugas kita untuk terus memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang baik, dan semakin baik untuk masa depan kita secara pribadi.