Defensible space: mencegah kejahatan melalui penataan ruang
Kejahatan hanya ada dan selalu ada dalam suatu masyarakat. Dalam elemen ruang yang terdiri dari manusia, lingkungan dan aktifitas, kejahatan termasuk dalam eleman aktifitas. Sebagai bagian dari sistem ruang, kejahatan berpengaruh dan dipengaruhi oleh elemen ruang lainnya.
Di banyak negara, termasuk Indonesia, penegakan hukum dan perbaikan ekonomi masih menjadi strategi reduksi kejahatan yang utama. Paradigma yang dipakai pun masih old fashion-paradigma pelaku, korban, motif dan modus operandinya. Akibatnya, faktor yang dilihat penting dari sisi pelaku hanyalah motif kejahatan, baik motif ekonomi, sosial maupun politik. Satu bagian lain yang penting namun sering luput dari analisa kejahatan selain pelaku, korban, motif dan modus operandi adalah kondisi yang memungkinkan kejahatan terjadi. Faktor terbesar yang berpengaruh dalam kondisi memungkinkan ini adalah faktor spasial.
Sesungguhnya faktor spasial ini sudah sering kita sebutkan dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya bagaimana kita lebih takut berjalan di jalan gelap yang sepi tanpa penerangan. Faktor spasial “remeh” ini sering diabaikan dalam analisa kejahatan di banyak negara. Padahal, dalam realita, faktor spasial memegang peranan yang signifikan. Kesadaran inilah yang membuat beberapa negara melesat beberapa tingkat dalam strategi reduksi kejahatan dengan menerapkan strategi reduksi kejahatan dengan rekayasa ruang. Ruang dapat direkayasa untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kejahatan.
Di beberapa negara maju, pihak keamanan dan perencana kota bekerjasama untuk menerapkan konsep yang disebut dengan defensible space, yang secara harfiah dapat diartikan sebagai ruang yang mampu berperan dalam upaya pengamanan lingkungan. Konsep defensible space diperkenalkan oleh Oscar Newman, arsitek dan perencana kota asal Amerika lewat bukunya Defensible Space pada tahun 1972. Konsep ini menjelaskan tentang prinsip-prinsip rancangan dan rekayasa ruang untuk mengurangi kejahatan. 4 prinsip utama dalam defensible space yaitu:
- Teritoriality (kendali terhadap ruang), yaitu memberikan batas-batas jelas terhadap ruang lingkungan hunian. Hal ini penting untuk memberikan penghuni rasa memiliki dan mengendalikan ruang sekaligus memberikan sense pada orang luar bahwa “anda sedang memasuki ruang dibawah kendali orang lain”.
- Natural surveillance, (pengawasan alami terhadap lingkungan), prinsip ini menjelaskan tentang perlunya pengawasan penghuni terhadap ruang publik.
- Image (kesan) adalah kemampuan dari rancangan fisik untuk memberi kesan rasa aman, dan
- Milieu (lingkungan), unsur-unsur lingkungan yang dapat menunjang keamanan seperti kedekatan dengan pos polisi atau tempat-tempat keramaian.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip diatas, pihak berwenang dan perencana kota di Amerika mengusulkan strategi keruangan yang juga bisa diterapkan di Aceh dan Indonesia, yang disebut dengan CPTED (Crime Prevention Through Environmental Design), untuk menciptakan desain ruang yang aman, yaitu natural access control (kontrol alami terhadap akses), natural surveillance (pengawasan alami terhadap lingkungan) dan territorial reinforcement (penegasan teritorial).
Natural access control (kontrol akses alami) meliputi penghalang simbolis dan nyata yang mencegah pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan. Di dalamnya termasuk mengurangi kesempatan bagi pelaku dengan menghalangi akses terhadap korban dan menciptakan persepsi resiko bagi pelaku. Hal ini dapat diimplementasikan dengan desain jalan, trotoar, pintu masuk bangunan dan pintu gerbang perumahan untuk menandai rute publik, serta penggunaan elemen struktural, arsitektural, dan lansekap untuk menghalangi akses pelaku ke ruang privat dan lingkungan. Natural access control yang lain misalnya pemasangan portal dan jarak jalan ke rumah yang proporsional. Untuk mencegah kejahatan yang dalam modus operandinya pelaku menggunakan sepeda motor dalam kecepatan tinggi, kontrol alami dapat dilakukan dengan memasang polisi tidur, palang jalan dan sebagainya. Dalam level yang lebih tinggi dan mahal, akses dikontrol dengan ID card.
Natural surveillance (pengawasan alami) bertujuan untuk meningkatkan kesadaran penduduk sebuah lingkungan dan penghuni bangunan terhadap siapa yang meninggalkan serta siapa yang masuk ke dalam lingkungan dan bangunan. Pengawasan alami bertujuan agar pelaku dapat dengan mudah dikenali. Strategi ini dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan feature yang memaksimalkan visibilitas penduduk. Feature yang memaksimalkan visibilitas penduduk misalnya pintu dan jendela yang menghadap ke jalan dan area parkir, jalan dan trotoar yang ramah pejalan kaki, beranda depan, tempat duduk di luar dan penerangan malam yang baik. Natural surveilance juga dapat dimaksimalkan dengan menciptakan ruang publik yang hidup di setiap desa dan lingkungan, terutama di jalur-jalur akses masuk utama ke lingkungan, seperti jalan utama desa. Selain itu, desain ruang dalam sebuah lingkungan harus menghilangkan blind spot (area yang tidak terawasi pengawasan alami) semaksimal mungkin. Pengawasan teritory dalam level yang lebih tinggi diaplikasikan dengan pemasangan kamera pengawas CCTV (closed circuit television), terutama di jalur-jalur transportasi utama di kota dan desa serta kantor-kantor sosial dan pemerintahan utama.
Teritorial reinforcement (penegasan territorial) bertujuan untuk menciptakan kesan kepemilikan sehingga pelaku merasakan pengaruh teritorial (kekuasaan) penghuni lingkungan. Strategi penegasan territorial menggunakan desain untuk menciptakan atau menambah bidang pengaruh (sphere of influence). Kesan kontrol teritorial diperlukan agar pelaku potensial merasakan kontrol tersebut, menciptakan kesan resiko tertangkap dan tidak jadi melaksanakan kejahatan. Dengan begitu, desain ruang harus mampu menegaskan teritorial dengan penegasan garis kepemilikan dan membantu membedakan ruang publik dan ruang non-publik. Teritory dapat ditegaskan dengan penanaman lansekap, pintu gerbang pemukiman, dan pagar. Penegasan teritorial juga dapat dipertegas dengan patroli pengamanan dan satuan penjaga yang dibentuk masyarakat secara swadaya, dan lain-lain.
Kemampuan ruang dalam mengamankan yang ditunjukkan dengan prinsip-prinsip diatas dapat disederhanakan dengan terminologi defensibilitas ruang. Jadi, jika berdasarkan parameter-parameter yang diberikan di atas, anda menilai perumahan, desa dan lingkungan anda memiliki kontrol akses alami yang tinggi, pengawasan alami yang baik, dan penegasan teritorial yang kuat, maka tempat anda tinggal, rumah, perumahan atau desa anda tersebut dapat disebut memiliki defensibilitas ruang yang tinggi, dan oleh karenanya dapat disebut sebagai defensible space.
Loads of information. Many thanks. Love it. @rikiputra Followed
Good article. Lots of info and love it
Sangat baik! Terima kasih.
This post received a 3.64% upvote from @randowhale thanks to @rikiputra! To learn more, check out @randowhale 101 - Everything You Need to Know!