Pembangkit listrik tenaga angin di banda aceh/ aceh, mungkinkah?
Sebagai ibukota Propinsi Aceh, Kota Banda Aceh memiliki aktifitas kekotaan yang tinggi. Oleh karena itu, kebutuhan listrik masyarakatnya cukup tinggi. Beban puncak Banda Aceh adalah sekitar 73-76 MW sementara beban normal adalah sekitar 75-80% dari beban puncak. Listrik di Banda Aceh dipasok dari PLTGA Lhokseumawe (180 MW) dan nagan raya (80 MW). Sementara listrik dari PLTD Lueng Bata diberikan ke GI terlebih dahulu kemudian baru disalurkan ke pelanggan. PLTD Lueng Bata berada di bawah PLN Medan. Selain itu, saat ini Banda Aceh juga tidak lagi memiliki mesin sewa genset.
Sampai saat ini, Banda Aceh belum memiliki pembangkit listrik sendiri padahal beberapa kabupaten lain memiliki pembangkit listrik terpisah. Akibatnya, listrik di Banda Aceh masih tergantung pasokan dari daerah lain di Aceh bahkan dari Medan.
Saat ini, Banda Aceh masih sering mengalami pemadaman. Frekuensi pemadaman yang cukup tinggi membuat energi menjadi salah satu faktor penghambat investasi di Banda Aceh. Pemadaman juga berpengaruh buruk pada aktifitas warga. Pemadaman terjadi karena berbagai faktor seperti kerusakan teknis pada jaringan, perawatan dan lain-lain. Namun pemadaman juga dipengaruhi oleh jauhnya jalur transmisi. Jarak transmisi yang jauh membuat daya yang mencapai Banda Aceh menurun dari 153 kv hingga bisa mencapai 137 kv (PLN Kota Banda Aceh). Jauhnya transmisi ini disebabkan oleh lokasi Banda Aceh yang terisolasi secara spasial dari daerah lainnya. Banda Aceh idealnya memiliki pembangkit listrik tersendiri.
Profil Turbin Angin
Turbin angin merupakan salah satu sumber energi terbaharukan yang telah diterapkan di banyak Negara. Ketinggian turbin bervariasi. Turbin yang cukup sering digunakan adalah turbin yang menghasilkan listrik 1,5 MW. Sebuah turbin angin 1,5 MW biasanya memiliki ketinggian 80 meter, rotor dengan berat 22.000 Kg dan nacelle (generator) yang memiliki berat 52.000 Kg. Dasar turbin ini biasanya memiliki diameter 15 m. Untuk pembangunan turbin dalam skala banyak, jarak antar turbin biasanya dua atau tiga kali diameter rotor.
Potensi tenaga angin di Banda Aceh
Banda Aceh memiliki potensi energi terbaharukan berupa tenaga angin/ bayu. Lokasinya di dekat garis pantai membuat Banda Aceh memiliki insensitas angin yang cukup baik.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga angin di Banda Aceh perlu mempertimbangkan beberapa faktor-faktor dasar yang menentukan, seperti kecepatan dan stabilitas angin, ruang yang tersedia, dan faktor gempa.
A Kecepatan angin rata-rata
Listrik yang dihasilkan oleh turbin tergantung pada pergerakan rotor/ baling-baling turbin. Untuk menggerakkan turbin, maka kecepatan angin harus mencapai batas minimal kecepatan untuk menggerakkan turbin yang disebut dengan cut in speed. Kecepatan angin dasar untuk menggerakkan turbin (cut in speed) berkisar antara 3-4 m/s. Kecepatan angin untuk turbin dihitung pada ketinggian 50 m, 75 m, dan 100 m. Berdasarkan release peta dari windprospecting.com yang dirujuk dari situs http://aplikasi.ebtke.esdm.go.id/, Kota Banda Aceh dan wilayah di sekitarnya yaitu Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu area di Pulau Sumatera bahkan Indonesia dengan prospek pembangkit listrik tenaga angin paling baik. Lokasi yang paling ideal untuk tenaga angin di Banda Aceh adalah di wilayah pesisir terutama di sekitar Pantai Ulee Lheue dan wilayah di dekatnya yaitu Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar.
Sesuainya pembangunan turbin angin dapat dilihat dari kecepatan angin di berbagai ketinggian. Di ketinggian 50 m, kecepatan angin mencapai di Banda Aceh 5,2-5,7 m/s, yang sudah cukup untuk menggerakkan rotor sehingga telah bisa menghasilkan listrik.
Di ketinggian 75 m, kecepatan angin di Banda Aceh lebih ideal untuk turbin dengan kecepatan angin antara 5,2-6,1 m/s. Potensi area pemasangan turbin bisa dilakukan di sepanjang pesisir utara kota di wilayah Pantai Ulee Lheue dan sekitarnya.
Sementara di ketinggian 100 m, potensi tenaga angin lebih baik dengan variasi kecepatan angin antar 5,2-6,6 m/s. Wilayah yang ideal untuk pemasangan turbin menjadi lebih luas yaitu mencakup hampir seluruh pesisir Kota Banda Aceh. Namun area paling ideal untuk pemasangan ideal masih pantai Ulee Lheue dengan kecepatan angin 5,7-6,1 m/s.
Dari pembahasan di atas dapat dilihat bahwa dari segi kecepatan angin, pemasangan turbin angin di pesisir Kota Banda Aceh dan Kecamatan Peukan Bada sangat potensial.
B Stabilitas Kecepatan Angin
Turbin membutuhkan angin yang bergerak dengan kecepatan dasar yang dibutuhkan untuk berfungsi dan menghasilkan listrik secara maksimal. Namun, kota-kota di Indonesia memiliki kecepatan angin yang sangat tidak stabil (www.kompas.com). Kota Banda Aceh juga memiliki kecepatan angin yang tidak stabil. Untuk mengatasi hal ini, produsen turbin telah menciptakan turbin yang berhenti otomatis jika angin bergerak dengan kecepatan berlebihan yang berpotensi merusak turbin, terutama rotor dan nacelle (generator). Namun, pemberhentian turbin otomatis ini dapat menyebabkan pemadaman turbin yang regular. Selain itu, juga perlu penyediaan baterai.
Pemadaman akibat berhentinya rotor bisa ditangani dengan pembangunan pembangkit listrik hybrid, dimana turbin dikombinasikan dengan sumber energi lain seperti solar panel. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko pemadaman adalah dengan menggunakan sistem yang terkoneksi dengan grid listrik PLN sehingga pada saat pemadaman terjadi, listrik dapat disuplai oleh PLN.
C Ketersediaan ruang
Sebagaimana dijelaskan diatas sebelumnya, wilayah pesisir Kota Banda Aceh cukup sesuai untuk pembangunan turbin karena kecepatan anginnya cocok untuk turbin. Wilayah pesisir di utara Banda Aceh merupakan wilayah jarang penduduk dengan lahan yang luas sehingga pembangunan turbin di area ini cukup memungkinkan. Untuk memperluas wilayah pembangunan, wilayah pesisir Kota Banda Aceh dan Kecamatan Peukan Bada di Kabupaten Aceh Besar bisa diintegrasikan ke dalam sebuah area wind farm (area dimana banyak turbin berada).
D Kerentanan Terhadap Gempa
Salah satu faktor seismik menentukan dalam perencanaan pembangunan turbin adalah frekuensi dan magnitude gempa. Kota Banda Aceh rawan gempa. Namun, hal ini dapat diatasi dengan pemasangan turbin yang mengikuti kaidah-kaidah struktur anti gempa.
E Kemandirian energi kota dan pertumbuhan ekonomi
Saat ini, Kota Banda Aceh menggantungkan suplai energinya dari wilayah lain. Keberadaan pembangkit listrik tenaga angin di Kota Banda Aceh akan meningkatkan kemandirian energi kota. Hal ini juga akan berdampak pada lebih stabilnya suplai listrik sehingga kelancaran aktifitas masyarakat lebih terjamin.
Pembangunan sektor energi terbaharukan juga akan membuka banyak lapangan pekerjaan baru di bidang ini dan dalam jangka waktu panjang bisa menumbuhkan kesadaran sektor swasta sehingga dapat mendorong berkembangnya bisnis di bidang green energy lainnya seperti solar panel.
Jadi bisa dilihat bahwa Kota Banda Aceh terutama kawasan Ulee Lheue dan Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar merupakan salah satu area di Indonesia yang memiliki kecepatan angin cukup baik untuk menggerakkan turbin.
Jadi potensi tenaga angin di nanggroe kita sebenarnya cukup besar. Kecepatan angin di kawasan ini sekitar 5,2-6,6 m/s yang cukup untuk menggerakkan turbin yang biasanya memiliki cut in speed sebesar 3-4 m/s. Apalagi, area ini merupakan area potensi angin terbaik di Pulan sumatera dan nomor tiga di Indonesia. Turbin juga bisa mendorong kemandirian energi kota dan menjamin kelancaran aktifitas warga
Sayangnya, investasi turbin cukup tinggi. Turbin yang menghasilkan listrik sekitar 1,5 MW berharga sekitar 15 miliar-20 miliar rupiah. Meskipun investasi awalnya cenderung tinggi, namun turbin angin bisa digunakan untuk sekitar 20-25 tahun. Apalagi potensi angin di kawasan ini sangat tinggi.
So, apakah pemerintah akan tertarik dengan pembangkit listrik tenaga angin?
Resteemed your article. This article was resteemed because you are part of the New Steemians project. You can learn more about it here: https://steemit.com/introduceyourself/@gaman/new-steemians-project-launch