Ini bukan tentang kematian, ini tentang kesempatan. Karena aku tahu pasti, kematian bukan hanya membuat seseorang tidak ada lagi di kehidupan ini. Tapi, ini tentang rindu dan kesempatanku untuk sedikit lebih lama menatapmu dan berbahagia bersamamu.
Kadang rindu tersentak dalam kenyataan pasti bahwa engkau tidak hadir lagi dalam hari-hari kami. Jikapun aku menatapmu dalam bingkai kenangan, hanya sebentar saja aku bisa menahan air mata.
Aku pernah mencoba merelakannya, namun bayanganmu masih sangat jelas. Seolah berbicara denganku, seolah selalu berada di sampingku. Untuk mengucapkan salam perpisahan pun aku tak sempat, lalu bagaimana aku harus mencoba merelakan kepergianmu.
Masih sangat terlihat jelas saat kamu berada dibangku kemudi sambil menatapku, lalu membicarakan tentang kita. Sambil kamu mengemudikan mobilmu, di saat yang sama kamu menasehatiku tentang bagaimana cara bertahan hidup dalam kehidupan yang begitu sulit.
Ayah....
Jika waktu masih berpihak pada kehidupan kita, aku akan selalu berada disampingmu sampai detik-detik yang begitu sulit sekalipun, sampai dunia cemburu, sampai pada satu kesempatan yang semua orang berkata “mereka adalah sosok anak dan ayah yang begitu sempurna”. Namun aku sadar, kesempatan hanyalah tinggal kenangan, rindu ini masih saja tersentak dalam bingkaimu.
Waktu jelas tidak akan kembali, dan rindu kian menyepi.
Kamu tahu Ayah, rinduku padamu sampai membuat iri dengki pada mulut-mulut yang tak bertanggung jawab. Kamu tahu Ayah, kesempatan yang kamu berikan untukku hanya beberapa detik saja saat kamu masih hidup.
Pada air mata yang jauh aku selipkan rindu berisyarat. Pada rinduku yang yang tak sampai aku selipkan perpisahan panjang.
Selamat jalan, kamu dari-Nya dan kembali pada-Nya.
Semoga rindu tersampai padamu.
Aceh, 13 juni 2018
Posted from my blog with SteemPress : http://www.rizkiavonna.com/sepucuk-surat-rindu-untuk-ayah/