Tindakan medis yang berlebihan malah memperburuk status kesehatan
10 tindakan medis yang berlebihan malah memperburuk status kesehatan
Fenomena ini bukan hanya sering terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh belahan dunia. Sering kali terjadi intervensi berlebihan bahkan sudah tidak sesuai sengde standart oprasional prosedur(SOP). Hal ini bukan hanya di lakukan dokter tapi jugak desakan dari si pasien.
Tanpa di sadari tindakan intervensi medis berlebihan malah berdampak buruk bagi status kesehatan pasian mulai dari resiko ringan sampai mengancam jiwa.
Intervensi berlebihan yang tidak sesuas indikasi yang paling sering adalah pemberian antiantibitika. Operasi amandel.rawat inap rumah sakit. Operasi usus buntu, operasi sectio caesaria. IntervensI medis berlebihan lainnya adalah pemberian vitamin berlebihan, operasi yang tidak sesuai indikasi atau tindakan operasi yang dalam keadaan kondisi penderita prognosisnya sudah tidak ada harapan.
Berikut adalah 5 intervensi berlebihan dalam dunia kesehatan ;
1.pemberian antibiotika
Menurut penelitian US national ambulatory medical care survey pada tahun 1989. Setiap tahun 84% anak mendapatkan antibiotika hasil lain nya 47,9% dari resep dokter adalah anak ber umur 0-4 tahun terdapat antibiotika.
Angka tersebut menurut perhitungan banyak sekali para ahli yang mencemaskan nya. Dalam tahun yang sama di temukan resistansi kuman yang cukup tinggi akibat pemakaian antibiotika berlebihan tersebut.
Menurut CDC (centers for desease control and prevention) indikasi pemberian antibiotik adalah apabila batuk dan pilek selama 10-14 hari yang terjadi sepanjang hari bukan hanya malam atau pagi hari saja. Karna batuk atau pilek pagi hari bisa di sebabkan oleh alergi atau bukan lagi fase infeksi dan tidak perlu lagi antibiotik.
Indikasi lain apabila terdapat gejala infeksi sinusitis aku yang berat seprti panas lbih dari 39 drjat celcius debgan cairan hidung purulen nyeri dan pembengkakan sekitar mata dan wajah.
Indikasi lain nya adalah radang tenggorokan akibat infeksi kuman streptokokus. Penyakit ini umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih.pada anak usia 4 tahun hany 14% kemungkinan terinfeksi kuman streptokokus. Penyakit lain yang harus mendapatkan antibiotik adalah infeksi sakuran kemih dan tyfus. Sebagian besar penyebab sakit anak adalah virus arti nya sahrus nya mereka mendapatkan antibiotik hanya 14-15%. Karna penyakit yang di sebabkan virus adalah sakit yang sembuh sendiri dalam rentan waktu 5-7 hari.
2.rawat inap rumah sakit
Hal ini sangat umum kita temui. Seringkali anak demam bisa tapi di suruh opname. Tindakan ini kadang merupakan desakan keluarga pasien karna rasa takut yang berlebihan. Dampak rawat inap yang tidak sesuai indikasi selain mehamburkan biaya jugak beresiko terinfeksi nosokomial atau infeksi baru yang tertular di rumah sakit.
3.operasi amandel
Operasi amandel atau tonsilektomi adalah tindakan yang paling sering dilakukan sepanjang asejarah operasi. Kontroversi tonsilektomi paling banyak dilaporkan dibandingkan operasi manapun. Tonsilektomi bila sesuai indikasi sangat perlu dan harus dilakukan. Tetapi, ternyata banyak kasus operasi amandel tidak sesuai indikasi. Seringkali orangtua bingung dalam menghadapi anak yang diadviskan untuk operasi amandel atau tonsilektomi. Bingung karena seringkali terjadi perbedaan pendapat antara beberapa dokter.
Sebenarnya indkasi harus operasi menurut American Academy of Otolaringology Headneck Surgery (AAO) hanya 3 yaitu
1.Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal.
Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. Dan pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah atau mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.
Tonsillitis yang dan mengakibatkan kejang demam.
Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan gambaran patologis jaringan.
Indikasi relatif artinya dioperasi lebih baik tidak diporasi tidak masalah. Indikasinya adalah
- Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai.
- Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada Tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. 3.Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan dengan antibiotika.
- Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan dengan keganasan (neoplastik).
Alasan yang tidak benar yang dijadikan indikasi operasi seperti
1.Bila tidak operasi kecerdasan menurun. - Bila tidak dioperasi mengakibatkan sakit jantung dan sakit paru-paru.
3.Bila tidak di operasi maka oksigen ke otak berkurang anak jadi kurang konsentrasi dan kurang cerdas. - Atau indikasi operasi tidak benar lainnya karena gangguan pertumbuhan berat badan, kesullitan makan, gangguan bicara, gangguan tidur, bau mulut, enuresis (mengompol).
4.operasi usus buntu
Penelitian di University of Washington menunjukkan, 16 persen operasi pemotongan usus buntu dilakukan pada pasien yang sebetulnya tidak membutuhkan. Radang usus buntu atau apendisitis memang berbahaya sehingga pada umumnya dokter tidak mau ambil risiko dan memilih secepatnya memotong bagian tubuh yang memang tidak jelas fungsinya tersebut.
Radang usus buntu bisa dikenali dengan pemeriksaan penunjang berupa USG, atau CT scan dan jumlah sel darah putih yang melampaui 10.000/mcL. Keluhan nyeri perut yang hebat sering didiagnosis usus buntu, padahal nyeri perut juga bisa terjadi pada berbagai kasus. Kadang overdiagnosis usus buntu sering terjadi karena gejala yang terjadi hampir sama kualitas nyeri dan lokasinya dengan gangguan lainnya. Kesalahan diagnosis usus buntu sering terjadi pada penderita alergi atau asma yang sebelumnya mempunyai riwayat kolik saat bayi, sering rewel saat usia di bawah usia 3 bulan atau nyeri perut berulang. Nyeri perut akan timbul pada pasien tersebut apabila terkena infeksi virus yang menyerang tubuh.
5.operasi sectio
Operasi Sectio Caesaria tanpa indikasi termasuk intervensi medis yang paling sering. Berdasarkan survei global WHO yang dilakukan di 9 negara Asia pada tahun 2007 dan 2008, mencangkup Kamboja, China, Nepal, Filipina, Srilangka, Thailand, dan Vietnam. China menunjukan angka sectio caesarea tertinggi yaitu 46,2 persen dan mempunyai tindakan operasi tanpa indikasi terbesar yaitu 11,7 persen sedangkan Vietnam dengan angka 1 persen.
Penelitian yang pernah dilakukan di Jakarta pada tahun 2009 menunjukkan bahwa tindakan operasi tanpa indikasi pernah dilaporkan sebesar 13,9 persen. Dibanding persalinan vaginal spontan, maka persalinan operatif secara bermakna menyebabkan kematian maternal lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat mortalitas maupun morbiditas maternal pada perempuan yang menjalani sectio caesarea tanpa indikasi.
Setiap tindakan operatif meningkatkan mortalitas maternal dan indeks morbiditas seperti transfusi darah, histerektomi (pengangkatan rahim), iligasi arteri iliaka interna, kematian, atau perawatan ICU jauh lebih besar dibanding persalinan spontan. Peningkatan ini terutama disebabkan tingginya perawatan ICU dan transfusi darah. Tidak ada kesalahan jika melakukan intervensi medik dengan adanya indikasi yang jelas, Tetapi jika masih menganggap bahwa operasi Caesar merupakan tindakan yang tidak berbahaya, maka masyarakat perlu disadarkan dengan bukti-bukti ini.
Dampak dan pencegahan
Kontroversi tentang intervensi berlebihan tindakan medis ini wajar terjadi dalam setiap keputusan dan tindakan dokter. Seringkali terjadi perbedaan pendapat karena setiap kasus berlatar belakang kondisi yang berbeda. Dalam melakukan tindakan medis, dokter harus selalu memakai indikasi medis dengan rujukan evidance base medicine (kejadian ilmiah berbasis bukti atau berdasar penelitian), kondisi pasien kepentingan pasien.
Menjadi tidak wajar apabila dalam tindakan medis bukan demi kepentingan pasien tetapi demi kepentingan individu, kepentingan rumah sakit atau kepentingan tertentu lainnya. Selain itu, intervensi medis berlebihan ini juga dapat disebabkan permintaan pasien meski tanpa indikasi dokter tetap melakukannya.
Seringkali kecemasan pasien yang berlebihan memaksa dokter untuk melakukan tindakan medis berlebihan bagi dirinya. Bila hal ini terjadi, sebaiknya dokter harus memberikan edukasi dampak buruk intervensi medis yang tidak sesuai indikasi. Bukannya malah meluluskan permintaan pasien padahal sudah mengetahui risiko dampakburuk yang bisa terjadi.
Dampak buruk pada intervensi medis yang berlebihan dan tidak sesuai indikasi ini dapat mengakibatkan kerugian atau pemborosan biaya yang luar biasa banyak. Dampak buruk lainnya adalah mengakibatkan morbiditas atau gangguan kesehatan baru lainnya yang sangat mengangggu. Bahkan, dampak buruk lainnya dapat meningktkan risiko mortalitas atau ancaman jiwa. Pencegahan terbaik agar tak terjadi intervensi medis yang berlebihan dan tidak sesuai indikasi adalah melakukan indikasi yang tepat saat akan melakukan intervensi medis. Bila berisiko mengalami intervensi berlebihan dan tak sesuai indikasi, sebaiknya penderita melakukan second opinion atau pendapat kedua kepada dokter lainnya
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://lifestyle.kompas.com/read/2013/01/10/11233065/10.tindakan.medis.berlebihan.dalam.dunia.kesehatan