Di Balik Buah Rambutan Ada Cerita
Masuk di bagian wilayah Aceh Utara, tersembunyi sebuah desa sederhana namun memiliki makna bagi saya pribadi. Desa ini memang sedikit asing di telinga saya, jauh dari gemerlap kota-kota besar yang ada di sekitarnya.
Desa Tanjung Punti, itu nama yang saya temukan saat masuk ke wilayah tersebut beberapa minggu yang lalu. Alamnya yang jujur serta warganya yang berhati lapang saya temukan, terlebih di tengah bencana banjir yang mereka alami.
Diantara jalan yang menurut saya sebelumnya cukup bagus, berdiri beberapa perumahan warga yang dikelilingi dengan kebun-kebun rambutan dan pokok durian (jika saya tidak salah lihat). Penanda banjir terlihat jelas dengan lumpur dan batasan air yang kala itu menghantam desa ini.
Siang itu kami tiba di desa Tanjung Punti membawa bantuan, memang tidak besar, tapi kami berusah memberikan bantuan kecil yang mungkin berguna untuk warga di pengungsian.
Dalam perjalanan tersebut kami di ajak menuju ke sebuah rumah seorang steemian terkenal, rumah tersebut masih terlihat cukup berantakan karena memang baru beberapa hari yang lalu tersapu banjir bandang.
Di rumah tersebut kami di jamu dengan minuman kopi ditambah rambutan dan beberapa buah durian yang cukup manis. Ternyata di tempat tersebut rambutan lagi tumbuh lebat pada musimnya, dan saat ini menjadi musim dimana warga masyarakat mulai memanennya.
Hampir di sepanjang jalan setelah jamuan sederhana itu kami menemukan banyak warga yang memanen rambutan di perkebunan mereka. Di tengah banjir yang baru selesai, mereka mencoba bangkit dari musibah yang terjadi. Dibawah kebun masih terlihat sisa lumpur banjir, namun di bagian atas buah masih terlihat rimbun.
Rambutan di sini terlihat sangat segar, memakan langsung dari pokoknya benar-benar jauh lebih nikmat. Terlihat juga beberapa pedagang buat sudah mulai berdatangan untuk membeli langsung dari pemilik kebun, tentu dengan harga yang murah serta usaha yang benar-benar sulit untuk membawa rambutan ini keluar dari kampung Tanjung Punti di tengah keadaan jalan yang masih berlumpur.
Di musim pane kali ini, di tengah banjir yang melanda. Rambutan Tanjung Punti terasa lebih manis dari sebelumnya, bukan karena kadar gulanya yang berubah. Tapi, karena di balik rasanya tersimpan cerita tentang sebuah keteguhan, semangat untuk bangkit, gotong royong. Hal ini seperti bertanda ujian dari tuhan memang membuat mereka terlihat jatuh, tapi mereka memilih untuk berdiri kembali sebagai bentuk Ikhtiar.
Di desa Tanjung Punti saya seolah melihat bahwa di tengah musibah tidak ada cerita semangat yang mati, setelah air mulai surut yang tersisa bukan keputusasaan, melainkan kebersamaan. Ada mereka yang membersihkan lumpur, ada yang menyediakan makanan seadanya, ada anak-anak yang masih terlihat bermain dan ada senyum sapa di antara mereka.
Kelak, saat situasi dan kondisi di kampung Tanjung Punti sudah mulai kondisif dan tertata lagi. Ingin rasanya ada yang mengajak saya untuk membeli rambutan di kampung Tanjung Punti, mungkin Pak @radjasalman dan Pak @alee75 suatu saat mengajak saya kembali ke sana.
Pada hari itu, kami bukan saja membawa bantuan ke kampung Tanjung Punti. Tapi kami di berikan oleh-oleh buah rambutan, seolah membuktikan bahwa nenek moyang kami mengajarkan arti kemanusiaan dan persaudaraan yang masih melekat pada diri masyarakat Aceh.











Great post! Featured in the hot section by @punicwax.
Alhamdulillah saya pernah berkunjung ke desa tempat bang @el-nailul tinggal beberapa tahun yang lalu bersama pak radjasalman, bang boy dan pak irawandedy. Semoga kita diberikan kesempatan untuk kembali berkunjung ke desa ini, dan semoga bang El sekeluarga diberikan kesabaran dan ketegaran atas musibah ini.
Aamiin Pak, saya juga berdoa dan berharap anda sehat sekeluarga.