Kenapa Saya Memilih Postingan dalam Bahasa Indonesia?

in #indonesia7 years ago

image

HAMPIR sebulan saya memposting tulisan saya pada kanal Steemit.com. Sebenarnya, @muammar memperkenalkan laman itu sejak dua bulan lalu. Namun, karena saya sibuk pada beberapa hal belum sempat membuat akun. Bahkan suatu waktu @muammar menawarkan diri membuatkan akun. Saya pun menyambut baik tawaran itu.

Apakah setelah mendaftar saya langsung aktif ngeposting tulisan saya? Jawabannya tidak. Ajakan terakhir datang dari @ayijufridar. Saat itu lebaran idulfitri. Di hari pertama idulfitri @ayijufridar menelpon. Kebetulan saya mudik ke rumah mertua di Kuala Simpang, Aceh Tamiang. Setelah ucapan selamat hari raya, Ayi membombardir ajakan untuk mengaktifkan akun yang sebelumnya telah terdaftar.

Sepekan kemudian, saya baru menginfirmasi email untuk akun itu. Seiring waktu saya suka memotret perkembangan kedua putra saya. Mereka pun kemudian menjadi sebagian objek tulisan saya. Saya menyebutkan ini curhat digital. Curhat seorang ayah tentang perkembangan kedua putranya.

Sebagian postingan saya berisi soal wisata, travel, makanan dan aneka tempat asik yang pernah saya kunjungi. Seluruh tempat itu dijamin berbiaya irit. Maklum, saya tak punya fondasi pendanaan yang kuat mengunjungi tempat yang super mewah bak selebritas tanah air.

Terakhir, saya sempat beberapa kali memposting dalam bahasa Inggris. Rasanya hati saya tak nyaman. Postingan dalam english itu menggunakan mesin penerjemah milik perusahaan raksasa google. Tentu akan ada frase kalimat yang acak kadut bin karut marut.

Saya sempat menyampaikan ketidaknyamanan hati saya ini pada @levycore. Pria berambut lurus dengan kumis klimis ini hanya senyum-senyum saja. Dia menyatakan tak masalah juga menasbihkan diri memposting dalam bahasa Indonesia.

Sesungguhnya saya akui, saya tak bisa berbahasa Inggris yang baik dan benar. Ada rasa mengganjal di hati ketika memaksakan diri berbahasa Inggris. Apalagi dalam konteks tulisan.

Lalu, pilihan berikutnya adalah bahasa ibu saya-bahasa Aceh-ini juga memiliki kendala tersendiri. Bahasa Aceh sarat dengan tanda baca, yang sangat sulit saya temukan pada tuts Apple saya. Daripada menulis dalam bahasa Aceh namun tidak benar pula, maka saya mikir, lebih baik menulis dalam bahasa Indonesia.

Apakah sudah benar kaidah penggunaan bahasa saya dalam tulisan itu? Jawaban saya belum. Banyak hal yang membuat itu salah. Typo salah satunya. Niat hati menulis sesuatu yang benar,karena kurang teliti jadi kekurangan huruf. Ini manusiawi. Tapi saran saya tetaplah para stemians ini lebih teliti. Setidaknya lebih teliti dibanding saya.

Persoalan lainnya kenapa saya menulis dalam bahasa Indonesia di forum steemit ini, adalah soal literasi. Bagaimana kita ingin menyampaikan pesan dengan baik pada pembaca.

Saya tentu berharap pesan saya sampai dengan baik ke semua pembaca. Pada akhirnya pesan itu bisa dimaknai sebagai informasi, syukur jika dimaknai sebagai tambahan pengetahuan. Dan, menjadi kacau balau, jika dimaknai dalam tafsir-menggurui-ini musibah.

Saya tak pernah bermaksud menggurui semua pembaca. Lebih baik, jika menganggap tulisan saya bermanfaat silakan dinikmati. Tak ada niatan menggurui. Walah, bagaimana mau menggurui, saya sendiri juga masih belajar.

Akan semakin kacau lagi, kalau tafsir-menggurui-itu diterjemahkan dalam hujatan-hujatan. Bagi saya, kalimat dan frase yang digunakan adalah cermin karakter manusia dan peradabannya. Jika frasenya santun, menjadi keniscayaan manusianya santun. Jika frase yang dipilih kasar bin banal, anggaplah kita sedang berhadapan dengan setengah manusia.

Kembali ke soal literasi? Minat baca kita jauh tertinggal dari negara mana pun di dunia ini. Industri buku tak kunjung membaik. Apalagi industri buku sastra, semakin memperihatinkan.

Industri buku terbilang sehat adalah buku-buku teks untuk sekolah atau perguruan tinggi. Ini terbilang baik, karena memiliki segmen pasar yang jelas dan pembeli baru saban tahun.

Forum steemit ini sebenarnya bisa digunakan untuk mendongkrak literasi itu. Memperluas minat baca pada seluruh masyarakat nusantara. Pada akhirnya, minat baca diharapkan menjadi budaya. Layaknya masyarakat Jepang yang membawa satu buku kemana pun dia pergi. Indonesia pelan-pelan diharapkan begitu.

Bicara lebih lokal lagi, khusus Aceh, minat baca semakin memperihatinkan dengan ketiadaan toko buku yang refresentatif. Bisnis buku memang bisnis yang membutuhkan modal besar. Apalagi penjualan relatif sepi.

Di provinsi paling ujung Pulau Sumatera ini, tak ada toko buku besar seperti Gramedia, Toga Mas, Gunung Agung dan lainnya. Gramedia, menurut seorang managing editor penerbit itu sudah membeli tanah di kawasan Ulee Kareng, Banda Aceh untuk membangun toko buku. Tapi, entah kapan toko itu dibangun. Hitungan minat baca tentu menjadi alasan pebisnis buku membangun toko di Aceh.

Sehingga tak jarang di provisi ini kita kesulitan mendapatkan buku keluaran terbaru. Selama ini saya memilih pembelian daring atau jika sedang di luar kota berbelanja buku.

Itu pula membuat saya akhirnya memilih mayoritas menulis dalam bahasa Indonesia pada laman ini. Bagi Anda, terserah, silakan menulis bahasa apa yang Anda inginkan. Asal Anda nyaman, silakan. Jika tidak nyaman, dan penuh cacat di sana-sini tulisan, lebih baik tinggalkan. Kenyamanan adalah kunci menulis dengan benar.


image
Salam buat stemians semua, jika senang dengan tulisan ini silakan direstem, upvote dan follow saya.

@masriadi

Sort:  

sepakat @masriadi untuk bersepakat pada bahasa pemersatu. jangan ragu dan bimbang. bila kenyamanan adalah harga mahal, maka tak perlu menawar pada harga murah haha (nggak nyambung). intinya saya sepakat 1000% pada kata kenyamanan menulis. karena bila tak nyaman, tak kan menghasilkan sesuatu yang menyentuh.

kenyamanan menajdi gerbang lahirnya tulisan yang mampu menggugah pembaca. bila tdk dalam kondisi tsb, mustahil seseorang bisa malahirkantulisan yang wah, yang bergizi, bercita rasa.

tulisan yang dipaksa alaka kadar dan diterjemah dengan mesin, bukan oleh manusia, bisa dibayangkan akan lurus seperti rel kereta. nggak gurih apa lagi lezat.

selamat berkarya. jangan paksakan bila kita belum mampu. sembari terus belajar bahasa inggris, menulislah dalam bahasa ibu.

tabik,
@zainalbakri

Nah ada bung @zainalbakri nimbrung. Bung ZB ini orang yang menjerumuskan saya soal tulis menulis. Dia juga menenggelamkan dan mengenalkan saya sama Pepsi Blue (jangan diungkap kisah sebenarnya Pepsi Blue ini). Beliau ini guru saya. Termasuk soal nakal. Beliau ini guru saya juga. Maka, kalau mencari guru yang baik, maka pilihlah guru seperti bg ZB. Pasti akan ditenggelamkan dalam Pepsi

sekali lagi adek tulis spt itu abang grop lam krueng

Setuju, menulislah sesuai dengan kenyamanan masing-masing. Baik itu nyaman dengan materi dalam artian menguasai konten, begitu juga dengan bahasa.

Tapi menulis dalam bahasa indonesia yang baik dan benar itu sulit, mungkin karena alasan itu terkadang saya memilih menulis dalam bahasa Inggris seadanya 😀😀

@rahmanovic betul. penguasaan materi yang ditulis wajib hukumnya. ini sering ilustrasi saya adalah mengenali orang. kenal bukan hanya wajahnya saja. tapi karakternya, dan seterusnya. ndak mudah mengenali orang kan ya..

Memang, tidak semua postingan harus dibuat dalam Bahasa Inggris. Tergantung juga.

Menurut saya, kalau tema yang kita tulis isunya masih seputar daerah ya buat apa pakai Bahasa Inggris. Fokus saja dengan Bahasa Indonesia karena mudah langsung dipahami.

Cuma yang jadi masalah sekarang, ada di antara kita kemampuan menulis dalam Bahasa Indonesia masih banyak yang salah. Ini yang harus diperhatikan bersama. Ada yang asal asalan menulis tidak tahu menempatkan huruf besar, tanda titik dan koma.

Bagi saya, tetap Bahasa Indonesia yang utama. Begitu masbro @masriadi

@dsatria follow / upvote tgk rakan
1 titik
2 koma
ada titik sebelumnya koma

Betul pak @dsatria. Sebenarnya tergantung kenyamanan saja. Saya merasa nyaman dengan bahasa Indonesia. Sekaligus mengakui tak mampu berbahasa Inggris yg baik dan benar. Kalau mampu, mungkin juga saya menulis dalam English. Ah, inilah kata orang tua dulu, belajar bahasa eebanyaknya. Sayangnya saya tak mempelajari sebanyak banuaknya. Hejehe

Mohon maaf terlewatkan diskusi yg menarik ini, ternyata sudah begitu panjang sampai-sampai saya harus membaca dari permulaan supaya bisa saya fahami isi dari postingan dan koment rekan-rekan semua.

Serius saya sangat sependapat dengan prinsip dari kanda @masriadi yang sebenarnya beliau menunjukkan nasionalismenya walau hanya dari menulis, buat apa kita memaksakan menuruti nafsu seolah-olah kita sangat menguasai bahasa inggris yang benar padahal hal itu kita lakukan berkat bantuan aplikasi pihak ketiga.

Saya akui saya sendiri melakukan hal tersebut namun apapun itu adalah sesuatu yang wajar karena yang membaca tulisan kita ini bukan saja dari kalangan negeri kita namun akan turut dibaca oleh stemians negara-negara dibelahan dunia lain.

Saya juga mendapatkan masukan dari senior @zainalbakri dan @ayijufridar agar tidak terlalu memaksakan menulis dengan bahasa yang kurang kita fahami terkecuali memang kita sudah menguasai betul bahasa tersebut.

Terima kasih abangda @masriadi yang sudah memberikan pencerahan kepada kami khususnya saya sendiri. Terimakasih

Salam hormat.
@mukhtar.juned

Mohon maaf terlewatkan diskusi yg menarik ini, ternyata sudah begitu panjang sampai-sampai saya harus membaca dari permulaan supaya bisa saya fahami isi dari postingan dan koment rekan-rekan semua.

Serius saya sangat sependapat dengan prinsip dari kanda @masriadi yang sebenarnya beliau menunjukkan nasionalismenya walau hanya dari menulis, buat apa kita memaksakan menuruti nafsu seolah-olah kita sangat menguasai bahasa inggris yang benar padahal hal itu kita lakukan berkat bantuan aplikasi pihak ketiga.

Saya akui saya sendiri melakukan hal tersebut namun apapun itu adalah sesuatu yang wajar karena yang membaca tulisan kita ini bukan saja dari kalangan negeri kita namun akan turut dibaca oleh stemians negara-negara dibelahan dunia lain.

Saya juga mendapatkan masukan dari senior @zainalbakri dan @ayijufridar agar tidak terlalu memaksakan menulis dengan bahasa yang kurang kita fahami terkecuali memang kita sudah menguasai betul bahasa tersebut.

Terima kasih abangda @masriadi yang sudah memberikan pencerahan kepada kami khususnya saya sendiri. Terimakasih

Salam hormat.
@mukhtar.juned

ini luar biasa. apa salahnya kita meng internationalkan bahsa ibu kit sendiri . bahasa ibu pertiwi. dan salam komunitas steemit indonesia. semoga kita semua sukses. MERDEKA

enggak ada yang salah bung @nauval. menginternasionalkan bahasa ibu ada baiknya. asal mampu dan bisa bin nyaman. saya merasa tak mampu hahaha

@masriadi
Tulisan yang sangat bagus, saya membaca sampai akhir.
Saya sependapat dengan @masriadi, kuncinya ada dalam kenyamanan dalam kita membuat tulisan.
Intinya kita harus nyaman, dari situlah timbul rasa percaya diri.

sepakat soal nyaman. kalau tak nyaman semua berasa hambar kan ya. @yaumil

Akhirnya kegalauan saya slma ini telah tersalurkan lewat tulisan ini. Terimakasih bg @masriadi

menulis dan mengarang 2 dalam 1 kesenangan pribadi mengulas isi hati dalam kanvas putih.. hati terucurah dengan jemari2 yang lentik nan bersahaja..

follow beh n vote

Perfect!! Ini luar biasa, sy suka tulisan ini, ini bisa jadi literasi bagi kami pemula