9 Hari Pasca Banjir Bandang,Pidie Jaya Masih Berjuang: Solidaritas Warga Menyapa di Tengah Tumpukan Lumpur dan Kenestapaan
PIDIE JAYA – Sembilan hari pasca dilanda banjir bandang yang menggenangi permukiman, kondisi sejumlah wilayah di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, masih jauh dari pulih. Hingga Jumat, 5 Desember 2025, ratusan warga terpaksa masih bertahan di posko-posko pengungsian, sementara rumah-rumah mereka sebagian masih terkubur lumpur setinggi pinggang orang dewasa yang belum sempat dibersihkan.
Pemandangan miris masih terlihat di beberapa titik. Rumah-rumah yang menjadi tempat bernaung keluarga kini berubah menjadi kubangan lumpur pekat, mengubur sebagian besar harta benda dan kenangan penghuninya. Proses pembersihan berjalan lambat akibat keterbatasan peralatan berat dan tenaga, serta luasnya area terdampak.
Di tengah keprihatinan yang berlarut, gelombang solidaritas terus mengalir dari berbagai penjuru. Bantuan dari pemerintah daerah, komunitas relawan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pemerintah gampong (desa) terus berdatangan dalam bentuk sembako, pakaian layak pakai, obat-obatan, dan kebutuhan darurat lainnya. Bantuan kolektif ini menjadi penopang utama bagi para pengungsi untuk memenuhi kebutuhan paling dasar.
Namun, di antara bantuan yang terorganisir, terselip cerita-cerita haru tentang kedermawanan individu yang tulus datang dari hati. Seperti yang terjadi hari ini di Dusun Pante, Gampong Meunasah Jurong, Teupin Pukat, Kecamatan Meurah Dua. Seorang ibu rumah tangga bernama Putri Sarah (45) biasa disapa Cupo Sarah datang bersama timnya dari Lancok Manyang, Bandar Baru, dengan membawa bantuan khusus hasil jerih payahnya sendiri.
Dia tidak hanya membawa sembako biasa. Dengan kepedulian yang mendalam, Cupo Sarah menyiapkan bubur kacang hijau hangat untuk menghangatkan badan dan hati para pengungsi. Selain itu, dia juga membawa paket berisi pakaian layak pakai khusus untuk balita serta daster nyaman untuk para ibu yang mengungsi.
“Begitu saya mendengar dan melihat langsung betapa parahnya kondisi pasca banjir ini, hati saya terusik. Terutama melihat mereka, para ibu dan anak-anak balita, harus tidur di emperan toko dengan segala keterbatasan. Itu menambah kuat keinginan saya untuk membantu, sekadarnya sesuai kemampuan,” ungkap Cupo Sarah kepada Cek Mad dari media ini, suaranya lirih namun penuh ketulusan.
Aksi spontan yang dilakukannya bukanlah yang pertama. Cupo Sarah mengaku tergerak setelah informasi dan gambar-gambar kesulitan warga beredar. Dia pun memutuskan untuk turun langsung, mengorbankan waktu dan tenaga untuk memasak dan mengumpulkan pakaian yang masih layak.
“Alhamdulillah, rasa hati ini menjadi bahagia setelah menyerahkan bantuan secara langsung. Melihat senyuman dan terima kasih mereka, meski hanya sedikit, itu sudah sangat berarti bagi saya,” tambahnya, wajahnya berbinar meski tubuhnya lelah setelah menempuh perjalanan.
Kehadiran Cupo Sarah dan bantuan-bantuan spontan serupa bagai embun penyejuk di tengah kepanasan derita para pengungsi. Bantuan tersebut tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga mengobati luka batin, memberikan pesan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi musibah ini.
Sementara itu, para pengungsi di berbagai posko masih mengharapkan bantuan lanjutan, terutama untuk pembersihan rumah, pemulihan sanitasi, dan akses air bersih. Mereka berharap, setelah masa tanggap darurat, fase pemulihan dan rehabilitasi dapat segera dilakukan secara menyeluruh agar mereka dapat kembali ke kehidupan normal. Perjuangan masyarakat Pidie Jaya bangkit dari lumpur bencana masih panjang, tetapi semangat gotong royong seperti yang ditunjukkan Cupo Sarah menjadi energi positif untuk terus bertahan.
Editor : CM Cek Mad


