Membangun sistem pengadaan pemerintah berbasis blockchain perlu dilakukan secara terstruktur, meliputi penentuan cakupan/peserta, pemilihan platform, pembuatan kontrak pintar, perancangan antarmuka aman, serta uji coba
Ruang Lingkup dan Peserta membentuk fondasi untuk mengembangkan sistem pengadaan pemerintah berbasis blockchain di Indonesia. Kedua elemen ini menentukan apa saja yang akan tercakup dalam sistem dan siapa yang akan terlibat dalam penggunaannya.
Menentukan Ruang Lingkup
Menentukan ruang lingkup berarti menetapkan batasan yang jelas tentang di mana dan bagaimana sistem akan diterapkan. Langkah pertama adalah mengidentifikasi kebutuhan, yang menentukan area spesifik di mana solusi blockchain harus diterapkan. Untuk memastikan efektivitas dan kompleksitas yang dapat dikelola, implementasi harus mengikuti pendekatan bertahap.
Pada awalnya, perhatian dapat diberikan kepada instansi pemerintah yang dikenal dengan kegiatan pengadaan bernilai tinggi atau sering, atau yang telah dilaporkan terdapat korupsi yang signifikan. Misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dapat ditargetkan untuk proyek infrastruktur skala besar, dan Kementerian Kesehatan untuk pengadaan alat kesehatan.
Ruang lingkup juga harus menentukan jenis pengadaan yang akan dimasukkan dalam fase awal. Ini dapat melibatkan pengadaan barang dan jasa standar seperti perlengkapan kantor dan layanan TI, kontrak bernilai tinggi seperti proyek infrastruktur yang membutuhkan tender dan audit yang kompleks, atau tender khusus seperti bantuan bencana darurat, yang mana kecepatan dan transparansi sangat penting.
Dengan membatasi cakupan awal, proyek ini dapat dimulai sebagai Program Percontohan untuk mengevaluasi kelayakan sistem sebelum memperluasnya ke seluruh negeri.
Menentukan Peserta
Menentukan peserta menentukan siapa yang akan mengakses sistem dan izin apa yang akan dimiliki setiap kelompok. Langkah ini krusial untuk desain sistem, kerangka kerja keamanan, dan struktur kontrak pintar.
Kelompok peserta pertama adalah Instansi Pemerintah, yang bertindak sebagai pembeli. Peran mereka adalah memulai proses pengadaan, menentukan persyaratan, mengevaluasi penawaran, dan mengotorisasi pembayaran akhir. Izin mereka meliputi pengajuan Permintaan Proposal (RFP), mengakses data vendor, dan memulai alur kerja kontrak pintar.
Kelompok kedua adalah Vendor atau Pemasok, yang bertindak sebagai penjual. Mereka bertanggung jawab untuk mengajukan penawaran, memenuhi kewajiban kontrak, dan menerima pembayaran. Izin mereka memungkinkan mereka untuk melihat RFP, mengajukan penawaran terenkripsi atau token, dan melacak status kontrak mereka.
Kelompok penting lainnya adalah Auditor dan Badan Pengawas, seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tugas mereka adalah memantau semua transaksi untuk menemukan penyimpangan dan memastikan kepatuhan. Mereka harus memiliki akses baca-saja ke data transaksi dan riwayat eksekusi kontrak pintar yang tersimpan di blockchain. Akses ini penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas.
Publik juga dapat berpartisipasi dalam model transparansi bersyarat. Warga negara dapat bertindak sebagai lapisan pengawasan eksternal dengan akses baca-saja ke data yang tidak sensitif, seperti status tender terkini, jumlah kontrak akhir, dan nama vendor pemenang. Namun, akses harus dikontrol dengan cermat untuk melindungi privasi vendor dan menjaga informasi nasional yang sensitif.
Dengan mendefinisikan peran dan izin ini secara jelas, sistem dapat memastikan bahwa Kontrak Cerdas dan Antarmuka Pengguna dirancang dengan tepat untuk mendukung akses aman dan alur kerja otomatis. Kejelasan ini memperkuat kepercayaan dan akuntabilitas di seluruh proses pengadaan.
Mpu Gandring ingin memberantas korupsi di Indonesia dengan teknologi blockchain! Anda ingin mendukung?
- Follow akun Mpu.
- Upvote dan resteem postingan Mpu.
- Share di Instagram, Facebook, X/Twitter dll.
- Biar pemerintah mendengar dan menerapkannya.






Upvoted! Thank you for supporting witness @jswit.