Bukan Jakarta jika tanpa Macet

Pagi ini aku berjalan dari Senen ke kantor, yang terletak di Pejaten Pasar Minggu, Jakarta Selatan. jaraknya hanya 14,1 KM dari tempat aku beranjak.

Dalam perjalanan, kita sudah bertemu dengan macet di awal jalan Rasuna Said, memasuki dua jalur dari jalah Hos Cakro Minoto yang satu jalur. Desakan kendaraan memasukin ke jalur cepat dan jalur lambat ini saling berebutan antara roda dua dan roda empat.

Tampak pemandangan tak indah tadi pagi, seorang aparat negara berbusana loreng dengan sekuter matik bongsornya. Begitu sombong dengan klaksonya yang panjang sehingga membuat kegahun diantara para pengendara di jalan Rasuna Said.

Dengan angkuhnya dirinya dengan sengaja menerobos air becek di jalan, kemudian berciprakan ke pengendara roda dua lainnya. Harusnya dia menurunkan kecepatan agar tidak keciprak ke pengguna jalan lainnya.

Perlunya kesadaran semua pengendara saat kemacetan dan hujan tiba, hati-hati harus menjadi prioritas utama pengguna jalan. Maklum Jakarta kota sangat macet, apalagi di waktu jam kerja tiba.

Wajar jika kemacetan begitu merajalela di Jakarta, bukan hanya saja masalah semata, tapi banyak masalah lain.

Meningkatnya jumlahnya kendaraaan, belum lagi ruas jalan semakin kecil dengan penambahan kendaran, ditambah lagi dengan pelaksanaan proyek di sejumlah titik.

Dari segala masalah, ada satu masalah yang utama yang harus dibenah, kesadaran pengguna ruas jalan untuk parkir dan berkandaraan dengan ramah, karena kalau jumlah kendaraan sedikit, dan ruas jalan luas tapi bisa saja terjadi kemacetan jika pengguna tidak memahami aturan berkendaraan di jalan raya.

Sadar akan keselamatan dan sadar dengan pengguna jalan lainnya.