Wisata Malam di Kota Tua Jakarta

Menjelang senja. Gerimis mendesis di halaman museum Fatahilah. Orang-orang berteduh di setiap tempat. Menaungi dirinya dari rintik hujan. Para pedagang kaki lima di sepanjang jalan tempat masuk museum itu, menutupi dagangannya dengan terpal.

Seperti yang lainnya, para pedagang tersebut bukannya berniat untuk pulang. Mereka hanya bersabar sejenak menunggu redanya hujan. Sebab, menjelang malam nanti, tempat ini akan menjelmakan pesonanya.

Benar saja, begitu lepas Magrib gerimis pun reda. Dan satu-satu orang mulai berdatangan ke Kota Tua ini. Para pedagang kaki lima tadi kembali menggelar dagangannya. Pembuat tato, sketsa wajah, dan beragam jasa seni lainnya juga turut ambil bagian di sini. Mereka berbaris di setiap sisi jalan masuk Museum Fatahillah. Membujuk calon pembalinya yang lalu lalang. Ya, Kota Tua ini pun kembali bernyawa.

Memang, seperti ada semacam daya magis yang menarik orang-orang datang kemari, Kota Tua Jakarta. Asep Kambali, pendiri Komunitas Historia mengatakan, Kota Tua ini memang indah bila malam hari. Ia sendiri juga tidak menampikkan adanya sisi mistis di tempat ini.

“Memang ada sisi mistis, tapi yang itu kita hilangkan. Kota Tua itu nyaman, Kota Tua itu indah,” ungkapnya.

Para pengunjung yang datang ke Kota Tua ini memang sepertinya tak merasakan itu. Seperti di Taman Museum Fatahillah, orang ramai yang berfoto ria di sana. Padahal dulunya di sini adalah tempat eksekusi mati para tahanan. Mereka dihukum gantung tepat di taman ini. Akan tetapi, mungkin hal ini pula yang menjadi salah satu daya tarik wisata malam Kota Tua.

Sebab di sini, tak jarang pula pasangan calon pengantin mengabadikan foto pre wedding-nya. Seperti yang saya temui malam itu. Apalagi di sini, nuansa klasiknya begitu terasa. Karena bangunan-bangunannya yang merupakan peninggalan zaman Belanda dulu, masih begitu terjaga.

Para penikmat fotografi juga turut ambil bagian. Yang tak memiliki kamera canggih, menggunakan kamera pocket. Atau ada pula yang hanya menggunakan kamera ponsel. Memang, siapa yang bisa menahan godaan untuk tidak mengambil gambar di sini. Sebab, hampir di setiap sudut Kota Tua adalah spot yang menarik untuk berfoto.

Semakin malam, Kota Tua ini pun semakin bernyawa. Para penyewa sepeda ontel menawarkan sensasi lain menikmati kota tua ini pada malam hari. Ya, di sini, kita pun bisa menikmati Kota Tua dengan berkeliling menggunakan sepeda ontel yang bercat warna-warni. Tersedia pula sebuah topi bundar berukuran besar, yang menambah kuat kesan masa lampau tempat ini.

Suasana semakin semarak. Cahaya bliz para Fotografer berkilatan di sana-sini. Para Pengamen berdatangan, menyanyikan lagu-lagu pilihannya di hadapan orang yang tengah asyik duduk. Ada pula anak-anak kecil yang membawa speaker, memutar lagu dangdut dengan suara yang begitu keras.

Lalu, anak lainnya, yang sepertinya masih berusia dibawah lima tahun, menggoyang-goyangkan pinggulnya. Tak ubahnya seorang penyanyi dangdut. Tentu saja para pengunjung tertawa geli melihatnya. Ada yang sengaja cepat-cepat memberikan uang receh, karena tak kuasa melihat anak sekecil itu lenggak-lenggok bak biduan.

Inilah Kota Tua, sketsa masa lalu dari sebuah kota besar bernama Jakarta. Di sinilah, sejarah berdirinya kota Jakarta bermula. Berada di sini, kita serasa ditarik ke masa silam. Bangunan-bangunan di sini seolah meneguhkan kembali identitas Jakarta sebagai kota yang memiliki warisan budaya.

Ada potongan sejarah yang tidak bisa kita lupakan begitu saja. Sebuah episode yang kemudian mengantarkan Jakarta menjadi sebesar sekarang ini. Di Kota Tua, saya merasakan denyut sejarah itu.