Guree, Sang Pejuang!
Dok: Afrizal Lancok
KETIKA saya "wara-wiri" di belantara hutan untuk mendokomentasikan setiap gerak dan langkah pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Guree adalah pasukan GAM yang kerap dipercayakan sebagai penjaga perbatasan.
Nama aslinya Syahbuddin, dia bukan hanya teman sekampung, tapi juga satu lokal ketika kami sama-sama belajar di Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Lancok, Bandar Baru Pidie Jaya.
Hari ini saya patut berbangga karena Guree sudah kembali bisa bercerita tentang jalan masa lalu yang penuh luka dan perjuangan, meski sempat depresi akibat dirundung berbagai masalah dalam hidupnya pasca konflik usai.
Saya kembali mereview ingatannya saat Aceh masih dibalut luka kemanusian. "Andi ka foto kee sigee," pinta Guree dengan senjata berat jenis Minimi ditangannya. Dia pun bergaya!
Saat saya mengulang cerita itu, Guree hanya tersenyum. Momen itu terjadi sekitar Januari 2003 saat pelantikan Tgk Sardjani Abdullah menjadi Panglima GAM Wilayah Pidie oleh Muzakir Manaf (Muallem).
Guree saat itu ditugaskan sebagai penjaga wilayah yang akan digunakan untuk acara pelantikan. Setiap tamu yang masuk ke wilayah "meudelat" maka wajib dilakukan pemeriksaan di beberapa pos. Ketat dan disiplin.
Sebagai jurnalis, saya kerap bepergian dengan melewati beberapa pos pemeriksaan. Selain dipercayakan juga sebagai tim dokumentasi nanggroe untuk kegiatan pelantikan tersebut.
Di pos pemeriksaan di jalan Cubo, sekitar beberapa kilometer dengan pusat acara, saya tanpa sengaja bertemu dengan Guree, dan momen itu kami gunakan reuni ala kadarnya.
"Kah hebat Andi kajeut keu wartawan," nada khasnya serak parau serta tatapan matanya yang tajam dilengkapi senjata minimi di tubuhnya melengkapi kesan dia seorang tentara tangguh.
Kami pun turut larut dalam suasana pertemanan beberapa menit. Saya bangga bertemu Guree yang telah memilih jalannya tersendiri untuk berjuang, dan dia juga terlihat bangga ketika teman seangkatannya di SD menjadi wartawan.
Kemarin dalam suasana Idul Fitri, kami mencoba mengulang kisah masa lalu yang terkadang suka, dan tidak sedikit juga luka. Bahkan kerap memantik lucu ketika mengulang kenangan kami ketika SD.
Bukan hanya itu, kenangan lain soal permainan bola volly yang kerap kami mainkan juga tidak luput dari obrolan. Bahkan nama-nama pemain volly "hebat" saat itu pun masih diingatnya, ditambah gaya bicara kelucuan yang membuat kami bisa tertawa lepas bersama-sama.
Guree, sudah kembali pulih. Saya terharu sekaligus bangga karena seorang teman menemukan kembali cerita dalam hidupnya. Meski beberapa tahun belakangan mengalami masalah pada kejiwaanya.
Saya meyakini bahwa doa para sahabat, doa kami adalah obat jiwa yang mendapat tempat di sisi sang pencipta untuk kesembuhannya. Semoga Guree--seperti hari ini--perlahan menemukan kembali jalan pikirannya untuk terus berbuat demi Aceh. Amin ya Allah.
Ka tuleh beujai tulisan lagee nyoe, wate kana 30 boh ka cetak keu buku laju. Bek brigen gob2 bak preh buku droe.
Hahaha...kee ken hana semangat kuh le, aleh paken?
Ata jah beu rutin dipeugah le MTA, nyan baro semangat lom. Kasyi jak u banda beu kayem, bah lagee awai lom