Hasbi Burman, The Street Poet in the Wilderness of Aceh Literature [Hasbi Burman, Penyair Jalanan di Belantara Sastra Aceh]
Meeting him made me feel thrown away to another world. A world that full of twists and the romance of life.
One on sultry afternoon. The man sat in a corner of a stall. He let two buttons of his shirt opened. The skin of his chest is partially visible.
Suatu siang yang gerah. Lelaki itu duduk di sebuah pojok warung. Dua kancing bajunya ia biarkan terbuka. Kulit dadanya terlihat sebagian.
He was writing something on a paper at the table. "I always bring these papers and pencils wherever I go," he said. The man is Hasbi Burman.
Ia terlihat menulis sesuatu di atas kertas di meja warung itu. "Ke mana pun saya pergi, kertas dan pensil ini selalu saya bawa," katanya. Lelaki itu adalah Hasbi Burman.
Also read: Learn from a Flower | Belajar dari Sekuntum Bunga
Hasbi Burman in a corner of banda Aceh City | Hasbi Burman di sebuah sudut Kota Banda Aceh Source
I met him in a stall near office of Waspada Daily Newspaper, around Peunayong Banda Aceh, some years ago.
Siang itu saya menemuinya di sebuah warung dekat kantor Harian Waspada, di seputar Peunayong Banda Aceh, tiga tahun lalu.
Meeting him made me feel thrown away to another world. A world that full of twists and the romance of life.
Bertemu dengannya, membuat saya merasa terlempar jauh ke dunia lain. Dunia yang penuh liku dan romantisme kehidupan.
Also read: Edi Fadhil, The Man of a Thousand Houses | Edi Fadhil, Lelaki Seribu Rumah
Hasbi Burman deserves to be pinned as a romantic poet. His poetry is full with language of love, longing, nature, and life.
Hasbi Burman memang pantas disematkan sebagai penyair yang romantis. Puisinya penuh dengan bahasa cinta, kerinduan, alam, dan kehidupan.
Hasbi Burman with his friends | Hasbi Burman bersama rekan
Source
Bornt in Calang City, Aceh Jaya Regency, 63 years ago, Hasbi Burman known as a street poet.
Lahir di Kota Calang, Kabupaten Aceh Jaya, 63 tahun lalu, banyak orang mengenal Hasbi Burman sebagai penyair jalanan.
He's a simple man. Dreadlocked, mustache thick, wearing flip-flops and shirts. In his pocket, always there were a pencil and paper.
Ia lelaki sederhana. Berambut gimbal, berkumis tebal, memakai sandal jepit dan kemeja. Di kantung bajunya selalu ada pensil dan kertas.
"If I am alone, I often writing poetry," Hasbi said.
"Kalau saya lagi suntuk dan menyendiri, saya sering menulis puisi," kata Hasbi.
Hasbi Burman with Ayi Jufridar
Source
Among poets, Hasbi is an eccentric figure. He likes smile and easy going person.
Di kalangan penyair, Hasbi adalah sosok yang nyentrik. Ia murah senyum dan suka bergaul.
Peunayong area where he always stay. That is why Hasbi known as a street poet.
Kawasan Peunayong sering menjadi tempat mangkalnya. Karena itu pula Hasbi dikenal sebagai penyair jalanan.
His poems were often published in local and national media. He has a habit cutting out his published poetry in media and saving it.
Puisinya sering dimuat di media lokal dan nasional. Ia punya kebiasaan menggunting puisinya yang sudah diterbitkan di media dan menyimpannya.
Hasbi Burman Source
Because of his unique figure, in 1989, a journalist from Kompas newspaper labeled him as "President Rex". Rex is a culinary area in Peunayong, Banda Aceh City. In that place Hasbi used to be a parking attendant.
Karena sosoknya yang unik, pada 1989, seorang jurnalis Harian Kompas melabelkannya sebagai "Presiden Rex". Rex adalah sebuah kawasan kuliner di Peunayong, Kota Banda Aceh. Di tempat itu Hasbi dulunya pernah menjadi tukang parkir.
In the literary world, Hasbi is a poet who has the power in choosing diction. The language he used sometimes difficult to interpret. But it feels beautiful and lively. Look at the poem titled "A Night in Rex".
Dalam dunia sastra, Hasbi adalah penyair yang punya kekuatan memilih diksi. Bahasanya terkadang sulit dimaknai. Namun terasa indah dan hidup. Lihatlah penggalan dalam puisinya berjudul "Suatu Malam di Rex" ini.
Strands is rolling on a roof of Peunayong
Intimacy with the wind at night
When we make a contemplation
On the top of memory which increasingly hanging up
Breath in silence
Sigh on our crown
Make a plan
In the vague hills
We drive out the yearning...
Untaian itu bergulir diatap peunayong
Bersenggama dengan angin malam
Ketika kita membuat sebuah perenungan
Di pucuk kenangan semakin bergelantungang
Nafas dalam hening sekali
Berdesah di ubun kita
Membuat sebuah perencanaan
Di bukit-bukit semu
Kita halau rindu...
Baca juga
Hasbi Burman Legenda sastra saat. Dia tulis apa yang terliha dan apa ya g dia rasakan. Hasbi Burman suka berjalan kaki, membaca segala yang ada di depan, samping, di belajangnya. Hasbi Burman penyair legendaris suka Berjalan Kaki. Tapi bukan penyair jalanan.
Iyhaa...setuju sekali. Cuma saja kata jalanan di sini mungkin bermakna konotatif ya....
Tata paragrafnya cantik bang. Jadi enak bancanya.
Hehehe trim ya...memang sudah begitu adanya..
Tapi sedih kita melihat om Hasbi. Seharusnya pemerintah Aceh memberikan fasilitas yang layak untuk dia. Karena beliau sudah menjadi salah satu sastrawan yang konsisten mengisi kesusasteraan Aceh. Namun hingga kini, tampaknya tak ada yang peduli!
Iyhaa....sepertinya begitu. Pemerintah harus memperhatikannya, termasuk juga lembaga DKA hrus memperjuangkan nasib seniman di aceh.