DPRA Bahas Qanun Himne Aceh untuk Regulasi Iringan Pengibaran Bendera
BANDA ACEH – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akan menetapkan Rancangan Qanun Himne Aceh sebagai qanun inisiatif DPR Aceh dalam paripurna yang akan digelar Rabu mendatang. Raqan yang akan dibahas DPR Aceh itu, salah satunya mengatur regulasi Himne Aceh untuk iringan pengibaran bendera Aceh (bulan bintang).
“Himnenya sudah ada hasil sayembara kemarin. Namun untuk penggunaan himne itu, diperlukan qanun untuk mengatur penggunaannya. Salah satu penggunaan himne ini adalah untuk pengibaran bendera Aceh,” kata Ketua Badan Legislasi DPRA Abdullah Saleh kepada wartawan, Senin (7/5/2018), di Gedung Utama DPR Aceh.
Setelah ditetapkan menjadi rancangan qanun inisiatif DPR Aceh, Abdullah Saleh menjelaskan, maka nantinya akan dibentuk tim untuk pembahasan bersama dengan Pemerintah Aceh.
“Kita menargetkan qanun ini dapat selesai tahun ini. Raqan ini juga masuk dalam raqan prolega (prioritas) DPRA 2018,” ujarnya.
Abdullah Saleh menjelaskan, Hymne Aceh salah satunya akan digunakan sebagai lagu dalam pengibaran bendera Aceh. Selain itu, kata dia, penggunaannya juga diperuntukan untuk kegiatan lainnya, seperti pada upacara dan kegiatan daerah yang sifatnya tidak mengibarkan bendera.
“Misalnya acara di dalam gedung, setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya, maka akan dinyanyikan Hymne Aceh,” jelasnya.
Sementara itu ketika ditanyai perihal Qanun Bendera Aceh yang hingga kini masih belum mendapat persetujuan pemerintah pusat, Abdullah Saleh mengatakan persoalan itu saat ini bukan lagi persoalan sah atau tidak sah dalam hal regulasi.
“Persoalan bendera ini sebenarnya sudah tuntas dan selesai, regulasi dan qanunnya sudah ada. Namun kemarin itu posisinya dalam keadaan pending atau cooling down. Persoalan ini hanya perlu dilanjutkan pembahasannya oleh Pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat, agar adanya kejelasan status (diakui atau tidak),” ujarnya.
DPR Aceh, kata Abdullah Saleh, dalam hal ini akan kembali mendesak gubernur Aceh untuk melanjutkan pembahasan tersebut. Namun dalam melanjutkan pembahasan dengan pusat, menurutnya perlu dibentuk kembali tim bersama Pemerintah dan DPR Aceh untuk merundingan persoalan bendera Aceh dengan pusat.
“Dalam pembahasan sebelumnya, dari Aceh itu tim gabungan atau tim bersama DPRA dan Pemerintah Aceh. Maka untuk melanjutkan pembahasan, Pemerintah Aceh perlu membentuk tim bersama ini. DPR Aceh telah beberapa kali mendesak Pemerintah Aceh, terakhir penyerahan bendera Aceh oleh anggota DPRA ke wakil gubernur,” ungkapnya.
Mengenai persoalan ini (cooling down) sudah terlalu lama tidak disetujui oleh pemerintah pusat, Abdullah Saleh mengatakan karena waktu pembahasan sebelumnya, pemerintah pusat tetap bertahan agar bendera Aceh diubah, sementara tim Aceh tetap bertahan dengan bendera Aceh yang telah ditetapkan (Bendera Bulan Bintang). Tidak adanya titik temu persoalan itu, kata Abdullah Saleh, menyebabkan pembahasan pending sampai situasi kembali normal dan kondusif.
“Sekarang sudah saatnya dimulai lagi pembicaraan. Idealnya kita tidak perlu ngotot-ngototan. Jika sudah dimulai pembicaraan, pasti akan ada titik temu untuk menyelesaian persoalan ini. Untuk itu, Pemerintah Aceh perlu segera kembali membentuk tim ‘lobi’ bersama untuk melanjutkan perundingannya,” ujarnya.
“Banyak masyarakat ingin mengibarkan bendera Aceh berdampingan dengan Bendera Merah Putih, untuk menunjukkan Aceh telah damai. Untuk itu, persoalan bendera ini harus segera diselesaikan,” tambahnya.