Bukan Hanya Sempak, Petani dan Pemilik Kedai kopi Juga Butuh Naik Haji
Seorang teman pernah menulis bahwa salah satu cara untuk mendapatkan kegantengan adalah “upgrade” bagian dalammu. Mulai dari sempak sampai baju singlet. Mulai dari kaos kaki, sampai dasi.
Meskipun ini cuma cerita klasik khususnya bagi para suami apalagi yang sudah beranak tiga dan seterusnya tapi bagi sebagian orang, hal ini tetap saja menarik apalagi "juga katanya" ketika sang suami terlalu lama memandangi sempaknya yang koyak di jemuran. Tapi sang suami tersebut hanya bisa mengelus dada ketika saban kali mau beli yang baru ada anak yang merayu beli susu bendera.
Bagi sebagian steemians tentu sudah tahu siapa penulis tersebut. Sorry Bg @an...... Tapi memang betul kok. Ini seru untuk dikaji lebih jauh lag, tapi dari perspektif yang berbeda tentunya.😂
Lupakan cerita Sempak dan mari lebih serius...
Tak bisa dipungkiri Amerika Serikat memang jadi pusat trading kopi dunia, kopi dari segala penjuru dunia masuk melalui pelabuhan di Seattle, USA. Maka tidak heran jika harga kopi dunia sangat tergantung pada makelar-makelar kopi di sana.
Seperti yang kita ketahui, harga kopi Arabika grade 1 (konvensional) selalu berkisar sekitar 60rb per kg, sesekali bisa lebih tapi sangat jarang terjadi. Kalaupun lebih paling di angka US$6 per kg. Dan itu adalah nilai dari tangan eksportir. Kebayang nggak berapa harga kopi yang di ambil dari petani? Iyaak, tidak penah lebih dari US$4.
Bayangkan, kopi yang dibeli dari petani dengan harga $4 per kg dan "mereka" kedai -kedai kopi modern atau liberal di luar sana menjualnya dengan harga US$4 - US$100 percup ( 1kg = 80 - 120 cup). Sungguh miris bukan?
Tidak ada yang bisa kita salahkan memang. Kecuali pemerintah kita tidak berhutang melalui "mereka-mereka" itu. Dan petanipun juga tidak bisa menahan kopi dirumahnya sampai harga kopi naik lebih dari US$10, bisa-bisa kopinya busuk, dan juga karena sebelum kopi itu panen, uang para eksportir itu sudah habis mereka gunakan, hingga petani kopi itupun seperti pemerintah kita. Hutang yang mengatur negara bukan lagi ide dan keinginan kita sendiri.
Maka jadilah petani tadi seperti cerita Sempak dia atas. Pengen nampak ganteng dan mewah tapi apa ndak dikata, bisanya cuma terus mandangi sempak yang sudah koyak.
Oleh karena itu, bagi steemians yang merupakan penikmat kopi di indonesia dan khususnya yang berada di Aceh, jangan sesekali mengeluh dengan harga kopi yang katanya mahal, tapi cobalah bersyukur kita masih bisa menikmati kopi bagus (Arabika) yang harganya nggak sampai US$1 percupnya, karena diluar negeri itu harganya berkisar lebih kurang US$5.
Berilah kesempatan untuk petani kopi tadi dan para pemilik kedai kopi untuk tidak hanya memandang sempaknya yang koyak, lebih dari itu mereka juga butuh naik haji seperti "tukang bubur".
Kasian petani kopi :(
buyer tidak tau betapa susahnya petani bekerja memetik kopi dari kebunnya apalagi letak kebun kopi di daerah pegunungan. harus mendaki dan turun membawa hasil petikan. kemudian memproses kopi dengan benar untuk menghasilakan rasa yang buyer inginkan. dengan tanpa berfikirnya buyer mengatakan "kenapa kopi mahal sekali?" :/