Setelah Hujan Reda

in #darjuprasetya4 years ago

Setelah Hujan Reda
Oleh: Darju Prasetya
Hujan baru saja reda. Seharian Arka di rumah saja. Menulis, membersihkan rumah, mencuci pakaian, membaca buku, memperbaiki dinding yang rusak, dan segala pekerjaan rumah lainnya.
Namun ada dua hal yang membuat ia selalu betah sendiri di rumah yaitu ia bisa dengan tenang membaca buku-buku atau bisa menulis apa yang perlu ia tulis.
Tapi karena sejak tadi pagi ia di rumah saja, sedang sesiang tadi hujan terus menerus mengguyur bumi ia tak sempat ke warung atau ke toko untuk bahan persediaan makanan. Hingga sesore ini ia hanya makan nasi putih tanpa lauk apapun.
Hal itu membuat perutnya masih merasakan belum kenyang. Tenaganya seperti tak sekuat kalau makan-makanan yang lengkap dengan sayur dan lauknya. Entah itu karena sudah menjadi kebiasaan atau karena pikirannya telah terobsesi dengan apa yang menjadi kebiasaan, sehingga ia masih merasa lapar.
"Tidak mengapa, saya akan berusaha berpikir kenyang meskipun hanya makan nasih putih. Kenapa orang dulu bahkan puasa hingga empat puluh hari masih kuat dan masih hidup sedang orang di jaman sekarang ini begitu mudah lemah pada saat perut lapar?" gumamnya menguatkan diri sendiri agar ia masih merasa kenyang.
Hujan baru saja reda, dan mungkin kalau kemalasan tidak menyergapnya, ia akan pergi keluar untuk melepas kebosanan. Sebenarnya Arka akan ke pantai namun jalanan sehabis hujan itu biasanya licin oleh tanah-tanah liat yang naik ke badan aspal dari sisa-sisa ban truk yang lewat yang membuat jalanan menjadi licin yang bisa membahayakan bagi pengendara lain. Apalagi jalanan yang ia lalui untuk bisa mencapai ke pantai itu juga sering dilewati oleh truk-truk yang bermuatan berat seperti batu-batu dan para sopirnya sering ugal-ugalan kalau sedang berkendara seolah mereka adalah raja jalanan.
Truk-truk bermuatan batu itu bisa menjadi peganggu jalanan bagi mereka yang ingin bersantai dalam perjalanan. Karena umumunya para sopir truk itu seenaknya saja dalam menggunakan jalanan seolah mereka adalah pemilik jalanan. Dengan tubuh truk-truk mereka yang besar dan memenuhi jalanan ditambah sopir yang suka ngebut bisa membahayakan pengguna jalan lain.
Seharusnya truk-truk itu diberi jalur khusus atau diberi aturan yang ketat agar tak seenaknya saja menggunakan jalanan dan seolah jalalanan itu milik nenek moyangnya sendiri.
"Apa yang akan terjadi bila di jalanan orang hanya memikirkan dirinya sendiri dan tak memikirkan keselamatan orang lain? Tentu saja keadaan seperti itu akan membahayakan nyawa orang lain. Aturan perlu dipertegas. Batas kecepatan harus diterapkan. Jalanan yang rusak perlu segera diperbaiki. Jalan yang sempit harus diperlebar agar memenuhi standar kelayakan untuk berkendara. Dan yang utama adalah masing-masing pengendara harus mempunyai penghormatan terhadap orang lain!" gumamnya.
Dia melihat ke luar jendela kamarnya yang sempit: langit masih mendung. Udara masih dingin. Pori-pori kulitnya terasa dingin sehingga ia perlu memakai jaket dan sarung tangan agar hawa dingin tidak menyusul.
Sambil menghadap mesin tik di keyboard laptopnya, Arka masih menuliskan apa pun yang dia pikirkan. Menulis apa saja sudah menjadi rutinitas setiap pagi. "Ini untuk mewujudkan mimpi saya bisa menulis dalam bentuk buku!" katanya sekali.
Mimpi Arka bukanlah kejadian sehari-hari; mereka biasanya datang pada malam hari ketika dia bisa berpikir dengan bebas, dan akan lebih baik baginya jika dia bisa bangun dari mimpi seperti itu ketika mimpi itu terjadi, tetapi itu akan baik jika mimpinya terus terjadi tanpa mengganggunya sama sekali. cara atau mengganggu mereka sama sekali, hanya untuk memastikan bahwa mereka telah memenuhi tujuan mereka!
Mimpi Arka tidak seperti mimpi orang lain karena dia melihat dirinya lebih dari seseorang dengan keluarga dan teman yang perlu dia jaga.
Aku sering bebincang dengan Arka yang juga menjadi sahabat akrabku ini. Berbicara tentang apa saja. Ide apa saja untuk bisa disampaikan dalam bentuk tulisan. Karena ia sering berpikir bila ide itu hanya diucapkan akan segera hilang. Namun bila bisa didokumentasikan dalam bentuk tulisan akan lebih bisa abadi.
Banyak orang-orang yang tak pernah memikirkan bahwa dunia membaca dan menulis adalah hal yang penting bagi mereka. Apalagi bila mereka yang setiap hari jauh dengan dunia buku-buku. Atau pekerjaan-pekerjaan fisik atau kasar atau memang karena mereka yang tak mempunyai kebiasaan untuk belajar, maka mereka akan jauh dari dunia membaca atau apalagi dengan dunia tulis menulis.
“Karena menulis membutuhkan pemikiran. Memerlukan pengetahuan dan imajinasi yang baik untuk diwujudkan dalam bentuk tulisan. Tidak semudah membalikkan tangan untuk bisa menulis,” kata Arka dengan wajah cerah.
“Karena ini berkaitan dengan dunia membaca. Dengan kata lain, tanpa pendidikan dan minat membaca buku, seseorang mungkin tidak akan pernah tahu apa yang dikatakan atau bagaimana mengungkapkannya dengan kata, pemikiran, atau ide yang berbeda, bukan?” ujarnya.
“Betul, jika tidak ada pendidikan lalu bagaimana kita tahu tentang hal-hal yang terjadi di sekitar kita? Bagaimana jika seseorang tidak membaca tentang sesuatu atau peristiwa dan kemudian tidak dapat memikirkan apa yang harus dilakukan tentang hal itu? Bagaimana dia akan bereaksi? Tanpa minat mempelajari cara membaca lebih banyak buku seperti kedua buku ini, Anda akan mendapati diri Anda tidak tahu bagaimana mendapatkan apa yang Anda inginkan,” tambahku.
Di luar hujan baru saja reda.

Cerpen ini ditulis oleh: Darju Prasetya
Email: prasetya58098@gmail.com