Pengalaman Unik Donor Darah
Selamat Malam Stemians...
Selepas mahgrib (waktu salat wajib bagi umat muslim menjelang matahari terbenam sampai lenyapnya sinar merah di ufuk barat) seperti biasa aku selalu memainkan handphone. Sama seperti kebanyakan masyarakat millenial lainnya. Update melihat perkembangan social media adalah rutinitas yang seakan wajib dilakukan dan sulit ditinggalkan. Cek instagram, facebook, line, dan lain sebagainya.
Namun, ketika aku membuka WA (whatsapp) dan melihat status sesama pengguna WA. Aku tertarik dengan salah satu status yang dibuat temanku. Kurang lebih statusnya seperti berikut, “ Salam. Bagi kawan-kawan yang bergolongan darah A harap bisa mendonorkan darahnya kepada Bapak Axxx. Hp. 0812xxxxxxxx. Istri beliau sakit dan membutuhkan 8 kantong darah”.
Berhubung golongan darahku adalah A, aku berniat untuk mendonorkan darahku. Aku langsung tanya-tanya mengenai Bapak yang membutuhkan darah kepada temanku itu.
Kemudian aku me-SMS nomor kontak si Bapak tadi dan menanyakan apakah stok dari yang diperlukan sudah cukup. Berselang 5 menit kemudian si Bapak menelpon balik dan katanya baru terkumpul 1 kantong darah. Aku langsung menawarkan diri untuk mendonorkan darah. “Sekitar setengah jam lagi saya ke rumah sakit ya Pak”, sahutku terakhir menutup telpon dari si Bapak.
Aku mulai bersiap-siap berangkat ke rumah sakit yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat tinggalku. Namun aku kembali teringat kapan aku donor darah terakhir ya. Ketika aku men-cek salah satu foto yang sempat ku abadikan ketika donor darah terakhir, aku langsung melihat tanggal foto itu diambil. Yap, itu baru 64 hari yang lalu. Sepengetahuanku, donor darah harus berselang 3 bulan tapi aku tidak tahu pasti yang jelas aku sering dengar orang-orang mengatakan demikian.
Aku sedikit tidak yakin apakah saat ini bisa donor atau tidak. Tapi Aku udah janji dengan si Bapak dan dia menunggu di bagian tranfusi donor darah. Tanpa berfikir lagi aku langsung berangkat kerumah sakit dengan menggunakan motor.
Setiba disana aku langsung menuju tempat yang dijanjikan dan aku menemukan si Bapak. Beliau senyum kepadaku dan menjabat tanganku. Kurasakan tangan yang kaku dan dingin. Terlebih suara si Bapak yang terbata-bata dengan bahasa Acehnya membuatku semakin tak karuan. Entah kenapa aku merasa iba terhadap si Bapak.
Tanpa berlama-lama petugas tranfusi darah langsung men-cek kesehatanku. Mengisi beberapa formulir dan bertanya-tanya. Yang membuat jantungku berdebar-debar adalah ketika dia menanyakan kapan terakhir donor darah? Aku menjawab dengan sedikit mimik wajah yang dibuat-buat, “gak tau pastinya Pak, kayaknya 3 atau 4 bulan yang lalu”.
Lalu dia langsung cek HB (Hemoglobin), dan normal. Petugasnya tranfusi darahnya ramah dan banyak bertanya-tanya. Prediksiku dia adalah dokter yang berpengalaman dan tahu banyak mengenai pasien (istri bapak yang sakit). Sang dokter ini menawarkan kepadaku untuk donor darah lebih banyak. Aku langsung kaget dengan pernyataan si dokter. Katanya kesehatanku normal dan bisa donor darah darah 8 kantong.
Aku belum menjawab apa-apa dan masih bingung serta takut. Si dokter langsung menjelaskan padaku kalau sistem donor darahnya bukan sepenuhnya di sedot 8 kantong. Tetapi yang diperlukan adalah beberapa mililiter sel darah putih dan Itu sebanding dengan 8 kantong darah. Aku tidak ingat angka pastinya berapa mililiter. Lalu dia menjelaskan prosedurnya dimana setiap 1 kantong darah akan langsung diproses dan dipisahkan antara sel darah putih dan darah merah. Lalu sel darah merah dimasukkan kembali kedalam tubuhku. Intinya yang diambil adalah sel darah putih dan proses ini masih normal dan tidak membahayakan tubuh si pendonor.
Yang awalnya aku gamang akhirnya mulai tercerahkan dengan penjelasan si dokter dan ingin membantu istri si Bapak. Lagian di awal tadi aku terlanjur "baper" dan iba dengan cerita si bapak yang katanya beliau berasal dari Nagan Raya dan tidak tahu bagaimana caranya supaya bisa dapat 8 kantong darah. Dia terlihat putus asa.
Ketika aku sudah mantap dan siap untuk mendonorkan 8 kantong darah seperti yang dijelaskan sang dokter. Ada beberapa prosedur yang membuatku terkejut batin. Aku disuruh memakai “pampers” atau popok dewasa. Apa..., tentu saja ini membuatku terkejut. Ya, sahut sang dokter. “Ini membutuhkan waktu sekitar 5 jam-an dan selama tranfusi darah tidak boleh bergerak seperti berdiri ataupun ke kamar mandi. Jadi harus pakai popok supaya ketika mau pipis tidak jadi masalah.
Aku semakin tak karuan, “5 jam darahku disedot. Bisa mati ni”, batinku. Aku semakin tidak yakin melakukan ini tapi aku ingin membantu istri Bapak ini.
Lalu aku katakan kepada si sokter kalau aku minta izin dan memberitahu kepada keluarga dulu. Mengabari keluarga dulu kalau aku pulang telat karna kata dokter proses ini menghabiskan 5 jam-an sedangkan sekarang sudah jam 21.07, kemungkinan bakalan selesai pukul 2 pagi. Setidaknya aku harus kabari keluarga dulu supaya nanti tidak dicariin dan kwatir.
Si dokter paham ketakutanku, padahal aku bukan berdalih untuk tidak mau donor. Aku bersedia dok. Namun akhirnya si dokter menawarkan cara yang biasa saja. Yaitu harus dapat mengumpulkan 8 kantong darah. Dimana 8 kantong darah menghasilkan sama dengan sejumlah sel darah putih yang diperlukan.
Setelah donor satu kantong darah, aku langsung kabari kepada teman-teman yang memiliki golongan darah A dan mau mendonorkan darahnya. Dan saat itu baru dapat 2 orang yang langsung merespon dan segera ke rumah sakit.
Setelah menunggu temanku selesai donor darah, si Bapak langsung mengajak kami ke kantin. Dia mengajak kami makan bersama. Karena tadi sebelum berangkat kesini aku sudah makan, jadi masih kenyang dan menolak ajakan si Bapak. Dan kebetulan temanku juga sudah makan. “Kami masih kenyang Pak”, sahutku. “Kami langsung pulang aja pak, ini udah hampir jam 10”.
Walaupun awalnya si Bapak tetap memaksa untuk makan, akhirnya dia mulai menyerah mengajak kami makan. Ketika kami salaman pamit pulang, si Bapak tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih dan memeluk kami stau-persatu ala pelukan di film-film India. Hehe.
Secara mengejutkan dia mengeluarkan beberapa lembar uang pecahan Rp.100 ribu (aku tidak tau pastinya berapa lembar) dan diberikan kepada kami. Tentu saja aku langsung menolak. Begitupun temanku. Si Bapak tetap saja memaksa agar mengambil uang itu. Tetapi alasan-alasanku juga tak terbantahkan oleh si Bapak.
Kata-kata terakhir yang paling aku ingat dan aku selalu tersenyum jika ingat itu adalah ketika aku katakan kepada si Bapak, “katanya kita saudara Pak, kita sama-sama umat muslim, kita sama-sama keturunan Adam dan Hawa, masa bantu donor darah aja harus dibayar Pak”. Entah kenapa aku sok bijak dan seperti ustadz saat itu. Hehe.
Namun si Bapak tetap dengan dalih-dalihnya, dan terakhir memaksa memasukkan uang ke kantong salah satu temanku. Kami dengan terpaksa menerima uang itu. Bapak itu langsung melangkah kecil menjauhi kami agar kami tak mengembalikkan uang itu lagi sambil mengucapkan terima kasih.
Setelah beberapa langkah hendak meninggalkan rumah sakit, aku dan temanku sepakat untuk mengembalikan uang itu. Akhirnya kami menjumpai kembali Bapak itu dan tentu saja si Bapak kaget. “Tolong jangan kembalikan uangnya”, sahut beliau dengan mengiba. “Bukan pak kami hanya ingin ngobrol-ngobrol saja dengan Bapak mengenai kondisi istri Bapak”.
Akhirnya setelah mengobrol singkat dengan si Bapak, kami izin mau pulang. Kembali si Bapak memelukku dan mengucapkan terima kasih. Disaat inilah otakku kembali cemerlang. Aku langsung memasukkan uang tadi ke kantong jaket yang sedang dikenakan Bapak itu. Akhirnya misi kami berhasil dan kami melangkah meninggalkan rumah sakit dengan sedikit bangga.
Baru sampai di parkiran ketika hendak meninggalkan rumah sakit, si Bapak menelponku. Aku langsung angkat dan si Bapak langsung menangis tak karuan seperti anak kecil. Dia menangis karena dia baru sadar kalau uang tadi yang dia kasih sengaja kami masukkan ke kantong jaket dia.
Kenapa kami menolak uang dia. Itu yang membuat si Bapak menangis tersedu-sedu. Alay kali ni Bapak, Batinku. Akhirnya karena tidak sanggup lagi mendengar tangisan si Bapak aku langsung matikan HP. Si Bapak telpon ulang berkali-kali tetapi aku tidak angkat panggilannya.
Berselang sekitar 1 jam kemudian aku dapat chat dari temanku yang tadi donor darah bersama. Katanya dia dapat kiriman pulsa dari Bapak donor darah. Pulsa temanku diisikan 50 ribu. Dan Temanku bertanya apa aku juga demikian. Aku langsung cek hp yang biasa aku gunakan untuk nelpon. Yap, ternyata pulsaku juga diisikan si Bapak dan juga SMS dari dia berisi ucapan terima kasih.
Ya, itulah sedikit cerita singkat dan unik menurutku saat aku donor darah. Aku beberpa kali mendonorkan darah kepada orang-orang yang membutuhkan. Tapi baru kali ini menjumpai kasus unik seperti ini.
Terkadang aku berfikir, apa kebaikan harus dibalas kebaikan? Menurutku tidak. Kebaikan untuk orang lain adalah suatu pemenuhan kebutuhan akan diriku. Aku melakukan sesuatu (kebaikan) agar aku bisa menjalani hidup dengan baik, bukan atas supaya mendapat feedback kebaikan itu sendiri. Ibarat manusia makan untuk bertahan hidup, kebaikan adalah salah satu cara untuk melangsungkan hidupku!
Follow sy ya
Congratulations @adilnatal! You received a personal award!
Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!
Click here to view your Board
Congratulations @adilnatal! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!