F-16 Fighter Jet Can Be Used Repeatedly, Sukhoi Only for 'Disposable'
Angkatan Udara Indonesia (AU) sebenarnya adalah AU yang unik karena menggunakan dua produk jet tempur buatan Rusia dan Amerika Serikat sekaligus.
Di era Perang Dingin, berbagai negara seperti Indonesia hanya bisa memilih produk jet tempur tunggal untuk dibeli: hanya produksi Rusia atau AS saja.
Ketika Indonesia mencoba dipengaruhi oleh komunis Rusia selama Perang Dingin maka alat utama sistem senjata (alutsista) bisa dibeli dengan mudah dari Rusia.
Pada tahun 1960 berkat alutsista yang dibeli dari Rusia, terutama pesawat tempur dan kapal selam, Indonesia bahkan memiliki kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara.
Tapi ketika di era Orde Baru, Indonesia lebih condong ke AS, maka pembeli AS mudah untuk membeli.
Sebaliknya, alutsista dari Rusia dipaksa masuk ke besi tua karena kurangnya suku cadang terkait dengan memburuknya RI-Rusia.
Tapi alustist AS juga dapat sewaktu-waktu mengancam embargo senjata AS, jika antara Indonesia dan Amerika Serikat terjadi konflik mendadak antara militer dan kekuatan politik.
Konflik yang timbul karena malu suku cadang alutsista bahkan bisa terjadi jika Indonesia tiba-tiba berkonflik dengan sekutu AS, seperti Australia, Inggris, dan Timor Leste.
Misalnya, tentara Indonesia menggunakan senjata buatan AS untuk menangani penjaga perbatasan ilegal melintasi perbatasan NTT dan Timor Timur.
Pemerintah AS yang saat itu marah bisa mengakibatkan sanksi berupa embargo senjata.
Berdasarkan embargo senjata yang pernah dialami, saat TNI membeli altsista dari Rusia dan AS sekaligus, rasanya lebih menguntungkan.
Karena jika salah satu dari dua negara menerapkan embargo senjata militer ke Indonesia, TNI masih bisa mengandalkan satu negara lain.
Namun mengoperasikan produk alutsista AS dan Rusia sebenarnya tidak sama.
Misalnya, Rusia dikejutkan oleh jet tempur Sukhoi oleh TNI AU yang digunakan untuk latihan penerbangan dan pertunjukan aerobatik.
Sebenarnya, di Rusia, jet tempur Sukhoi yang mahal hanya digunakan sekali untuk perang sebagai senjata pusaka.
Jadi bukan untuk latihan terbang dan pertunjukan aerobatik, karena jet tempur Sukhoi harus disimpan dan digunakan hanya selama perang.
Operasional Sukhoi memang sangat mahal. Alasan biaya terbang satu jam yang dikeluarkan lebih dari Rp500 juta.
Rusia sendiri ditegakkan jika jet tempur Sukhoi itu rusak, harus diganti dengan yang baru daripada diperbaiki dan kemudian digunakan untuk bertarung lagi.
Di sisi lain, jet tempur AS seperti pengguna F-16 berbeda dibanding Sukhoi.
Jet-jet tempur AS seperti pedang dan bisa digunakan dalam pertempuran hingga beberapa kali dan bisa juga "diasah" dengan cara yang ditingkatkan.
Oleh karena itu, jet jet AS yang belum ditentukan akan disimpan dengan baik di iklim yang steril.
Tujuannya adalah untuk berhati-hati jika ada negara yang ingin membeli atau untuk program yang unggul.
Dengan fungsionalitas jet jet produksi AS yang bisa memiliki umur panjang dan telah dioperasikan oleh sebuah negara sebenarnya merupakan risiko jangka panjang.
Sehingga tidak ada masalah di masa depan, terutama embargo senjata, negara konsumen milik negara AS harus selalu menjalin hubungan baik dengan negara Paman Sam.
Risiko jangka panjang akan berbeda jika sebuah negara membeli alutsista berbasis Rusia "hanya sekali pakai".
Rusia tidak mau menyalip embargo senjata. Karena di era terbaru negara manapun punya uang untuk membeli produk alustista Rusia kapan saja.