King or sultan who once led in aceh in the era of aceh kingdom
Let's talk about the history of the kings or sultans who once led the kingdom of aceh. We often hear or read about this history and most of us do not pay much attention to how the ancient history of struggling for religion and its kingdom. In fact we do not know much about anyone who is the king or sultan who has led aceh until the community he leads can live prosperous and peaceful because of the high justice given by the sultan.
Mari kita bicara tentang sejarah para raja-raja atau sultan yang pernah memimpin kerajaan aceh. Kita sering mendengar atau membaca tentang sejarah ini dan kebanyakan dari kita tidak terlalu memperhatikan bagaimana sejarah jaman dulu dalam memperjuangkan agama dan kerajaannya. Bahkan kita tidak tau banyak tentang siapa-siapa saja para raja atau sultan yang telah memimpin aceh hingga masyarakat yang dipimpinnya bisa hidup makmur dan tentram karena keadilan yang tinggi yang diberikan para sultan tersebut.
Well according to historians and surviving witnesses alive today witness to the power of these kings, many of them believe that the kings are very fair and wise during their leadership. Here is the name and history of the kings that I took from some historical sources.
Baiklah menurut para ahli sejarah dan para saksi hidup yang masih hidup saat ini menjadi saksi akan kekuasaan para raja tersebut hahkan banyak diantara mereka menyakini bahwa para raja tersebut sangat adil dan bijaksana sewaktu kepemimpinannya. Berikut nama dan riwayat para raja tersebut yang saya ambil dari beberapa sumber sejarah.
Sultan Ali Mughayat Shah
Is the king of the first kingdom of Aceh. He reigned in 1514 - 1528 AD Under his authority, the Aceh Workers carried out extensions to several areas in the Daya and Pasai areas. Even attacked the Portuguese position in Malacca and also attacked the Aru Kingdom.
Sultan Ali Mughayat Syah
Adalah raja kerajaan Aceh yang pertama. Ia memerintah tahun 1514 – 1528 M. Di bawah kekuasaannya, Kerjaan Aceh melakukan perluasan ke beberapa daerah yang berada di daerah Daya dan Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
Sultan Salahuddin
After Sultan Ali Mughayat died, the government turned to his son who was titled Sultan Salahuddin. He reigned in 1528 - 1537 AD, while occupying the throne of the kingdom he did not care about his kingdom's rule. The state of the empire began to waver and experienced sharp kemososostan. Therefore, Sultan Salahuddin replaced his brother named Alauddin Riayat Shah al-Kahar.
Sultan Salahuddin
Setelah Sultan Ali Mughayat Wafat, pemerintahan beralih kepada putranya yg bergelar Sultan Salahuddin. Ia memerintah tahun 1528 – 1537 M, selama menduduki tahta kerajaan ia tidak memperdulikan pemerintahaan kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosostan yg tajam. Oleh karena itu, Sultan Salahuddin digantikan saudaranya yg bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar.
Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar
He ruled Aceh from 1537 - 1568 AD He undertook various forms of change and improvement in all forms of the kingdom of Aceh.
During its reign, the Kingdom of Aceh undertook the expansion of its territory, as did the attack on the Kingdom of Malacca (but failed). The Kingdom of Aru was successfully occupied. During his rule, the kingdom of Aceh experienced a bleak period. Rebellion and power struggles are common.
Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar
Ia memerintah Aceh dari tahun 1537 – 1568 M. Ia melakukan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam segala bentuk pemeintahan Kerajaan Aceh.
Pada masa pemeintahannya, Kerajaan Aceh melakukan perluasaan wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan terhadap Kerajaan Malaka ( tetapi gagal ). Daerah Kerajaan Aru berhasil diduduki. Pada masa pemerintahaannya, kerajaan Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi.
Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda ruled the Kingdom of Aceh in 1607 - 1636 AD Under his rule, Acehnese Workership was a triumph. The kingdom of Aceh grew into a big and powerful occupation of Islamic trade, even a transitional city that can connect with Islamic traders in the western world.
To achieve the greatness of the Kingdom of Aceh, Sultan Iskandar Muda continued Aceh's struggle by attacking the Portuguese and the Johor Kingdom in the Malay Peninsula. The goal is to control the trade routes in the Malacca Strait and control the pepper-producing regions. Sultan Iskandar Muda also rejected British and Dutch requests to buy pepper on the west coast of Sumatra. In addition, the Acehnese empire occupied territories such as Aru, Pahang, Kedah, Perlak, and Indragiri, so that under his rule the Kingdom of aceh has a vast territory.
During his reign there were two famous tasawwuf experts in Aceh, Syech Syamsuddin bin Abdullah as-Samatrani and Syech Ibrahim as-Syamsi. After Sultan iskandar Muda died the throne of Aceh Kingdom replaced by his son-in-law, Sultan Iskandar Thani
Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh tahun 1607 – 1636 M. Di bawah pemerintahannya, Kerjaan Aceh mengalami kejayaan. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerjaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transisi yg dapat menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia barat.
Untuk mencapai kebesaran Kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda meneruskan perjuangan Aceh dengan menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian barat. Selain itu, kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap daerah seperti Aru, pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri, sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan aceh memiliki wilayah yang sangat luas.
Pada masa kekeuasaannya, terdapat 2 orang ahli tasawwuf yg terkenal di Aceh, yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah as-Samatrani dan Syech Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultan iskandar Muda wafat tahta Kerajaan Aceh digantikan oleh menantunya, Sultan Iskandar Thani
Sultan Iskandar Thani.
He ruled Aceh in 1636 - 1641 AD In running the government, he continued the tradition of Sultan Iskandar Muda's rule. During his reign, there emerged a great scholar named Nur al-Din ar-Raniri. He wrote Aceh history book entitled Bustanu'ssalatin.Sebagai great scholar, Nur al-Din ar-Raniri is highly respected by Sultan Iskandar Thani and his family and by the people of Aceh. After Sultan Iskandar Thani died, the working throne was held by his queen (daughter of Sultan Iskandar Thani) with the title of Princess Sri Alam Permaisuri (1641-1675 AD).
Sultan Iskandar Thani.
Ia memerintah Aceh tahun 1636 – 1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan, ia melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Pada masa pemerintahannya, muncul seorang ulama besar yg bernama Nuruddin ar-Raniri. Ia menulis buku sejarah Aceh berjudul Bustanu’ssalatin.Sebagai ulama besar, Nuruddin ar-Raniri sangat di hormati oleh Sultan Iskandar Thani dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. Setelah Sultan Iskandar Thani wafat, tahta kerjaan di pegang oleh permaisurinya ( putri Sultan Iskandar Thani ) dengan gelar Putri Sri Alam Permaisuri ( 1641-1675 M ).
thus the King and Sultan ever rule the Royal Aceh.
hopefully useful
KOMUNITAS STEEMIT INDONESIA
By @dufriadi