Traces of Sultan Salatin 'Alaiddin Ri'ayat Syah
Berpose di depan Makam Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah (klik gambar)
Aceh adalah negerinya para Raja. Kita tahu bahwa Ibu Kota Kerajaan Aceh dulunya dinamakan Kutaraja atau dalam bahasa Indonesia adalah Kota Raja (Banda aceh sekarang). Pada 2016 lalu, kami yang tergabung dalam Senat Mahasiswa (oraganisasi kampus-red) menyempatkan diri berkunjung ke salah satu Makam Sulthan Aceh, Sultan Salatin 'Alaiddin Ri'ayat Syah (sebagian sumber menulis 'Alauddin Ri'ayat Syah) yang terletak di pesisir pantai Barat Aceh, tepatnya di Lamno.
Keluarga dan Pengaruh Pemerintahannya
Dalam beberapa tulisan yang sempat saya baca, Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah yang memerintah antara tahun 1596/1589–1604 M merupakan anak dari Sultan Inayat Syah yaitu sultan Aceh Darussalam dari dinasti Darul Kamal. Dan Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah juga adalah kakek dari Sultan Iskandar Muda dari pihak Ibunya yang memerintah tahun 1607-1636 M pada kerajaan Aceh Darussalam.
Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah merupakan musuh besar kaum Portugis yang pada saat itu mulai menguasai pantai barat Aceh guna memonopoli perdagangan Aceh. Sang sultan yang juga bergelar Raja madat ini yang awalnya memerintah di Pidie atau Pedir dalam bahasa Portugal, kemudian dimintai oleh Ayahnya Sultan Inayat Syah penguasa dari dinasti Darul Kamal saat itu untuk melakukan ekspedisi ke pantai Barat Aceh (sekitaran wilayah kabupaten Aceh Jaya saat ini) untuk mengusir Portugis dari wilayah tersebut. Dalam perjalanan karir politiknya di wilayah Meureuhom Daya, ia berhasil menaklukkan empat wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh keluarga Datôk Panghu yaitu utusan dari Kerajaan Pase. Alasan penaklukan tersebut jelas, bahwa Portugias sudah mulai mencampuri urusan adat masyarakat setempat juga memprovokasinya. Pada masa ini Belanda pernah menjalin hubungan dengan kesulthanan Aceh.
Dari silsilah keturunan, Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah memiliki garis keturunan dari dinasti Darul Kamal. Saat itu memang ada dua dinasti yang sangat berpengaruh di Aceh, yaitu Dinasti Darul kamal dan Dinasti Meukuta Alam yang dalam berbagai sumber disebutkan bahwa kedua dinasti tersebut hanya dibatasi dengan 'Krueng Aceh'.
Baru pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, kedua dinasti ini benar-benar menyatu, dikarenakan dari pihak Ibu Sultan iskandar Muda memiliki garis keturunan dari Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah dari dinasti Darul Kamal, dan dari pihak Ayahnya Sultan Iskandar Muda merupakan cicit dari Sultan Alauddin al-Qahhar (Sultan Aceh ke III) dari Dinasti Meukuta Alam.
Tradisi Seumuleueng
Seumuleueng menjadi sebuah tradisi yang setiap setahun sekali pada 10 Zulhijjah dirayakan oleh masyarakat kabupaten Aceh Jaya, dihadiri oleh ribuan masyarakat Aceh yang datang menyaksikan perhelatan Seumuleueng di Komplek Makam sang Sultan oleh keturunan Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah yang masih hidup hingga saat ini. Asal muasalnya, dahulu kala ketika Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah sudah berhasil menguasai kembali wilayah Meureuhom Daya, Ayahnya Sultan Inayat Syah datang berkunjung ke pantai Barat Aceh tersebut pada 10 Zulhijjah serta memberinya titah untuk memimpin wilayah Meureuhom Daya, yang diikuti dengan Seumuleueng. Saat itu juga Sultan 'Alaiddin Ri'ayat Syah digelari Po Teumeureuhom Daya.
Hanya itulah sedikit ulasan yang saya tulis lengkap dengan beberapa sumber yang saya kutip. Terima kasih sudah membacanya. Silahkan upvote jika menurut anda menarik, dan silahkan tinggalkan komentar jika ada beberapa hal yang perlu dikritisi. Follow akun saya : M Reza Fahlevi / @mrezafasian
Album Foto lainnya (pastikan klik pada gambar) :
I like adventure @mrezafasian
Thank you @rizkigold for your attention ...
if you can visit to y post @mrezafasian
Kami telah upvote yah.. :^)
Tidak hanya upvote, tapi dibaca juga @puncakbukit