The Diary Game Season 3 | Better Life | Rabu, 23 Juni 2021 | Khanduri Tradisi Aceh
Hai teman steemian, saya doakan teman-teman selalu keadaan dalam sehat.
Setiap manusia menikmati pagi yang indah. Mustahil bagi setiap makhluk menolak fenomena indah tersebut, maka timbullah kata pujaan nikmat mana lagi yang engkau ingkari. Matahari yang begitu cerah keluar sambil mengetuk mata manusia.
Aktifitas sudah mulai riuh terdengar semenjak Subuh usai, ada yang pergi ke kantor, membuka toko dagangan, dan saya sebagai pengangguran hanya membuka mata. Namun, bukan berarti tidak beraktifitas sama sekali, sambil mengharap masa depan cerah selimut saya singkirkan untuk sementara waktu.
Dalam waktu singkat, saya berlari dari kamar untuk memulai hari sebelum gravitasi kamar kembali menarik saya untuk tidur. Tidak lengkap rasanya jika tidak memegang sendok dan mendengar nada dentingan gelas. Bersama niat jahat, saya kembali mengadu domba antara kopi dan gula, adukan sempurna perlahan saya ayunkan.
Kopi racikan seorang pengganguranSeruputan pertama, membuat halusinasi saya meledak, saya membayangkan seandainya uang jatuh dari langit sungguh gula dan kopi saya batalkan hayalan konyol saya. Namun, kali ini tawuran di perut mulut terdengar, saya baru percaya jika kopi juga bisa membalas dendam dengan cara mengadu domba perut saya hingga keroncongan mulai terasa.
Saya menuju ke meja makan, tudung saji dari tadi sudah menunggu saya, ketika hendak membuka tudung saji rupanya hanya terlihat ruang kosong, hati saya berguman kalau tudung saji juga bisa menipu, disitu saya diajarkan oleh tudung saji bahwa don't just book by the cover.
Namun, sebagai warga rumah yang baik saya harus membuat sarapan pagi sendiri, artinya mulai untuk mandiri dan tidak berharap kepada pandangan tudung saji. Kenyang menghampiri saya dan Ibu berkata kepada saya jika hari ini ada acara "Kenduri Jeurat" atau dalam bahasa Indonesia kenduri di kuburan.
Kenduri jeurat, ada hampir di setiap daerah di Aceh. Dalam bentuk tradisi, ia dilakukan pada hari-hari tertentu, misal menjelang puasa Ramadan dan tatkala tiba hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Tradisi ini sudah ada turun temurun sejak dulu.
Akan tetapi setelah lebaran Idul Fitri kemaren terhambat oleh lonjakan Covid-19 dan banjir, maka hari ini tradisi tersebut di lampiaskan. Kegaduhan kembali terdengar, dengan semangat emak-emak tetangga saya mulai mengajak si ono dan si ini. Diluar kegaduhan tersebut, pandangan saya tertuju kepada Ibu dan Adik saya yang begitu antusias mempersiapkan hindangan untuk kenduri.
Antusias Ibu dan masyarakat desa saya terus berkobar-kobar, dikarenakan lokasi kenduri tersebut berada di desa lama, desa yang ditinggalkan ketika bencana Tsunami dahulu. Desa tanpa penghuni tersebut, mengingatkan kembali masa kecil serta suasana mulai zaman penjajahan hingga konflik besar antara GAM dan RI.
Semangat tersebut membuat langkah saya menuju ke pelabuhan bot untuk menghampiri pulau seberang. Karena dipisahkan oleh sungai, maka satu-satunya cara untuk sampai di seberang hanya dengan bot atau sampan.
Transportasi utama untuk berlayar ke desa lamaBekas mesjid Tsunami dahulu, kini dibangun balai dengan sederhana untuk tempat beristirahat penziarah kubur. Masyarakat yang menuju ke tempat kenduri kuburan hampir 90%, dikarenakan mayoritas desa baru sekarang penduduk desa bekas Tsunami dahulu.
Membelah semak menuju lokasi kenduriSuara riuh kembali terasa, nostalgia dan kesedihan dari sang penceramah mulai merobek batin. Acara yang begitu khidmat dan nyaman berjalan dengan aman, doa dan siraman rohani telah saya dapati, kini saatnya beramai-ramai kembali ke kediaman masing-masing.
Lokasi tempat doa bersama di desa bekas TsunamiSetiba dirumah, tidak afdhol rasanya jika tidak menyantap nasi bungkus hasil kenduri. Bersama keluarga, saya menikmati nasi bungkus sambil bercerita ketika bencana Tsunami dahulu.
Usai mencuci tangan, niat beristirahat kembali saya urungkan, karena di depan rumah saya mendengarkan cerita yang lebih seru tentang bencana Tsunami ketika melanda desa saya dahulu. Mencari posisi nyaman dan memasang pendengaran telah saya lakukan. Keseruan cerita tersebut membuat lelah saya terbayarkan dan tidak terasa saya telah menghabiskan waktu hingga sore hari.
Berbagi cerita bersama saksi tulen desa lamaSetelah membersihkan diri, kelelahan kembali menerpa mata saya, kemungkinan tubuh saya harus beristirahat. Dengan reflek yang tepat akhirnya selimut yang saya tinggalkan tadi pagi kembali saya tarik dan saya langsung tidur.
Sekian cerita saya, terima kasih yang telah membaca postingan saya dan terima kasih yang telah selalu mendukung postingan saya.
Salam hormat,
@agunng
Postingan ini telah dihargai oleh akun kurasi @steemcurator08 dengan dukungan dari Proyek Kurasi Komunitas Steem.
Selalu ikuti @steemitblog untuk mendapatkan info terbaru.
@ernaerningsih.