Beberapa Refeleksi Super Penting Tentang Kampanye dan Tahapan Lainnya |

Bersama Bang Afif, staf Bawaslu DKI Jakarta dan Muammar, anggota Panwaslih Aceh Tengah.

---

Rapat Koordinasi Nasional Evaluasi Kampanye, Hasil Rekapitulasi, dan Konsolidasi Pengawasan Partisiasif pada Pemilu 2024 berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, 19 - 21 Maret 2024. Kegiatan tersebut diikuti seluruh Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat di seluruh Indonesia.

Pimpinan Bawaslu Republik Indonesia, Lolly Suhenty, membuka rapat koordinasi tersebut. Ia antara lain menyebutkan peningkatan partisipasi masyarakat harus memahami kekayaan kebudayaan di tengah masyarakat, termasuk marawis, sebuah budaya dari Timur Tengah yang berbaur dengan kebudayaan Betawi.

Dalam kesempatan itu, Lolly mengungkapkan kekecewaannya karena progres Siwaslu di provinsi paling rendah dan tidak ada peningkatan dalam perjalanannya. Padahal, setelah mengupload data, kini Bawaslu bersiap untuk menghadapi PHPU.

---

Narasumber sedang menyampaikan materi.

---

Rapat koordinasi ini menghadirkan berbagai narasumber, salah satunya Abah dari unsur pengawasan partisipatif. Dosen FISIP Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, mengungkapkan indeks demokrasi Indonesia serta penilaian berbagai lembaga, kini merosot. Indonesia mengarah ke otokrasi; demokrasi rasa otoritarian.

“Ada situasi terancam, revisi UU KPK, peran militer meningkat, UU ASN jabatan sipil bisa diisi TNI/Polri. Kebebasan sipil dipersempit, dalam rekrutmen penyelenggara pemilu ada pragmatism,” ungkap narasumber yang akrab disapa Mbak Dani.

Bahkan ia menyinggung penyelenggara pemilu meski independen, tapi ada relasi politik dengan parpol atau ormas agar bisa terpilih menjadi penyelenggara. Ia juga menyinggung masih banyak beda penafsiran pengawasan, misalnya Gibran bagi-bagi susu oleh Bawaslu DKI disebut pelanggaran sedangkan oleh Bawaslu RI dikatakan tidak melanggar.

---

Bersama Kang Iji Djaelani, tenaga ahli Bawaslu Republik Indonesia.

---

Saya selalu berusaha on time di setiap acara, dan pemandangan seperti ini sering saya jumpai.

---

Sri Budi Eko Wardani juga menyinggung tentang Presiden Joko Widodo yang melakukan kampanye untuk PSI tetapi tidak ditindak. Demikian juga dengan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan yang berkampanye di acara kementerian juga tidak ditindak. Ia juga mengkritisi perubahan regulasi yang mendadak karena kepentingan politis.

Sedangkan narasumber lain, Maskyuruddin Hafidz, menyampaikan sejumlah catatan evaluasi. Ada beberapa poin yang menjadi catatannya seperti regulasi yang diatur tidak dilaksanakan, tetapi yang dilaksanakan tidak diatur. “Misalnya soal ukuran alat perga kampanye, meski diatur, tetapi tidak dilaksanakan.”

⁠”Yang terdaftar siapa, yang kampanye siapa. Ada pihak yang bergerak secara kuat, tidak terdaftar sebagai tim kampanye atau tim pelaksana, tidak tersentuh. Contohnya, Gus Miftah. Begitu banyak prasyarat untuk melakukan kampanye. Tapi begitu banyak yang tidak melanggar,” kata Maskyuruddin Hafidz.

Bagian lain, Maskyuruddin menyebutkan soal kekuatan kekausaan dan uang yang mempengaruhi kampanye pemilu. Seluruh wacana dan kebijakan, masuknya melalui kekuasaan dan kekuatan uang. Ada kampanye yang didanai dari pajak rakyat.

Ia juga mengkrisi Peraturan KPU intinya bukan untuk memberikan ruang kampanye, bukan memfasilitasi tujuan, melainkkan membatasi tujuan. Tujuan kampanye harus menjadi intisari regulasi tentang kampanye.

“Larangan jadi dasar bagi pengawas pemilu untuk menjadi cara pandang melihat tindakan elektoral baik diatur maupun tidak. Diatur atau tidak diatur, tetap dilaksanakan, kecuali yang dilarang. ⁠Cara pandang pencegahan berlaku positif, cara pandang penindakan beda. Semakin banyak yang ditindak, semakin bagus pengawasan,” tegas Maskyuruddin Hafidz.[]

---

Pemukulan gong sebagai tanda dimulainya rakornas.