RE: Hassan Hussein (2001): Sebuah Karya Musik Aceh Yang Layak Dikenang
Di Taman Budaya Banda Aceh, dia dipanggil pak rep. Beberapa tahun lalu sebelum covid, beliau sempat buka kedai kopi di Banda Aceh, dekat Penyeurat. Aku sudah pindah waktu itu, jadi jarang ngobrol.
Keputusannya untuk terjun ke politik adalah yg paling cocok dgn jiwanya, meski album terakhirnya tiidak meledak meletup seperti album pertama yang sampai belasan kali dicopy.
Tahun 2001-2004, bergek belum mulai dia. Akun steemitnya pun sudah pingsan😆 aku ingat, main di warnet, sepanjang hari operatornya putar mp3 lagu ini. Di Radio tempat aku kerja saat itu, album nyawoung lebih sering diputar ketimbang Rafly. Mungkin karena musisi yang kerjasama dengan kita bukan kasga record.
Aku pribadi suka lagu hahahihi dan sepasang lembu tua, dalam banget maknanya.
🍀♥️
Many thanks and big hugs to @wakeupkitty 😘
We have a saying:
Wie schrijft, die blijft!
Wah, ini mengingatkan tulisan berseri saya zaman darurat militer dulu. Judul besar yang paling saya ingat "Tak Dapat Panglima GAM, Seniman Pun Jadi", kalau tak salah begitu judulnya. Berita itu tayang di acehkita.com. Sepertinya lagu Nyawong, salah satu lagu yang dilarang putar masa itu.
Karena syairnya memang mengajak pendengarnya untuk tak setia, hehehe. Tapi, intinya musisi pun dianggap separatis saat itu. Padahal, mereka mengekspresikan kondisi yang ada di lingkungan sosial mereka. Apa yang mereka lihat, ya, mereka senandungkan.
Tapi faktanya, mereka bukan saja takut bentrok antara pasukan di hutan-hutan. Lagu-lagu pun terpaksa disensor. Saat itu, Rafly sepertinya belum mencapai masa jayanya, meski lagu dia sudah mulai beredar di bawah bendera kasga record..
Apakah Bang @munaa menyimpan edisi-edisi tersebut? Saya pernah berlangganan beberapa majalah dalam kurun itu (khususnya dalam masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana Desember 2004) termasuk acehkita dan juga modus, tapi saya tidak ingat apakah dalam koleksi acehkita yang saya miliki termasuk edisi-edisi yang memuat tulisan berseri Bang Munaa. Semua koleksi majalah itu sekarang tinggal di Aceh, sementara saya di Pulau Jawa.
Tak setia kepada kelompok A karena setia kepada kelompok B, ini hanya masalah sudut pandang. Hahaha.
Haha. Iya.
Terimakasih.
Taman Budaya menyimpan banyak kenangan, sekarang sepertinya tidak seglamor dulu. Minimal di masa lalu, pecinta musik rock seperti aku pun bisa memiliki kesempatan menonton penampilan grup-grup seperti EdanE dan Power Metal.
Di situ pula, masih berkaitan dengan musik rock & metal, di masa lalu adalah puncak segala festival musik cadas se-Aceh di mana pemenang-pemenang dari setiap Kabupaten dan Kota bertanding.
Tidak tahu lagi sekarang entah bagaimana. Apakah kebebasan berekspresi masih seperti dulu atau sekarang tidak lagi karena berbagai alasan. Tahun 90an memang tahun-tahun terbaik.