Bermedia Sosial, Antara Isi, Substansi, dan Sensasi

in Steem SEA2 years ago

Hal terpenting dalam bermedia sosial itu adalah isi dan subtansi. Bukan penampilan, kemasan (bungkus), dan sensasi. Penampilan, kemasan, dan sensasi cenderung menghadirkan kepura-puraan. Penampilan, kemasan, dan sensasi tidak bisa memberikan apa-apa kepada orang lain, kecuali sekedar mencari panggung dan menegaskan identitas yang cenderung artifisial dan semu. Tapi isi, subtansi -- informasi, refeensi, pikiran, ide, gagasan, dst -- berguna bagi orang lain, bahkan bisa memberi insiprasi.

e528a399-4064-47db-85c2-9cb337a2186a.jpg

Orang yang cenderung menonjolkan penampilan dan kemasan di media sosial sebetulnya sedang krisis identitas, tidak percaya diri, sedang mencari panggung agar dilihat orang berada dalam "ruang tertentu" sesuai imajinasinya. Misalnya, seseorang membangun imajinasi menjadi seorang penyair, maka dia akan posting fose-fosenya tampil dan hadir di berbagai pertemuan penyair dan dekat dengan para penyair ternama.

Orang yang punya impian masuk dalam kelas tertentu maka ia akan menampilkan citranya bagian dari golongan itu. Misalnya, ia berpose sedang akrab dengan mereka, ngopi, jalan-jalan dan sebagainya. Ada pula yang membangun imajinasi sebagai orang sukses, maka ia akan menampilkan kemewahan di media sosial, mulai dari tempat makan, mobil, rumah, liburan, dan sebagainya.

Orang punya punya impian menjadi artis, ia akan menampilkan dirinya dalam citra itu, pakaian bak artis, pose-pose bersama artis, dan sebagainya. Lalu isi dan substansi yang mana? Jika ia membangun inpian sebagai artis, penyanyi misalnya, maka yang seharusnya ia tampilkan adalah karya-karyanya dalam menyanyi. Bukan pose. Begitu pula jika bermimpi sebagai penyair, yang ia tampilkan karya, bukan penampilan atau gaya hidup. Begitu seterusnya.

82597a41-1e8e-427e-811e-e72b29c4cf4d.jpg

Jika ia menghadiri sebagai acara di sebuah kota, dalam konteks isi dan substansi, yang seharusnya ia tampilkan di media sosial adalah cerita (story), informasi, dan isi tentang acara tersebut serta objek-objek dan subjek di sana, bukan sekedar pose selfie. "Orang tak butuh foto-foto demikian. Itu hanya berguna bagi orang yang ada di foto tersebut," kata Bang Arie Batubara dalam diskusi tadi malam. "Orang tidak mau tahu kamu jalan sama siapa, gandengan sama siapa, ngopi sama siapa, dan seterusnya. Apa pentingnya itu bagi orang lain. Kalau pun di-like itu cuma basa-basi."

Beda lagi kalau seseorang itu public figure, tokoh publik, yang memang setiap kegiatan dan jejaknya ingin diketahui orang. Tapi sekarang juga tidak lagi seperti dulu. Orang makin cerdas memilah mana konten bermutu dan mana konten yang tak ada isinya alias gimik belaka. "Sensasi itu tidak abadi, hanya ramai sebentar, lalu kemudian hilang tak berbekas. Sebab itu memang tak berguna," kata Bang Arie lagi.

Bahayanya, secara psikologis, jika imajinasi yang dibangun seseorang di media sosial itu tidak menjadi kenyataan, atau jauh dari kenyataan, bisa menjerumuskan orang tersebut dalam stress hingga depresi. Memang, tidak serta-merta demikian, tapi secara perlahan akan terjadi penumpukan beban psikologis yang bisa meledak suatu waktu menjadi problem kejiwaan. Itu adalah bom waktu. Waspadalah!

MI 051222

81001169-deef-4dd4-9003-4869ba5ad747.jpg

*) Ini rangkuman singkat obrolan kami -- saya, Bang Arie Batubara dan Mahwi Airtawar--- dalam bincang kreatif "Main Media Sosial Dapat Cuan" di Adakopi Original, Serua, Bojongsari Depok, Minggu malam, 4 Desember 2022. Soal media sosial yang memberi reward (bonus) kepada penggunanya yang bikin status, like, komentar, share, posting foto, video, dan lain-lain bisa disimak di IG @storiasastra.

#steemexclusive .