The Diary Game | 12 September 2023 | Ngopi dan Bermain Unggun di Kampung Lestari

in Steem SEA2 years ago

••• TENTANG GIATKU •••
Karena tidak ada agenda yang penting, hari ini aku bangun sudah jelang siang di rumah salah satu saudara dari istriku. Sedangkan istriku sudah bangun sejak pagi. Begitu aku bangun, aku awali dengan tiga teguk air putih. Selanjutnya aku segera mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh yang belum kubasuh sejak sore kemarin. Sementara aku mandi, istriku dan Tante Ma sedang sibuk di dapur sembari bercerita tentang kondisi keluarga mereka.

Sepuluh menit berselang, aku sudah selesai mandi. Dan istriku pun sudah menyiapkan segelas kopi. Ini memang sudah menjadi kelaziman, aku selalu menyempatkan untuk menikmati kopi selepas dari tidur. Agar mendapat suasana lebih segar, aku memilih menikmati kopi di depan pintu masuk rumah sambil melihat ke luar. Ada banyak bunga-bunga di halaman rumah yang ditanam oleh Tante Ma. Tante Ma memang menyukai bunga, begitu kata anaknya padaku.

Belum habis kopi kuteguk, aku sudah diminta untuk makan siang. Kata mereka, nasi dengan segala macam lauknya pun sudah siap di meja makan. Aku iyakan saja, namun aku belum mau beranjak ke dapur. Setelah dua batang kretek aku hisap dan kopi pun nyaris tinggal ampas saja, barulah aku ke dapur dengan istriku untuk makan pagi sekaligus makan siang. Di meja makan kami pun bersepakat bahwa sekitar pukul dua siang kami akan ke Kampung Lestari untuk menikmati kopi sore nanti.

Hari ini cuaca masih tak menentu, terkadang panas, dan seketika bisa berubah mendung dan disertai gerimis. Namun keinginan ku untuk bersantai di Kampung Lestari juga sepertinya sudah terlalu sesak. Segera kuminta istriku untuk menyiapkan segala keperluannya, begitu juga aku. Setelah kami pastikan tidak ada yang tertinggal, kami pun berpamitan dan segera keluar rumah dengan motor pinjaman. Dari cuaca mendung kami terus berkendara di jalan utama Kota Ambon. Gerimis kembali menyambut kami sesaat hendak tiba di tujuan.

Setiba disana, segelas kopi tanpa gula aku pesan. Untuk cimilan, sewaktu kami hendak berangkat Tante Ma memberikan kami kue wajik yang ia buat sendiri. Di Kampung Lestari sudah ada beberapa tamu lain yang juga sedang menikmati kopi.

Sekitar dua jam duduk tanpa ada kegiatan, rasa suntuk mulai datang. Segera aku alihkan dengan menyapu halaman sisi kiri, daun-daun aku kumpulkan, begitu juga dengan kayu kering di sekitar. Semua aku tumpuk jadi satu di bawah pohon beringin rindang. Sebenarnya tanah masih basah, namun tetap saja aku mencoba menghidupkan api. Tak butuh waktu lama, api unggun pun berhasil kunyalakan. Kini gelas kopi aku pindahkan ke dekat api, dan aku habiskan waktu sore hingga jelang magrib dengan tetap duduk di dekat api.

Beberapa waktu berjalan, api mulai redup. Aku kembali mencari kayu kering yang ada di sekitar. Aku potong pendek dan aku jadikan bahan bakar. Sementara istriku, memilih untuk tiduran di hammock yang sengaja dipasang. Sedang asyik duduk, tiba-tiba saja angin dingin datang. Sepertinya hujan akan turun, namun aku berharap tidak. Tidak seperti harapanku, sepuluh menit kemudian gerimis datang. Terpaksa aku harus pindah, begitu juga dengan istriku, ia harus bangkit walau sedang asyik rebahan.

Rupanya gerimis datang hanya sebentar saja. Melihat hujan sudah berhenti, aku kembali ke tempat semula dekat api unggun. Dari magrib hingga lepas Isya, aku terasa masih betah dan tak beranjak hingga gelas kopi kosong. Begitu juga dengan istriku, ia pun terlihat betah duduk di kursi yang juga dekat dengan unggun. Sesekali ia bercerita kalau suasana seperti ini mirip dengan suasana gubuk di Bogor. Aku hanya mengiyakan saja.

Kulihat layar handphone, waktu sudah jam sembilan malam. Kupikir sudah waktunya untuk mengajak istriku pulang. Apalagi perjalan yang akan kami tempuh sekitar 45 menit. Setelah pamitan dengan teman-teman, kami pun berangkat dalam suasana jalan yang masih basah karena hujan. Mendung masih menggantung di langit Ambon.***

@pieasant_belajar sambil berjalan