The Diary Game, Des 13, 2025 | Little story on my day off
Hujan sejak jum'at malam masih menyisakan gerimis, namun tetap saja jumlah dan ukuran tetesannya dapat menembus lapisan pakaian hingga ke kulit. Aku hanya menggunakan helm dan malas direpotkan oleh mantel hujan saat mengantar putriku ke sekolah karena jaraknya pun tidak terlalu jauh dari kediaman kami.
Genangan air masih menutupi bagian-bagian badan jalan yang menjadi akses utama ke beberapa fasilitas umum dalam kota Lhokseumawe. Hampir tidak ada pengendara kenderaan roda dua yang melaju kencang karena kondisi jalan yang licin serta lubang-lubang kecil yang tidak terlihat oleh kasat mata.

Cuaca dingin membuatku enggan untuk mandi, saat tiba kembali di rumah aku malah menghampiri meja makan menikmati sarapan yang sudah disiapkan istriku, hanya nasi putih, Indomie dan telur dadar. Tidak ada istilah "4 sehat 5 sempurna" yang penting lambung terisi untuk meredakan rasa lapar.
Oh ya, tadinya sebelum tiba di rumah aku juga menyempatkan singgah di Swalayan Sabana untuk membeli roti kering dan Koko Krunch untuk anak lelakiku di rumah, hari ini ia dan semua pelajar kelas 1 lainnya diliburkan karena ruang belajar digunakan untuk kegiatan ujian para pelajar kelas 3 di SMK Negeri 1 Lhokseumawe.
![]() | ![]() |
|---|---|
Entah dari mana aku memulai tulisan ini,.. Tidak hanya dari mulut ke mulut ! tapi hampir saban waktu berbagai jejaring sosial hingga status WhatshAp dihiasi oleh cerita pilu musibah banjir dan longsor yang saat ini melanda beberapa wilayah di pulau Sumatra. Terkadang terasa sulit untuk berkata kepada mereka "Bersabarlah!!".
Selesai menikmati sarapan aku bergegas ke warung langganan untuk menikmati segelas kopi. Bukan karena kecanduanku terhadap minuman berkafein tersebut, namun rasa ingin tahu kabar terbaru tentang kondisi saudara-saudara kami di pedalaman Aceh akan menjadikan hari liburku lebih bermanfaat ketimbang melalaikan diri dengan game online.
Bumi Sumatra telah rapuh, tidak ada lagi akar-akar kayu mengikat batu dan menahan tanah karena sebahagian besar hutan tropis atau pohon-pohon keras seperti jati, pinus, oak, akasia dan pohon-pohon besar lainnya telah tergantikan oleh jutaan hektar sawit yang tanpa kekuatan mencengkram partikel-partikel tanah di daerah pegunungan dan lereng-lereng curam.
Mungkin ini cerita konyol...! Indonesia baru memulai aksi Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) pada 2008 lalu, sementara pohon-pohon yang ditebang dalam skala besar telah hidup ratusan tahun bahkan sebelum indonesia merdeka. Aku tidak membela negara Penjajah! Tapi ketika akal nurani berbicara; kenyataannya seperti hidup di negara terjajah. Alasannya, meskipun sebagai negara pernah dijajah oleh asing selama 350 tahun lebih, namun hutan dan ekosistem alam Indonesia tetap utuh bahkan setelah negara kami merdeka.
Hari ini sejumlah data akurat menunjukkan bahwa khususnya pulau Sumatra telah kehilangan hutan lebih dari 30% dari total luas daratan, pertanyaannya.. Apakah Indonesia termasuk dari pulau-pulau kecil di bumi yang akan tenggelam akibat kehilangan hutan atau kenaikan air laut dan abrasi? Ini bukan kabar baik bagi kami di pulau Sumatra, Jawa dan komunitas dunia yang tinggal didaratan rendah seperti Tivalu, Kiribati, Maladewa serta beberapa pulau kecil lainnya di kawasan Pasifik.
Jika mengulik sejarah geografis sebelumnya, manusia yang hidup di puncak zaman es atau sekitar 20 ribu tahun lalu masih mudah berimigrasi dari pulau Sumatra dan pulau Jawa ke Kalimantan, Singapura, Malaysia dan Thailan Selatan karena daratan masih menyatu akibat turunnya permukaan air laut hingga 120 meter. Tidak ada selat Jawa, selat Karimata dan selat malaka, kecuali daratan besar bernama Sundaland yang menyatu beberapa negara di benua Asia Tenggara. Namun ketika air laut kembali naik daratan dan pulau-pulau mulai dipisahkan yang kini membentuk negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, ...sama halnya dengan Papua dan Australia yang juga pernah menjadi satu pulau besar yang menyatu.

...mungkin tulisan di atas hanya pelajaran kecil untukku pribadi dimana semua kenikmatan dan keindahan alam suatu saat bisa berubah menjadi musibah dan petaka; seperti laut, pegunungan, angin, tanah, api bahkan penyakit mematikan akibat perubahan gaya hidup manusia dan perkembangan teknologi yang tak terkendali.
Aku menghabiskan minuman kopi dalam gelas ukuran kecil sebelum beranjak menjemput putriku pulang sekolah. Sisa - sisa butiran hujan masih menumpuk dikulit bumi yang rendah bahkan di halaman sekolah tempat putriku belajar.

Aku dan putriku kembali ke rumah untuk beristirahat, semua pelajar di SD Negeri 5 Banda Sakti pulang lebih awal dari hari biasanya setelah mengikuti ujian semester ganjil beberapa hari lalu. Ya, pihak sekolah (wali kelas) meminta pelajar untuk mengisi hari-hari tenang (setelah ujian semester) untuk mengikuti remidial guna memperbaiki nilai-nilai beberapa pelajaran yang kurang bagus.
Selesai melaksanakan shalat Dhuhur aku menyambangi pasar Inpres untuk membeli sayur dan tempe. Lokasi pasar hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari kediamanku, sialnya, kedatanganku ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota tersebut tidak pada waktu yang tepat karena beberapa kebutuhan lauk untuk makan malam yang ingin aku beli tidak lagi tersisa disana.


Aku kembali ke rumah.... Aku menikmati makan siang dengan lauk Indomie tanpa tempe dan sayur bening (gule rampoe) kesukaanku. Tidak ada aktivitas lain setelah kenyang kecuali berkumpul dengan keluarga dan endingnya aku tertidur lelap hingga menjelang waktu shalat Ashar.
Sekian... Terima kasih banyak atas kunjungan dan mungkin anda membacanya..
salam,
@ridwant





https://x.com/i/status/2000588231650181471
Upvoted! Thank you for supporting witness @jswit.
Thank you @sduttaskitchen 🙏