Perhelatan ajang Euro 2020 telah berakhir beberapa waktu yang lalu. Italia berhasil menumbangkan Inggris di final yang digelar di stadion Wembley. Setelah melalui waktu normal dan perpanjangan waktu, skor 1-1, babak tos-tosan kembali berakhir menyakitkan bagi Inggris. Ini adalah kegagalan yang kesekian kalinya bagi Inggris di ajang turnamen besar. Negara yang mengklaim sebagai penemu sepak bola ini gagal memenuhi ekspektasi untuk memahkotai diri di depan publiknya sendiri. Tak heran kericuhan kemudian terjadi setelah pertadingan final tersebut. Supporter sepakbola Inggris memang punya tradisi melakukan kerusuhan di beberapa ajang besar. Dan yang terbaru, duel final Euro 2020 Italia vs Inggris dinodai ulah tidak terpuji beberapa fans menjelang pertandingan hingga akhir laga. Mulai dari keributan, bentrokan, hingga perusakan fasilitas umum. Sejarah mencatat kan, Itu tak hanya terjadi di level internasional antar negara. Level klub juga pernah mencatatkan sejarah tragedi yang memakan korban jiwa. Tragedi Heysel terjadi pada tanggal 29 Mei 1985 di mana pada saat itu tengah terjadi pertandingan antara Liverpool dan Juventus di Piala Champions. Peristiwa ini merupakan sejarah buram dunia sepak bola Inggris pada tahun itu, karena saat itu klub-klub Inggris sedang jaya-jayanya.
Hooliganisme sepak bola merujuk pada apa yang secara luas dianggap sebagai perilaku nakal dan merusak oleh penggemar sepak bola yang terlalu fanatik. Tindakan seperti berkelahi, vandalisme dan intimidasi yang ditetapkan oleh asosiasi suporter sepak bola yang berpartisipasi dalam hooliganisme sepak bola. Perilaku supporter sepakbola yang semacam ini sangat akrab dengan sepak bola Inggris. Fanatisme tinggi yang mengacu pada haus akan prestasi kerap membuat pertandingan sepakbola di liga Inggris berujung pada kerusuhan di masa silam. Bahkan gesekan klub sekota kerap membuat keamanan yang bertugas di lapangan harus bekerja ekstra keras untuk meredamnya. Tak jarang bentrokan itu justru berbalik kepada penyerangan terhadap petugas keamanannya. Di zaman sepakbola modern, asosiasi sepakbola Inggris telah membuat aturan yang meminimalisir untuk lebih ramah terhadap para penikmat. Ciri Holligan yang identik dengan gerombolan orang mabuk-mabukan dan penampilan unik membuat mereka bisa dikenali dengan mudah. Setelah tragedi Heysel yang memakan korban jiwa dan mengakibatkan klub Inggris dihukum dari kompetisi antar klub Eropa, FA berbenah untuk mengantisipasi segala bentuk Holliganisme sepakbola. UEFA sebagai otoritas sepakbola Eropa punya atensi lebih untuk menyelidiki setiap kasus indisipliner baik oleh klub maupun kelompok suporter.
patah hati lewat adu penalti melawan Jerman di Euro 1996 dan kalah adu penalti dari Portugal di Euro 2004 dan Piala Dunia 2006. Itu adalah momen yang pernah membuat sepakbola Inggris terluka. Tahun 1990, tangisan salah satu jenius sepakbola Inggris, Paul Gascoigne masih terekam kamera bagaimana pilunya. Inggris saat itu dihuni para pemain yang sedang jaya-jayanya. Di setiap lini mereka sangat kuat. Tapi squat tim lawan, Jerman, juga sedang on fire. Pertandingan ketat 120 menit harus dituntaskan melalui adu pinalti. Jerman akhirnya menjadi juara dan Air mata Gazza menjadi headline berbagai media lokal Inggris. Tahun 1996, petaka pinalti kembali menghempaskan harapan tinggi publik sepakbola Inggris. Gazza kembali menangisi kegagalan pinalti untuk keduakalinya. Dan momen ini berulang pada pelatih Inggris untuk Euro 2020, Gareth Southgate yang menjadi pesakitan pada Euro 1996 di Wembley, kembali harus menyaksikan tim muda potensial asuhannya menundukkan kepala karena gagal juara juga di stadion yang sama. Padahal ini adalah harapan besar dimana final ini merupakan pencapaian terbaik Timnas Inggris untuk ajang internasional selama 28 tahun terakhir.
Legenda hidup sepakbola Jerman, Lothar Matthaeus paham benar akan fobia masyarakat Inggris terhadap pinalti. Di babak 16 besar Euro ini dia sempat mengemukakan pendapat berbau Psy war. Timnas Inggris harus menang di waktu normal melawan musuh bebuyutan, Jerman. Matthaus tidak percaya penggemar Timnas Inggris takut menghadapi Jerman di Euro 2020, kecuali jika pertandingan dilanjutkan dengan adu penalti.
"Inggris punya peluang menang, tapi tidak dengan adu penalti," katanya.
"Dengan adu penalti saya yakin Jerman akan menang, (Inggris) harus menang sebelum 120 menit. Jerman selalu sangat bagus dalam adu penalti, ini sedikit lelucon antara Jerman dan Inggris," katanya.
“Jika kita harus pergi ke adu penalti, saya pikir Jerman adalah favorit karena kemudian Anda mulai berpikir tentang apa yang terjadi dalam 30, 40 tahun terakhir, Euro 96 dan adu penalti lainnya.
Apa yang diucapkan Matthaeus terbukti. Inggris berhasil menjungkalkan Jerman di waktu normal. Gol dari Rahim Sterling pada menit 76 plus sumbangan sang kapten Harry Kane pada menit 85 melengkapi kemenangan timnas Inggris. Melaju ke babak perempatfinal dan kemudian membantai Ukraina 4 gol tanpa balas, the three lions menghadapi Denmark di babak semifinal. Lagi-lagi sang kapten menjadi penentu di menit 104 waktu tambahan setelah wasit memberikan pinalti ketika Rahim Sterling tumbang di kotak pinalti. Namun Euforia juara yang membuncah sirna dalam seketika ketika pinalti momen kembali menggagalkan Inggris menjadi kampiun Eropa di tanah mereka sendiri. Adduuuuuhhhhh....Roni!!!!!
gak apa-apa England, nanti kan ada piala dunia 2022, mudah-mudahan masuk final lagi dan jangan sampai adu pinalti
Hihihi...Hope next time God not only save the QUEEN, but the England team as well..
looooollll😂😂😂🤣🤣🤣🤣
Waktu saya masih aktif di suporter Sriwijaya dulu, saya sangat mengagumi kultur hooligan nya para suporter klub, terutama suporter fanatiknya West Ham, namun tentu banyak buruk nya jika diadaptasi ke kultur kita 😁😁. Tapi hal positif yg saya ambil adalah Brotherhood is everything..
Nice post bg @misterreza
Yooopp... thanks udah mampir.