Syukuri
Salam teman-teman Steemian,
Kali ini saya ingin berbagi cerita fiksi yang ide dan inti ceritanya dari pengalaman pribadi saya.
Setelah lulus kuliah, seperti freshgaduate pada umumnya, saya mulai berpetualang mencari pekerjaan. Mendaftar ke sana ke mari dari perusahaan kecil sampai perusahaan besar, bersaing dengan ratusan hingga puluhan ribu orang, ikut jobfair, aktif searching lowongan pekerjaan di internet, dan lain-lain. Panggilan seleksi kerja ke luar kota pun saya ikuti.
Di tengah petualangan ini, saya menyaksikan banyak senyum bahagia dari teman-teman yang berhasil diterima di salah satu perusahaan yang mereka masuki. Melihat mereka berpakaian rapi ala orang kantoran terkadang menimbulkan rasa iri, sedih, namun juga semangat untuk berjuang lebih keras agar saya juga bisa masuk di perusahaan yang saya inginkan (atau paling tidak, diterima terlebih dahulu, tidak peduli dengan jumlah gaji dan “nama” perusahaan yang saya masuki).
Singkat cerita, saya akhirnya mendapatkan pekerjaan. Dan beberapa waktu kemudian, dua orang teman kuliah saya dahulu, curhat mengenai pekerjaan mereka. Kira-kira begini ilustrasinya.
Sore ini hujan kembali membasahi kotaku. Memberi kesejukan dan kenyamanan di hatiku yang tengah gundah. Sementara tubuhku yang terbungkus selimut masih terbaring di kasur, tanganku sibuk dengan ponsel, membalas pesan.
Meski cuaca sangat mendukungku untuk lebih lama berbaring di atas kasur, namun janji terlanjut dibuat. Dengan berat hati, ku sibakkan selimut, bangun, dan bersiap untuk memenuhi janji, bertemu dengan teman-temanku.
Sebentar lagi OTW, balasku pada pesan singkat yang dikirim temanku. Padahal saat itu aku baru saja mengambil handuk untuk mandi. Aku harap temanku termasuk orang yang kekinian, yang tahu arti sesungguhnya di balik kata “sebentar lagi otw” tersebut. Setelah siap, aku berangkat dengan ojek online menuju tempat janjian.
Sampai di tempat yang dituju, aku langsung bergegas masuk. Namun langkahku terhenti ketika bapak ojek online yang mengantarku, memanggilku.
“Mbak.. Mbak.. Helmnya!”
Dengan senyum kuda, aku melepas helm di kepalaku dan mengembalikannya, kemudian melanjutkan langkahku untuk memasuki tempat yang sudah kami sepakati.
Begitu masuk ke tempat makan bernuansa merah tersebut, aku langsung menemukan keberadaan dua temanku yang
saat itu tengah asyik “mengobrol” dengan ponsel masing-masing. Dasar generasi nunduk!
Aku menyapa mereka, bersalaman dan duduk di kursi kosong di meja itu. Seorang pelayan menghampiri meja kami membawa buku menu dan secarik kertas untuk menuliskan pesanan.
Setelah memesan makanan, kami mulai mengobrol. Percakapan dibuka dengan topik mengenai kabar dan perubahan penampilan kami bertiga setelah lulus kuliah dan bekerja. Kemudian dilanjutkan dengan topik seputar pekerjaan dan kegiatan saat ini.
“Gimana tempat kerja kalian?” Aku memulai topik.
“Sebenernya tempat kerjaku enak, gajinya lumayan, tapi orang-orangnya bikin aku males berangkat kerja,” salah satu temanku yang bekerja di perusahaan besar, menjawab dengan cepat.
“Kalau temen-temen kerjaku sih enak-enak aja, yaaa walaupun ada yang ngeselin, tapi beban kerjaku berat banget dan menurutku gajinya kurang sesuai. Aku malah udah berencana mau pindah kerja,” temanku yang lain menimpali.
Aku sedikit kaget ketika dia bilang gajinya kurang sesuai, karena yang aku tahu, gaji yang dia dapat paling besar di antara kita bertiga.
“Aku juga. Udah nggak betah di sana,” sambung temanku yang pertama.
Aku hanya terdiam menyimak. Kalau boleh iri, aku mungkin iri dengan kedua temanku ini. Mereka bekerja di perusahaan yang sudah punya “nama” dengan gaji yang lumayan besar. Namun begitu mendengar cerita mereka, aku langsung menyentil bibit iri yang hampir tertanam di hati dan menggantinya dengan rasa syukur yang tak terperi.
Meski gaji yang aku terima tak sebesar mereka berdua, tetapi budaya kerja yang dibangun di tempatku bekerja setidaknya lebih baik dari tempat kerja mereka. Dan juga mendukung diriku untuk lebih berkembang dan mensyukuri “yang sedikit itu” sebelum diamanati dengan "yang lebih banyak" dan “yang lebih besar.”
“Kalau kamu gimana?” Pertanyaan itu membuyarkan pikiranku.
Sekian
Terima kasih sudah membaca.
Terima kasih juga kepada kurator Indonesia @aiqabrago, @levycore, dan @mariska.lubis serta teman-teman Komunitas Steemit Indonesia atas dukungannya.
Salam
Kalo kata D'Massive Syukuri apa yang ada hidup adalah anugerah, hahaha
Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaiiik hehe
siiip mbak :)
Terima kasih sudah mampir :)
Saya masih baru di sini. Sudah saya follow, jangan lupa datang ke blog saya.
Terima kasih :)
Selamat bergabung dan salam kenal
Selalu bersukur dn tetap semangat ikhtiarnya.😊
Siaaap :)
Lanjutkan!!😆
dengan senyum kuda saya membaca posting ini...
saya juga menulis ini sambil nyengir kuda mbak @mariska.lubis hehe
Congratulations @aidasania! You have completed the following achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of upvotes
Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Congratulations @aidasania! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!