Di Barsela, KSI Didengungkan dari Warung Kopi sampai ke Telinga Cheetah Aceh
Komunitas Steemit Indonesia (KSI) telah bersenyawa dengan banyak penulis di barat selatan Aceh, dikenal dengan nama keren Barsela. Laut barat Aceh tampak selalu biru dengan semilir angin menyerupai pelukan salju musim dingin. Demikian juga dengan komunitas kami yang masih balita, tak hanya enggan bersuara tetapi susah payah dalam menatih hari-hari di malam gelap pada angan-angan ke komunitas serupa, di belahan bumi Aceh lain yang lebih mapan, berdigdaya, berkuasa dengan nama-nama besar dan juga pemegang ‘reputasi’ tinggi. Di Barsela yang sering hujan lokal; sebentar gerimis di sana, tak hingga kering di tetangga sebelah rumah, bahkan hampir terbentuk komunitas-komunitas kecil karena enggan berdiskusi di KSI atau memang mereka lebih tinggi kedudukannya.
“Begitulah kehidupan” ada yang datang, ada yang pergi, ada yang menerima dan ada pula yang merendahkan, meskipun kamu telah mencoba menghadirkan yang terbaik. KSI Chapter Barsela bagi saya adalah bahtera yang cukup besar, dari lembah Gunung Geureute sampai ke penghujung selamat datang Kota Medan di Subulussalam. Penulis berdedikasi tinggi yang tersemat di tanah lahir masing-masing tentu saja tidak mudah dipeluk dalam fisik yang kokoh. Namun, mereka ada, mereka bersenyawa melalui tulisan-tulisan, dalam pembelajaran yang tak tentu waktu, dalam tegur sapa yang menyesampingkan ego bahwa dirinya berkuasa.
Semua telah seirama, membentuk melodi yang nada-nadanya tak pernah imbang. Tiba seorang menginginkan pengetahuan tentang kepenulisan, atau mungkin juga aturan main di Steemit, mungkin juga ‘bagaimana cara dapat vote terbanyak’, ada pula yang mencari perhatian dalam dunianya tersendiri, tak pernah mau tahu orang lain, hanya menyapa untuk kebutuhannya saja. Hentakan nada yang tidak bisa dibendung, saya biarkan mengalir begitu saja. Luapan air yang menyerupai bendungan bocor kala hujan, tak lain lagu kelu dalam menghadirkan harmoni di suatu waktu nanti.
KSI Chapter Barsela datang ke napas terengah saya dengan harapan baru. Tentu saja, mereka yang di sana penuh harap, penuh hentakan pilu, penuh perjuangan berharap lebih banyak waktu tersisa dari pundak saya. Mungkin saja, saya terlalu tamak saat menyebut, “Buatlah akun dan aktif menulis agar saya bisa mempromosikannya ke orang lain!”
Sekali lagi, irama itu tak seindah yang saya inginkan. Di sisi tertentu, ada yang ingin langsung mencapai puncak tertinggi namun belum mampu menapakkan kaki di karang runcing. Di sisi lain, tak mau menulis karena ‘belum mendapatkan apa-apa’ dari menulis di Steemit – atau untuk komunitas. Siapapun yang menorehkan luka, maka ia akan merasakan perih. Demikian juga dengan menulis, di Steemit, atau di blog lain.
Suatu saat nanti, ketika entah apa yang terjadi, sebuah tanya muncul, “Berapa anggota KSI Chapter Barsela?” tentu saja saya hanya akan menyebut mereka yang ada akun saja. Jika pun kamu bertanya nanti, saya akan menjawab saat ini, “Karena komunitas kita adalah penulis, penulis itu telah memiliki karya!”
Nanti, bagaimana saya menjabarkan mereka yang diam tanpa berkarya? Siapa yang melirik mereka tanpa karya? Siapa yang mau bekerja sama dengan mereka tanpa karya fenomenal? Tidak akan ada, kawan. Sekarang memang tidak mendapatkan apa-apa, nanti akan mendapatkan apa-apa sejauh mana usaha itu berjalan. Berulangkali saya menyempatkan diri untuk berujar, “Boleh hubungi saya secara pribadi jika malu bertanya di grup,” tetapi sekali lagi, malu itu mungkin teramat jauh dipertimbangkan.
Ada pula yang memberi pendapat, mereka sedang belajar, mereka belajar, mereka mendengar. Mungkin benar. Mungkin juga tidak. Mereka yang belajar selalu menyempatkan diri kepada pembaharuan. Saya tidak tahu entah sampai mana belajar itu berakhir. Namun, di Steemit adalah proses kreatif, proses melahirkan karya dan terutama proses mengaktifkan akun. Jika suatu waktu berlabuh, terus tertegun, maka akan enggan memulai lalu melupakan begitu saja.
Padahal, kami hampir selalu di warung kopi. Ringan bercerita, tanpa batasan pangkat, jabatan atau orang terhormat. Siapa yang tak malu datang, bertanya, diajarkan dengan benar sampai mendapatkan ‘level’ sesuai keinginan. Mereka yang diam saja, tanpa bersuara, tanpa singgah di warung kopi tempat kita sering bercerita, tidak tahu jalan keluar untuk menjadi ‘sesuatu’ nantinya.
Mungkin mereka sibuk. Saya berpikir demikian. Tetapi, kami yang ‘pengangguran’ di warung kopi selalu sedia meluangkan waktu memberi masukan, saran dan keinginan-keinginan ke depan tanpa muluk-muluk membuat acara sebesar peluncuran produk smartphone yang live di banyak stasiun televisi. Kita berangkat dari awal, tersandung sama-sama, merasakan jatuh juga sama-sama karena dengan demikian kita akan segera mencapai puncak dalam rasa nikmat. Bukan juga untuk kepentingan diri sendiri lalu abai terharap orang lain yang kembali disebut dalam proses belajar.
KSI Chapter Barsela adalah komunitas dengan ‘anak bawang’ sebagai pawangnya. Saya merasa tidak ada apa-apa dibandingkan penulis hebat lain. Warung kopi yang senyap. Tetapi, ide-ide untuk menjadikan komunitas kita menjadi lebih bernyawa ada di sini. Saat ini, saya belum mampu menghadirkan keinginan-keinginan penulis di Barsela menjadi lebih baik secara materi atau popularitas. Saya juga tidak mampu menjanjikan, saya hanya ingin berbenah, demikian juga teman-teman yang lain, meskipun dari warung kopi, tak ada acara besar kita bisa belajar sama-sama, mengiring komunitas ke puncak yang seharusnya kita inginkan.
Tiba nanti ada yang bertanya, “Siapa Steemian yang fokus pada isu sosial?” jawabnya adalah pemilik akun ini. Jika nanti ada yang ingin tahu tentang isu pendidikan, akun dengan inisial ini menjadi acuannya. Waktu teman saya ingin ke Barsela misalnya, akun yang berisi tempat-tempat wisata ini yang bisa dikunjungi. Kita butuh yang demikian. Kita butuh semangat untuk ini meskipun saya tidak mau mengekang teman-teman di Barsela menulis banyak persoalan.
Warna KSI Chapter Barsela sangat beragam. Selain diskusi warung kopi, keengganan perorang melirik orang yang rendah darinya juga ada sebutan baru Cheetah Aceh. Jika Cheetah – robot Steemit – sudah diketahui keberadaannya namun Cheetah Aceh seolah hanya milik Barsela saja. Di satu sisi, keberadaan Cheetah Aceh membawa angin segar bagi penulis di komunitas. Di sisi lain, Cheetah Aceh ini seolah tidak tahu bahwa penulis pemula bukanlah Tere Liye yang kebal dan ‘tuli’ terhadap kritikan pedas dan semena-mena. Komunitas kita berangkat dari belajar memublikasikan karya, bukan atas dasar menulis dengan benar sesuai Ejaan Bahasa Indonesia.
Seiring berjalan waktu, saya sering ‘menegur’ di grup WhatsApp soal kepenulisan, hindari salah baca maupun typo, tetapi tidak bisa dipaksakan ‘harus’ dalam arti wajib. Saya membiarkan, saya membenarkan namun saya mewakili perasaan penulis pemula di komunitas dengan memberikan pelajaran secara berbeda, tidak kena pribadi yang mungkin tersinggung, dan menjadikan pelajaran secara umum di grup yang terbentang dari Aceh Jaya sampai ke Aceh Singkil. Tentu tidak mudah memberi pelajaran tatap muka, pelajaran di grup dengan tulisan yang dikritisi lebih baik daripada tidak menulis sama sekali.
Pelajaran yang tidak seberapa, pelajaran yang penting tidak penting, pelajaran yang bisa diterima oleh siapa saja dan berbenah untuk mereka yang mau. Saya tidak mungkin memaksa Steemian di Barsela membaca buku The Twilight Saga, The Da Vinci Code atau berjilid Tafsir Al-Misbah. Tidak mungkin pula saya meminta buka kamus sebelum menulis. Semua itu seirama, senyawa dengan penulis yang peka.
Penulis yang baik adalah mereka yang mau belajar, ada atau tidak adanya kritikan. Penulis yang baik juga membaca ulang tulisannya meskipun sekadar menghindari typo. Cheetah Aceh seperti sebutan teman-teman lain jadi catatan penting dalam hal kepenulisan. Kehadirannya disukai tetapi enggan disegani karena dianggap kurang beretika dalam mengritisi di mana tulisannya sendiri masih belum bernyawa.
Saya menghargai pendapat dan menyukai teman-teman di Barsela maupun Cheetah Aceh yang dimaksud. Cambuk ini menjadi rujukan agar teman-teman menjadi penulis yang baik dan profesional, bukan semata mengejar apa yang selama ini dipikirkan. Dalam satu kesempatan, di Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh, di masa awal saya menulis, saya sempat menangis tersedu karena tulisan yang menurut saya bagus sekali dibilang ‘sampah’ dalam bedah karya. Di waktu berbeda, teman lain yang menangis saat tulisannya disebut demikian. Irama ini kemudian beriringan dengan pembelajaran yang benar-benar melelahkan. Saya tidak bisa menafikan kedudukan menulis adalah belajar itu sendiri.
Karya ‘sampah’ yang dikritisi menjadi acuan bagi saya. Saya menulis, mengirimkan karya ke media, membuat blog dan mengikuti alur indah dengannya. Tentu saja, saya bahagia saat tulisan dipublikasikan oleh majalah besar seperti Femina maupun Ummi. Kemudian, tersenyum saja saat tulisan masuk Harian Umum Serambi Indonesia. Dan, yang paling menggairahkan adalah menang lomba sampai jalan-jalan gratis ke Ibu Kota, Bali, Lombok sampai ke Bangkok. Saya percaya, itu tidak mudah. Butuh perjuangan dan pengorbanan. Saya ingin teman-teman bisa dapat lebih dari itu. Saya senang melihat perjuangan teman-teman meskipun tidak bisa memberikan apapun dalam bentuk materi. Saya terhanyut dalam pengalaman yang mengajarkan banyak hal yang akan menangis suatu saat ada yang lebih sukses dari saya. Jadi, kehadiran Cheetah Aceh di KSI Chapter Barsela belum seberapa dengan Cheetah lain di komunitas-komunitas dengan ritme indah mereka.
Di akhir, melalui tulisan ini saya ingin ‘mencambuk’ Steemian di KSI Chapter Barsela untuk terus belajar, berbenah, mencapai titik tertinggi sehingga lelah itu terbayarkan!
Kritikan itu adalah sebuah semangat dan bukti kepedulian seseorang terhadap tulisan kita, untuk kemudian harinya agar dapat di perbaiki dengan bagus.
apakah betul begitu bg @bairuindra
Benar, dari kritikan kita belajar namun sebagai yang bijak harus mengetahui situasi dan kondisi, tidak mungkin langsung menembakkan peluru bisa salah sasaran.
Waaah, tulisan yang luar biasa dan sangat menginspirasi.
Semoga penulis-penulis KSI Barsela semakin luar biasa dan berkembang seiring berjalannya waktu.
Terima kasih atas semuanya Bang. Saya pun belajar banyak dari KSI Barsela. Saya bersyukur diperkenalkan dengan stemian yang luar biasa di Barsela. Tulisannya juga begitu memikat dan nikmat. Semoga saya bisa belajar banyak di sini. Mohon selalu bimbingan dan arahannya serta teguran ketika saya sudah keluar jalan. Karena kita adalah keluarga. Keluarga Besar Barsela.
Salam hangat dari saya Nuriana, Aceh Jaya
Tetap semangat menulis, apapun itu hasilnya pasti akan ada.
Semoga kekompakan dan semangat selalu melekat pada steemian Barsela khusunya. Salam hormat bg Bairuindra.
Amin. Semoga terus diberi keberkahan.
Aamiin Ya Rabb
Kami sedang Mendirikan KSI chapter Abdya bg, mohon arahan dan bimbingan.
Jika bisa ijinkan kami mengajak abg bergabung mengajarkan KSI Abdya bersteemit dgn keren. 😂
Semangat ya, boleh dibagikan kendalanya. Kita ada grup bisa gabung ke sana.
mohon invite saya ke group Barsela KSI bg. bisa?
Bisa kirim pesan melalui Facebook messenger Bai RUindra ya.
ok bg, baik
Wah, rindu Meulaboh.. ayo kesini lagi @kemal13 and the team
Aku juga kangen sama saudara"ku di barsela, walaupun melelahkan melakukan perjalanan panjang, tetapi rasa lelah itu hilang seketika saat melihat keramah tamahan saudara"ku disana ditambah lagi saat malam semakin larut mereka menjamu kami dengan mie udang+secangkir kopi. Mungkin bagi sebahagian org itu terlihat sangat sederhana, tapi bagiku sikap kekeluargaan yg mereka terapkan sangatlah luar biasa. Semoga saja aku bisa kembali bertemu dengan mereka saudara"ku disana suatu saat nanti.
Thank's to @danialves @dicky dan sudara"ku lainnya 🙏
Kalian sungguh luar biasa 👌
Salam dari Meulaboh ya 😀
Ayo Akbar 😀