Si Gadis Mata Biru, Idaman Para Pemuda Aceh

in #indonesia7 years ago

Ada dua sejarah yang menceritakan keturunan portugis di lamno, Aceh Jaya. Sejarah pertama mencatat pada tahun 1492-1511 kapal perang potugis di bawah pimpinan kapten pinto yang melarikan diri dari Singapura, berlayar menuju Kerajaan Daya Aceh untuk membeli rempah-rempah kerena kalah perang dengan belanda di selat malaka, akhirnya kapten pinto memerintahkan kapada rekannya untuk merapat di Wilayah Kerajaan Daya ( di Lamno),pasukan Kerajaan Daya atau lebih di kenal dengan kerajaan Rimueng Daya terkejut ketika melihat kapal perang Potugis mau melabuh , Raja langsung menyeruh kepada prajurit bersiap siaga kerana kapal perang potugis tidak ada izin untuk masuk di pelabuhan daya prajurit langsung mengisi anak mortal meriam untuk menembak kapal meraka, lansung mengarahkan tembakan yang tidak meleset dari sasaran sehingga kapal tersebut tenggalam dilaut Daya.

Semua mereka yang ada di kapal termasuk kapten pinto di tangkap dan menyerah dan juga di jadikan sebagai tawanan perang. Pasukan portugis itu sangat berharap akan ada bantuan atau kedatangan bantuan dari portugis untuk mejemput mereka pulang ke asal atau negerinya, lama kelamaan menunggu oleh meraka sayangnya tidak ada satupun yang pernah datang mejemput meraka di karenakan apa lagi situasi di semenanjung malaka sedang tidak aman atau sedang kacau.

Atas kebaikan Raja Daya, orang Portugis di biakan hidup dengan masyarakat tetapi statusnya sebagai budak. Sehingga mereka diajarkan oleh warga cara berbicara bahasa Aceh dan cara bertani, adat istidat, lama- kelamaam sehingga meraka memeluk agama Islam, tahun bertaganti dan lama- kelamaan pula sehingga meraka di beri perintah oleh Raja untuk menikah dengan warga masyarakat Lamno.

Cerita yang kedua adalah Bangsa portugis melakukan kerjasama di segi perdagangan dengan warga penduduk Lamno, di pelabuhan Lamno di jadikan sebagai gerbang utama mondar mandir kapal berlabuh dari berbagai bangsa belahan dunia, salah satunya Portugis. Warga menjual kepada meraka yaitu rempah-rempah dan emas kepada Portugis sedangkan orang Portugis menjual senjata, keramik, dll. Keterbukaan pelabuhan Daya terhadap bangsa luar sehingga membuat Kerajaan Lamuri gusar di Banda Aceh, Ali Mugayat Syah. Ali, yang ingin Pahlawan Syah memutuskan hubungan dengan pedagang Portugis, yang menurut dia kafir, lalu menyerang dan menguasai Daya. Dan menahan bangsa luar Eropa. Orang Portugis yang menjadi sebagai tahanan lama-kelamaan berbaur dengan masyarakat daya sehingga mereka memeluk agama islam, dan sudah jadi bagian sejarah dari negeri Daya dan akhirnya menikah sehingga mewarisi keturunan mata biru.

Dan juga Lamno disebut sebagai negeri Raja salah satunya adalah Raja poeteumerom, nama aslinya Sultan Alaidin Ri’ayatsyah beliulah yang pertama membawa islam menyabar daerah itu. Poeteumerom berasal dari pada kerajaan Samudra Pasai bersama anggotanya atau rombongannya Di kawasan itu, awalnya terdapat kerajaan meliputi kerajaan Lamno, Keuluang Daya, Kuala Unga dan Kuala Daya. Setelah berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil itu, Poteumeureuhom tak langsung membubarkannya. Namun Wilayah yang ditaklukinya diberikan hak otonomi dan tunduk dalam Kerajaan Daya atau yang dikenal dengan Meureuhom Daya.Sebagai bentuk terimakasih rakyat kepada sang raja, digelar lah upacara Peumeunap dan Sumeuleueng. Dalam upacara itu raja disuapi nasi yang berasal dari hasil panen terbaik.

Sejarah juga mencatat sepeninggal Poteumeureuhom kondisi Kerajaan Daya sedikit goyah. Kerajaan daya yang kemudian juga tunduk pada kerajaan Aceh Darussalam, harus bertahan melawan portugis yang ingin menguasai seluruh wilayah.Pada 1511-1530 saat pergantian pucuk pimpinan di Kerajaan Aceh Darussalam dari Sulthan Syansu Syah kepada puteranya Sulthan Ali Mughayat Syah, perang Aceh dan portugis memuncak.Raja Mughayat Syah, terpaksa mengutus adiknya Raja Ibrahim memimpin perang di perairan Arun untuk membendung Portugis masuk menguasai pesisir Timur Aceh. Namun naas, Raja Muda itu tewas di Arun.Untuk menggantikan pimpinan armada Aceh di Arun, Sulthan Ali Mughayat Syah mengirim menantu Poteumeureuhom, Raja Unzir yang kala itu memegang tampuk pimpinan Negeri Daya. Sejak itu Negeri Daya tak punya raja lagi. Pucuk pimpinan langsung dileburkan ke kerajaan inti Aceh Darussalam.Isteri Raja Unzir, Siti Hur kemudian diperintahkan mengurus roda pemerintahan di Kerajaan Daya sekaligus menjadi wakil Raja Aceh disana. Pada Bulan Jamadil Awal Tahun 1526, Raja Unzir pun tewas di Aru.Pasca Siti Hur mangkat, pemerintah di Negeri Daya mengalami kemunduran.

Ini disebabkan karena karena seringkali terjadi perang saudara dan percecokan akibat selisih paham diantara sesama raja yang memperebutkan kekuasaan dan hasil pajak lada. Hal seperti itu terus terjadi dalam kuran waktu hampir dua abad lamanya.Sekitar 1711 sampai 1735, Sulthan Jamalul Alam Badrul Munir berkuasa di Aceh Darussalam. Pemerintahnya tidak terlalu disukai oleh para petinggi kerajaan yang berpengaruh di Aceh saat itu. Sang raja pun tak memperoleh dukungan kuat di kalangan istana.Untuk menghilangkan paradigma miring, Jamalul sering melakukan lawatan keluar daerah untuk mendapat simpati dari raja-raja kecil yang merupakan kesatuan terpisah di Kerajaan Aceh Darussalam. Sulthan Jamalul yang bergelar Poteu Jamaloy ini berkeinginan melakukan kunjungan khusus ke Negeri Daya untuk menertibkan situasi kerajaan yang semraut karena perang berebut pajak raja.Untuk memuluskan lawatannya, Poteu Jamaloy mempelajari tradisi dan adat budaya yang belaku di Negeri Daya. Akhirnya dia berhasil mempertegas kembali ketentuan “neuduek” awal yang pernah diprakarsai oleh Poteumeureuhom.

Mengenang jasa sang raja, makam Poteumeureuhom yang berada di perbukitan kecil di pesisir Desa Gle Jong kini dikeramatkan warga. Setiap hari raya Idul Adha, banyak warga mengunjungi makam itu untuk berziarah atau melepas nazar. Berziarah ke makam dipercaya membawa berkah.

Desa yang unit iniwanita yang cantik yang bermatabiru di sosial sekarang banyak membahas,tentang Lamno adalah salah satunya yang terkenal dengan mata biru karena berdeda dengan masyarakat Aceh pada umumnya mereka di kenal dengan sebutan simata biru atau bulek di serambi mekah Aceh di ujung Sumatra Aceh idektik dengan sebagai serambi mekah wilayah itu merupakan tanah bekas kerajaan-kerajaandan. Dan daerah ini juga di karunia oleh tahun akan keindahan alam.Lokasi simata biru tinggal sebagian besar penduduk dengan ciri-ciri bermata coklat kebiruan, kulitputih, dan rambut pirangada di kecamatan lamno kawanasan kerajaan Daya yaitu di Ujong Muloh, Kuala Daya, Gle Jong, Lambeso, dan Teumarem. Desa –desaituterletak di pesisirbarat Aceh dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia.

Pada tanggal 26 Desember 2004 terjadinya di Aceh tangisan air mata darah yaitu suatu bencana yang sangat dasyat yang di kenal dengan tsunami,banyak warga keturunan ini yang hilang di bawah bersama gelombang maut, sehingga meraka tersisa orang yang berketurunan Portugis lebihkurang 40atau 50 persen sisa warga yang selamat dari hamtaman gelombang tsunami.
Sekarang banyak dari kalangan pemuda yang suka karena kecantikan, kemolekan mereka sehingga pemuda Aceh terlena ketika melihat sosok gadis keturunan portugis di sebabkan suka langka di Lamno, Fenomena sosok gadis dengan mata biru dan berambut pirang di Aceh sangat unit dan menarik bahkan merekapun mempunyai akhlak yang baik sehingga membuat paralelaki ingin meminangnya. Gadis bermata biru juga jarang dijumpai. Kini sepotong legenda mata biru dan kerajaan daya pun seperti bersembunyi di bibir lembah Geurutee.

Sort:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://kuartil.wordpress.com/category/sejarah-aceh/page/4/